[19 : Leukimia Tingkat Akut]
.
.
."Kata 'sabar' itu ada batasnya, gak semuanya harus selalu dipendam dan dibiarkan. Jika sudah lelah maka sekalipun bumi akan dibuat hancur."
-•••
"SUSTER!! DOKTER!!!" Oma Irna kalut, panik bukan main. Sampai di koridor rumah sakit terdekat, dirinya pun berteriak meminta bantuan.
Beberapa suster berdatangan membawa brankar.
Setelah memindahkan Arkan, suster dan dokter pun mendorong brankar tersebut, termasuk Oma Irna juga ikut mendorong. Melewati beberapa orang di lorong ruangan, menatap Arkan sedih, bajunya pun terkena noda darah sang cucu.
Dokter dan Suster membawa Arkan menuju ke ruangan UGD (Unit Gawat Darurat).
"Maaf, Ibu silakan tunggu di luar," ucap salah satu suster menahan pergerakan Oma Irna yang ingin masuk, suster tersebut menutup pintu ruangan UGD.
Oma Irna duduk disalah satu kursi samping ruangan, menundukkan kepalan dan kedua tangan sebagai tumpuan memejamkan matanya membiarkan air matanya terus mengalir. Segala hal negatif terus berputar, melihat wajah Arkan yang pucat dan juga darah yang terus mengalir membuat perasaan Oma Irna menjadi campur aduk.
"Oma, Arkan gak sakit Oma gak usah khawatir."
"Arkan kuat oma, kan mau jadi spiderman nanti."
"Arkan cuma capek doang bukan sakit, oma percaya 'kan?"
"Oma, Arkan ingin di peluk papa walau hanya satu menit, Akan cuma mau ngerasain gimana rasanya dipeluk sama papa."
"Arkan iri oma, tapi Arkan gak bisa cemburu. Wajar 'kan oma?"
"Bawa Arkan pergi, Arkan mau pulang, Arkan mau tidur, Arkan nyerah."
Oma Irna menghapus bulir cairan kristal. Terbayang-bayang di kepala bagaikan kaset rusak omongan Arkan.
"Arkan kuat, Arkan pasti sembuh," gumam oma Irna meyakinkan diri sendiri bahwa keadaan akan baik-baik saja. Arkan kelelahan, tidak lebih.
Oma Irna menempelkan hp di telinganya, tersambung.
"Nomor yang anda tuju sedang sibuk mohon hubungi beberapa menit lagi." Suara Operator yang terdengar.
Oma Irna menghubungi nomor Hanna, tak jauh beda nomor hp menantunya malah tidak aktif.
Lampu merah berubah hijau, pertanda baik 'kan? Tak lama seorang dokter perempuan keluar dari ruangan itu.
"Dokter bagaimana dengan kondisi cucu saya?" tanya Oma Irna dengan bibir bergetar.
"Omanya Arkan?" tanya dokter tersebut.
Oma Irna sempat mengernyit dahi lantas mengangguk.
Dokter berjenis kelamin perempuan itu tersenyum ramah. "Mari ke ruangan saya buk," ajak dokter tersebut. Sampai di ruangan dokter nametag Rena Aziza - dokter yang sama sewaktu menangani Arkan di sekolah saat terjadinya tawuran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Arkan [SELESAI]
Teen FictionArkan adalah dunianya Clara. Tanpa Arkan, dunia Clara tidak bisa berputar seperti semestinya. Dia Arkan, Arkan Adhitama adalah seorang pelajar SMA ter-obsesi menjadi pemenang. Hanya untuk satu nama, Papa. Arkan tidak peduli dengan penyakit yang mula...