U A || 036

1.1K 114 3
                                    

[36 : Waktu Yang Salah]

.
.
.

"Meski berat melangkah hatiku hanya tak siap terluka."
-Unknown

•••

Keesokan paginya Clara menuruni anak tangga dengan perasaan campur aduk, diam-diam menggerutu tak jelas.

"ABANG?! ABANG DI MANA? TOLONG IKATIN RAMBUT ARA, DONG!" teriaknya sekeras mungkin hingga terdengar di seluruh penjuru rumah.

Clara sudah lengkap memakai baju sekolah, tinggal melekatkan dasi dan mengikat rambut. Detik kemudian, Clara terdiam baru sadar abangnya sudah pergi. Arkan tidak ada di rumah ini lagi.

Baru tiga hari ditinggalkan Clara kelimpungan sendiri, belum terbiasa tanpa kehadiran Arkan dalam hidupnya.

Oma Irna muncul dari arah dapur. "Kenapa teriak-teriak, Ara?" tanyanya bersedekap dada.

Clara menyengir kuda. "Maaf Oma," katanya merasa bersalah.

"Ada apa?" tanya Oma Irna menaikturunkan alis.

Clara menunjukkan karet rambutnya. "Oma bisa iketin rambut Ara?"

"Bisa, dong, sini." Oma Irna tersenyum senang hati. Clara membelakangi omanya, memberikan karet rambut tersebut. Bayang-bayang Arkan terlalu sulit direlakan, kenangannya tertinggal jelas, Clara tersenyum kecut melihat bayang sepasang remaja bercanda ria, bahagia, melontarkan kalimat lolucon.

"Rambut kamu masih basah, Ara" ucap Oma Irna memberitahu.

Clara mengangguk. "Ara gak sempat ngeringin rambutnya, Oma."  Clara memang membasahi rambutnya saat mandi tadi, namun ia lupa untuk mengeringkan rambutnya.

Biasanya Arkan, abangnya itu membalutkan handuk ke rambut Clara sambil menggosok pelan seperti mengurut kepala.

Walau punya alat pengering rambut atau hair dryer Clara tidak pernah memakainya, ada tapi sekali pas waktu pertama kali dibeli.

Tapi, lebih suka pijatan kepala dari Arkan.

"Udah," ucap Oma Irna.

Clara memegang rambutnya, tidak pas dan sedikit miring beda jika Arkan mengikat rambutnya.

Andaikan ia bisa ikat rambut sendiri.

Terlalu banyak berandai-andai hingga realita menimpa ekspetasinya.

"Makasih oma." Meski begitu Clara tetap berterima kasih menghargai usaha Oma Irna.

"Sama-sama sayang."

Oma Irna memberikan uang berwarna biru pada Clara.

"Jajan kamu."

"Banyak banget oma, biasanya Ara dikasih uang 20 ribu," cicit Clara.

Oma Irna dan Hanna sama jika memberikan uang jajan pada Clara, tidak kurang dari 50.000 namun jika Arkan yang memberinya uang yaitu 20.000 kadang 15.000

Irna tersenyum. "Sisanya bisa kamu tabungi."

Clara menarik nafas dalam-dalam. Ia menerima uang yang diberikan Omanya.

"Makasih Oma."

"Iya, kamu berangkat, gih." Beritahu Oma Irna, sejujurnya ia merasakan bahwa cucunya satu ini sedang kehilangan, raut wajahnya jelas terlihat tidak bersahabat dan murung tidak biasanya begini. Tawa dan kebahagiaan telah hilang dibawa pergi Arkan, sebegitu pengaruhnya Arkan dalam hidup Clara.

Untuk Arkan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang