[41 : Satya Calvin Alexander]
.
.
."Sangat disayangkan, dua kubu yang dulunya saling membantu dan bersahabat, kini bermusuhan dan bahkan saling menginginkan kematian satu sama lain."
•••
Bugh
"Jangan asal ngomong lo, brengsek!" Seakan tak puas Indra memukuli Vero kini giliran Arkan turun tangan memberikan bogeman mentah di rahang tegas Vero sehingga cowok itu terhuyung ke samping.
Vero menyentuh rahangnya. "Siapa yang brengsek? gue atau lo? Sadar diri masing-masing!" cercanya. Vero menunjukkan sebuah foto dari ponsel, foto yang menunjukkan ada seorng gadis di sekap dengan mulut dilakban dan kedua tangan diikat belakang punggung.
Rahang Arkan mengeras melihat foto itu ... adiknya? Bersiap akan menambahkan pukulan tapi ditahan Iky.
"Selamat mencari, manusia tidak berguna, penyakitan!" maki Vero remeh pergi setelah puas membuat keributan. Kini tinggal Arkan, Iky, Kelvin, dan Indra di sana.
"Gak mungkin, bisa aja itu akal-akalan Vero, doang, coba telfon Ara dan kita cek ke SMPnya," usul Kelvin diangguki setuju oleh Indra.
Arkan menghubungi nomor ponsel Clara awalnya tersambung kemudian terdengar suara operator dari sana, tak berhenti dari situ sampai Arkan menelfon ke 10 kali hasilnya tetap sama. Beralih menelfon Alia, Arkan tiba-tiba mengingat gadis itu adalah sahabat Clara.
"Halo bang Arkan?" sapa Alia dari seberang sana.
"Apa Clara sedang bersamamu?" tanya Arkan menekan loudspeaker di hp.
Diseberang sana Alia mengerutkan dahinya. "Enggak Kak, tadi aku mau ajak Ara pulang bareng tapi ditolak karena mau makan bareng sama cowok namanya ... Damian, iya damian," jelas Alia pada Arkan.
"Damian?" beo Indra.
"Ada apa ya kak?" tanya Alia lagi merasa aneh.
"Gakpapa, terima kasih informasinya."
"Iya, sama-sama kak Arkan."
Arkan mengakhiri sambungan telfon. Damian?
"Itu Reki," sebut Iky.
"Ah iya gue inget, naman panjangnya Reki Damian," imbuh Kelvin menjentikkan jari tangan.
"Tapi dia bawa Ara kemana?" tanya Indra frustasi.
"Siap-siap, kalaupun kita tahu posisi Reki dimana dia gak sendiri, pasti sama pasukan."
"Kalau dia bawa pasukan, kita juga bisa," ujar Indra.
"Maksud lo?" tanya Arkan tidak paham.
"Maksud gue mungkin terjadi perang, gue bawa pasukan dan ya gitu," ujar Indra ambigu.
"Pasti ini akal busuknya Reki jebak kita dengan nahan Ara sama dia, buat mancing kita datang kesana," tambah Kelvin, si cerdik. Terkadang otaknya bisa langsung nangkap bisa juga lemot.
Drrt drrrt
Arkan menatap layar ponsel yang menyala menampilkan nomor tidak dikenal menelfonnya. Apakah ini Clara? Ah, mungkin saja adiknya, segera Arkan menekan tombol hijau lalu menempelkan ke telinganya.
"Hallo Ara, ini kamu?" Arkan menyapa lebih dulu terdengar suara khawatir serta cemas dalam nada perkataannya.
"Abang ... t-tolongin A-ara... d-di sini gelap abang, Ara takut. Abang, d-dia jahat."
Tak mampu berkata, pandangan Arkan lurus ke depan. Adiknya menangis dan meminta pertolongan dari seberang sana, sungguh menyakitkan.
"Ucapkan selamat tinggal pada abangmu, Ara, ayolah!"
"Jangan sampai tangan kotor lo itu menyentuh seujung kuku tangan Ara atau lo tau akibatnya," desis Arkan murka.
Diseberang sana Reki duduk disebuah bangku, menaikkan sebelah kakinya keatas menatap Clara dengan pandangan miris, bibirnya tersenyum tipis.
"Ayolah kawan, ancaman lo gak berlaku sekarang karena gue...." Reki sengaja menjeda ucapannya sambil memainkan kuku jari tangannya.
"Jangan macam-macam, bangsat!" Reki tertawa keras mendengar nada marah Arkan lagi.
"Adik lo udah gak gadis lagi, sekarang, ya ... lo bisa bayangin kondisi dia gimana 'kan?" Reki menatap layar ponsel dan mematikan sambungan telfon secara sepihak.
Arkan mengepalkan tangannya erat, setelah Reki berhasil tertangkap Arkan bersumpah akan menghabisi lelaki bejat itu.
Kaki jenjang terbalut sepatu hitam menuruni anak tangga, berlari kecil ke parkiran diikuti Indra, Kelvin dan Iky dari belakang, ya walau mereka tidak tahu apa yang terjadi tapi firasat mereka mengatakan sesuatu yang buruk telah terjadi.
Saat hendak memasang helm, pergerakannya terhenti melihat seorang cowok berdiri beberapa cm memakai almameter khas anak kuliahan.
Wajah berwarna putih, hidung mancung, dan blasteran.
"Satya?" Indra menajamkan matanya.
"Mau apa lo kesini, hah?!" sembur Kelvin langsung berkacak pinggang.
"Apa salahnya saya kesini?" tanya cowok itu formal, singkatnya Satya baru pandai ngomong bahasa Indonesia, sedikit-sedikit karena seharian nya ngomong menggunakan bahasa inggris, ya. Dia tinggal di Georgia dan mantan ketua Antraxs angkatan 1.
"Let me help you all," ucapnya menatap satu persatu sahabat Arkan. (Izinkan saya membantu kalian semua).
"What? Help us? You know what?" tanya Iky (Apa? Membantu kami? Kamu tahu apa?).
Satya mengerutkan keningnya. "Why? There is something wrong?" (Kenapa? Ada yang salah?)
"You and Reki are a gang then want to attack too?" imbuh Arkan ikut bertanya. (Kamu dan reki satu geng lantas mau menyerang juga?).
Satya mengangguk pelan seketika paham apa yang dimaksud Arkan dan yang lainnya.
"What is wrong with it? Ah, maybe you all are wrong or impossible with my statement. so it's a long story, huh. I was the leader of that gang but now it's quit as you know. but Reki's actions are not right and I will try to fix or exterminate that gang," ujar Satya menjelaskan pada semuanya.
(Apa salahnya? Ah, mungkin kalian semua salah atau tidak mungkin dengan pernyataan saya. jadi ceritanya panjang, ya. saya memang ketua di geng itu namun sekarang sudah berhenti seperti yang kalian tahu. tapi tindakan Reki tidak benar dan saya akan mencoba memperbaiki atau memusnahkan geng itu).
"So far I have been used by Reki, what he did in a bad way would surely be affected by me," tambah Satya.
Indra yang tak paham dikatakan Reki hanya bisa diam menyimak dan melongo seperti orang bodoh.
"Kita bisa menyelesaikan perdebatan ini nanti tapi kita tidak punya banyak waktu lagi," sela Kelvin mengakhiri.
"I know where it's," ucap Satya membuat mereka semua terdiam namun tak mau membuang waktu banyak-banyak lagi, mereka harus pergi ke tempat yang disebutkan Satya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untuk Arkan [SELESAI]
Teen FictionArkan adalah dunianya Clara. Tanpa Arkan, dunia Clara tidak bisa berputar seperti semestinya. Dia Arkan, Arkan Adhitama adalah seorang pelajar SMA ter-obsesi menjadi pemenang. Hanya untuk satu nama, Papa. Arkan tidak peduli dengan penyakit yang mula...