Hari ke-4

1K 194 73
                                    

“Chan,” ucap Minho terputus saat tautan tangan Chan di punggungnya melemah. Pemuda itu menghela napas dengan sedikit tercekat, kemudian berucap, “Lo jangan tidur di bahu gue, dong, berat!”

Lutut Minho sontak terangkat, menghantam perut Chan lekat, membuat tuannya mengerang dan merintih memanggil nama sang kawan. “Minhooo ....”

Minho berdecak sebal. Ia mengalungkan lengan kanan Chan ke pundaknya, membiarkan sebagian tubuh Chan terseret, lalu menjatuhkannya ke kasur lipat yang telah terbentang dengan Jisung, Felix, dan Jeongin sudah tertidur di sisi sebelah kanan.

“Gue ngantuk banget, Min ....” Chan berujar lirih. Samar, ia melihat jam dinding di samping televisi menunjukkan pukul 21.45, terlalu awal untuk manusia nokturnal seperti Chan.

“Ya, udah. Buruan, tidur,” ujar Minho ketus, rasa kesalnya kembali timbul. Pemuda itu akan beranjak, tetapi tangan Chan menahannya.

“Jangan pulang, temenin, ... gue ....”

Saat tidak ada lagi suara lirih yang terdengar, Minho menolehkan kepala, kemudian mendapati Chan yang telah tertunduk dengan helaian rambut menutupi dahinya. “Langsung tepar aja ini anak,” ujar Minho sambil membenarkan posisi tidur Chan.

Beberapa detik penuh keheningan tidak sadar telah terlewati. Jemari lentik mengusap dahi itu perlahan, menyingkirkan helai rambut yang mengganggu pandangan. Minho mengembuskan napas hangat yang panjang. Bisiknya, “Channie udah bekerja keras hari ini. Walaupun Channie nggak ngasih tau, Ino masih percaya sama Channie. Kata Channie tadi, Channie percaya sama Ino, kan?”

Jeda terisi detik jarum jam yang tidak sabar mengganti waktu. Minho melepaskan tangannya yang sedari tadi berada di rambut Chan, kemudian beralih mengusap kasar wajah sendiri. “Gue ngapain, sih ....”


***

“Kak Ino, bulung Jiji nyangkut!” Jisung memajukan tubuh, berusaha membuat Minho dapat melihat kesulitannya saat ini.

“Kan, tadi Kak Ino udah bilang, pakai celana dalam dulu, Ji ....” Minho melepaskan celana Jisung dengan hati-hati. Namun, sebelum itu selesai, sudah terdengar teriakan lagi.

Kakh Hino, kephala Ixhie ngghak hisha khelual!” Ujung kepala Felix tampak menyembul di kerah baju yang kancing atasnya belum dilepaskan, membuat Felix berbicara tidak jelas.

Minho memutar badan dengan cepat, kemudian membantu Felix melepaskan baju. Rambut Felix tampak berantakan dan awut-awutan sekarang, Minho refleks menyisirnya dengan jemari kanan. “Duh, nanti sisirannya nunggu Kak Ino, ya,” ucap Minho dengan nada bersalah.

Setelah memastikan Jisung dan Felix telah mengenakan pakaian dan celana dengan benar, Minho beralih pada si bungsu yang sempat terabaikan. “Ayen, bedaknya jangan dibuat mainan, handukan dulu sampai kering.”

Sambil tertawa, Jeongin menaburkan bedak ke lantai, kemudian berguling-guling di atasnya dalam keadaan telanjang atasan. Minho segera mengangkat anak itu lalu memangkunya. Dengan cepat, ia mengusapkan handuk ke sekujur tubuh Jeongin dan memakaikannya minyak telon juga bedak bayi merek Johnsin's.

Pagi itu sungguh berisik di kontrakan Chan. Sayangnya, hal itu belum cukup untuk membangunkan si tuan rumah yang masih menggulung tubuh dalam kasur lipat. Sontak, Minho melemparkan handuk, yang beruntungnya, tepat mengenai kepala Chan.

Minho agak terkejut dengan ketepatannya melempar. Namun, rasa terpukau itu tersingkirkan saat ia mengingat tujuan handuk tadi terbang ke kepala Chan, yaitu untuk memarahinya. “Chan! Bangun sekarang atau aku lemparin rice cooker ke kepala kamu, ya!”

MILD [Banginho/Minchan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang