U A || 017

1.5K 142 11
                                    

[17 : Kesayangan Abang]

.
.
.

"Kita pernah janji untuk saling menguatkan
satu sama lain. Tapi, kau memilih
mengingkarinya."

•••

Tok tok tok..

"Arkan Arkan!"

Arkan menatap pintu kamar berwarna cokelat, menutup buku catatan kimia. Melihat pantulan diri dicermin. Serasa semua baik-baik saja, Arkan menghela nafas panjang dan meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja.

"Iya siapa?" tanya Arkan sedikit berteriak.

"Ini bunda," ujar bunda Hanna dibalik pintu kamar Arkan. 

Setelah pintu kamar terbuka lebar, Bunda Hanna muncul dengan senyum hangat seperti biasa.
"Bunda bawain bubur kesukaan kamu." Bunda Hanna menunjukkan mangkuk berisi bubur sum-sum kesukaan Arkan.

Arkan tersenyum tipis, perutnya jadi mendadak berbunyi seketika apa lagi mencium aroma harum dari bubur tersebut. "Makasih Bunda."

Bunda Hanna mengekori Arkan dari belakang dan duduk dipinggir kasur, menatap Arkan dari samping yang asyik memakan bubur buatannya.

"Kamu keringetan banget." Bunda Hanna menarik tissue di nakas lalu diarahkan ke pelipis Arkan guna menghapus bulir-bulir keringat di sana.

Arkan berhenti mengunyah bahkan menelan bubur dalam mulutnya pun susah.

"Mau dinaiki volume ac-nya?" tawar Bunda hendak mengambil remot. Arkan menggeleng dan memilih tetap melanjutkan buburnya yang tinggal 2 sendok lagi.

"Kamu kenapa? Gak biasanya kamu kek gini," tanya Bunda Hanna menyentuh jidat Arkan. Keningnya mengerut, aneh. Tidak panas, wajah pemuda itu pucat pasi.

"Gakpapa Nda," ujar Arkan tenang.

"Gakpapa gimana? Bunda khawatir banget liat kamu kek gini tau gak?!" kata Bunda Hanna terlanjur emosi. "Kita ke dokter, kamu diperiksa, kamu itu sakit."

Arkan menghela nafas gusar, Ia menatap bunda Hanna dari samping, andai semuanya mudah pasti mengeluarkan segala keluh kesah pada Hanna. Tapi, untuk curhat mendadak bibir Arkan jadi kelu.

"Arkan gapapa, bunda gak perlu khawatir seperti itu. Kecapekan, doang," kata Arkan dengan nada lembut dan meletakkan mangkuk yang sudah ludes dinakas dan kembali duduk di samping bunda Hanna.

"Nda?" panggil Arkan menyenderkan kepala dipundak Hanna. Ia ingin bercerita kejadian beberapa jam lalu bahwa kesekian kalinya setelah lama tidak. Ada seorang anak mulai bisa membangkang, melawan ayahnya.

"Bunda tahu kamu, bunda lebih ngerti kamu. Kalau punya masalah jangan pendam sendiri. Jangan ragu buat cerita. Bunda bakal menjadi pendengar buat kamu," kata Bunda Hanna mengelus kepala Arkan penuh kasih sayang, entah kenapa perasannya tentang Arkan akhir-akhir ini tidak enak saja.

Arkan terkekeh, mendongak menatap Bunda Hanna. "Nda, Arkan mau tidur," kata Arkan pelan terdengar serak. Begitu juga dengan Arkan merasa dirinya gampang lelah belakangan ini.

Bunda Hanna tersenyum mengecup kepala Arkan. "Mimpi indah, Arkan."

"Bunda di sini aja." Arkan menarik tangan Bunda Hanna yang hendak pergi.

Untuk Arkan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang