Hari ke-5

1.1K 186 84
                                    

“Chan! Kemarin! Gue! Bantu! Pindahan! Kosan! Kakak! Kuliahan!” Minho merentangkan tangan dan kakinya hingga seukuran pintu kelas, menghalangi Chan masuk ke ruangan tersebut. Ia seakan sudah menanti Chan dari tadi dan memang begitu kenyataannya.

Sementara itu, reaksi yang Chan berikan hanya melongo. Agaknya, ia masih terkejut dengan tingkah Minho yang selalu membuatnya takjub. Jadi, setelah membiarkan satu menit memakan enam puluh detik, Chan pun berkata, “Oh ....”

Sayangnya, itu malah membuat Minho menjadi murka. Dengan kedua tangan yang sudah beralih ke pundak yang lebih tua, Minho menekankan setiap kata, “Jadi. Gue. Kemarin. Nggak. Bisa. Ke. Kontrakan. Lo.”

Chan yang terpojok dalam posisi kabedon pun hanya bisa berkedip-kedip. Bukan mengagumi pahatan wajah Minho yang memang sempurna menurut pendapat pribadi Chan, melainkan berusaha menyadarkan diri sepenuhnya agar dapat mengerti maksud Minho. Ini masih pagi dan Chan belum mendapat asupan sarapan untuk berpikir lebih.

Minho menarik napas hingga terdengar oleh Chan. Ia berkata dengan pelan dan lambat sekarang. “Lo nggak ninggalin anak-anak, kan?”

Barulah, Chan dapat menyambungkan semuanya. “Oh, lo khawatir sama mereka. Bilang dari tadi, dong! He-he,” ucap pemuda itu sambil cengengesan. Katanya lagi, “Nggak. Kemarin, habis pulang sekolah, gue di kontrakan terus. Paling ninggalin bentar buat bantu-bantu nganterin galon pemilik kosan pojokan.”

“Chan ....”

“Nggak, Minhooo, nggak sampai magrib.” Ganti Chan yang memegang pundak Minho, sedikit memberikan remasan sampai si pemilik pundak meringis kesakitan.“Lagian, Min, gue bakal minta bantuan lo kalau gue nggak bisa jaga mereka. Oteee?”

Minho agak sangsi, tetapi ia memilih mengiakan saja. Posisi mereka masih saling memegang pundak, seperti bermain dorong-dorongan. Changbin yang melihatnya sedari tadi sampai geregetan ingin mendorong kepala salah satunya agar bertumbukan sekalian, bibirnya.

“Pacaran terus, tapi pj nggak keluar!” sindir Changbin dengan keras, sengaja agar anak-anak lain melihat ke arah kedua pemuda yang seakan berada di dunia mereka sendiri itu.

Sayangnya, kedua orang yang sedang digoda teman-teman sekelasnya ini malah abai, seolah tidak mendengar, dan memang begitu kenyataannya. Chan dan Minho masih terlibat pembicaraan seru. Tepatnya, hanya Chan yang berbicara dengan seru untuk meyakinkan Minho.

“Iya, Minho, mereka baik-baik aja, sehat, kuat, abis sarapan, udah mandi juga.” Chan menatap tepat di mata Minho yang memandangnya tajam. Seulas senyum, Chan berikan pada Minho yang masih menekuk alisnya tidak percaya.

“Terus, lo nggak sarapan sama mereka?” tanya Minho. Ia sontak menjentik dahi Chan saat pemuda itu menggeleng pelan, masih sambil cengengesan. Kata Minho lagi, “Ketahuan banget, pantes masih bau iler.”

Minho buru-buru melepas tangannya dari pundak Chan, pun tangan Chan dari pundaknya. Pemuda itu lekas berbalik, berjalan keluar. Namun, baru beberapa langkah, ia kembali menghadap Chan untuk berucap, “Ya, udah, ayo!”

Chan masih berdiri di tempat, bingung. “Ke mana, Min?” tanyanya.

“Kantin, gue jajanin,” jawab Minho datar. Meski begitu, ia menyunggingkan senyum tipis saat Chan akhirnya beranjak sambil diiringi tawa khasnya.

“Nanti gue ganti, sekalian sama yang kemarin-kemarin, ya, Min?” ujar Chan sambil mengimbangi langkah Minho yang sudah sampai di luar kelas. Jawaban Minho yang menolak terdengar samar karena si empunya sudah menghilang dari pandangan ...

... pandangan Changbin yang sedari tadi berteriak, “Woi! Kalian mau ke mana? Gue nggak diajak, woi! Woi ....” Pemuda itu kembali terduduk di bangkunya, lemas. “Ayang, masak gue dicuekin temen sendiri,” adunya pada sang kekasih, Seungmin, yang duduk di sebelahnya.

MILD [Banginho/Minchan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang