U A || 034

1.2K 117 4
                                    

[34 : Belum Siap Kehilangan]

.
.
.

"Senang mengenal dirimu. Tolong, berbahagialah
agar hancurku tidak sia-sia."

•••

Gavin dan Rosa keluar dengan perasaan kalut, kakinya melangkah lebar memasuki ruangan di mana Arkan dirawat.

"

Mama?"

Rosa terdiam melihat  Hanna dan Irna di samping kanan, kiri Arkan, jujur Rosa cemburu dan marah melihatnya. Di sisi lain mereka juga pernah merawat Arkan dari masih kecil hingga sekarang.

"Gimana keadaan kamu, Ar?" Rosa bertanya, mendekat samping Hanna.

"Udah baikan," jawab Arkan mengulas senyum lebar.

Wajah pucat terpatri tidak sesuai apa yang Arkan ucapkan.

"Ma, Arkan gak bisa pulang bareng mama sama papa." Wajah Arkan tampak serius mengucapkan kalimat tersebut.

Kedua bola mata Rosa membulat, tidak! Ia tidak setuju.

"Maksud kamu apa, nak?" tanya Rosa melembut.

"Arkan gak bisa ninggalin bunda sama Clara," jawab Arkan yakin.

Clara butuh dirinya begitu pula dengan Bunda. Dipikir kembali meski ia adalah anak kandung kedua pasangan suami istri tersebut tetap ada rasa tidak rela meninggalkan orang yang telah mengurusnya dari bayi hingga tumbuh dewasa.

Clara adalah dunianya, rotasi berputar hidupnya.

"I-iya gakpapa." Rosa tersenyum kecut, ia kecewa dengan keputusan Arkan.

Lebih memilih Hanna yang notabenen bukan ibu kandung, sulit disangka dan sebegitu besar pengaruh seorang keluarga 'gila' itu dalam hidup Arkan? Sedangkan Hanna tersenyum lebar, senang mendengar ucapan Arkan. Hanna kira Akan akan memilih ibu kandungnya.

Gavin mengusap punggung Rosa.

"Aku gakpapa," kata Rosa terdengar lirih.

Gavin menarik nafas dalam-dalam. "Bisa tinggalkan kami bertiga?" pintanya jelas pada Hanna dan Irna.

Gavin juga tidak terima keputusan Arkan.

"Bisa," jawab Hanna, kemudian keluar dari ruangan bersama Erna tinggalan Gavin, Rosa dan Arkan.

"Hanya itu alasannya, Arkan?" suara berat Gavin terdengar tegas.

Arkan mengangguk. "Sulit Om."

Gavin meringis mendengar kata "om" dikalimat yang Arkan ucapkan.

"Kamu lebih memilih mereka daripada Mama kamu sendiri?" Ada jeda dalam kalimatnya. "Ar, mama udah lama nungguin kedatangan kamu, setiap hari nanyain kabar kamu gimana, udah makan, apa masih hidup, apa aja keseharian kamu, dapat kasih sayang dari mereka atau tidak," lanjut Gavin menggebu-gebu.

Arkan menatap Gavin. "Papa tega menukar saya sama mereka demi perusahaan papa!" tukasnya  bersungut-sungut.

Arkan tertawa miris, jadi benar apa yang dikatakan Brama padanya bahwa ia adalah anak yang dibuang.

Arkan menggeleng, Gavin terdiam berarti tandanya iya. "Bener 'kan pa?!" desis Arkan meminta penjelasan dari Gavin, memastikan apa yang ia dengar tidak salah.

Gavin mengepalkan kedua tangannya. "Iya," menghembus nafas dalam-dalam.

Kedua mata Arkan berkaca-kaca, tak mampu berbicara, perasaannya hancur begitupun hatinya.

Untuk Arkan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang