(Masih) Bulan Kedua

608 118 67
                                    

“Lo nggak apa-apa, kan?”

Chan menoleh pada Minho, sambil ia kerutkan kening. Pikirannya butuh beberapa detik untuk mencerna maksud Minho, hingga akhirnya Chan tarik senyum sampai mata membentuk bulan sabit pada teman sebangkunya itu.

“Kalau ini soal ayah lo dan saran Changbin tadi buat kita pura-pura pacaran, gue nggak terlalu mikirin, sih, Min.” Chan pastikan tidak ada barang yang tertinggal dalam mobil, lantas ia keluar, sejajari Minho yang masih berdiri di depan pintu sopir.

Minho tak membalas satu patah kata pun. Ia masih pandang Chan, sambil hela napas panjang. “Adek-adek lo, Chan,” katanya dengan sedikit ragu.

Baru, Chan tersadar masalah sebenarnya. Pandangnya masih tertuju pada Minho, pun senyumnya. Namun, senyum itu perlahan luntur, berubah menjadi melengkung ke bawah. Chan mainkan bibir, lantas jatuhkan dahi pada pundak Minho.

“Minho, Kak Inyo ....” Ada nada manja dan merajuk dalam panggilan itu.

Minho mengesah, ucapkan sahutan sambil dorong dahi Chan agar terangkat. “Gue serius, Chan ....”

Chan kembali tatap Minho, tidak gentar. “Gue juga serius, Min.” Lelaki itu tumpu kedua tangannya pada pundak Minho, tatap makin dalam. “Tapi, entah kenapa gue nggak begitu khawatir karena yang bakal gue temui adalah ayah lo, seseorang yang udah bikin lo jadi kayak gini.”

“Kayak gini, gimana?” Minho kerutkan alis di balik poni rambutnya yang turun. Hal itu buat Chan larikan jemari ke sana, usir rambut yang mengganggu itu.

Sambil tertawa dengan nada khasnya, Chan jawab, “Ganteng. Lo jadi ganteng kayak gini, pasti turunan ortu lo.”

Minho makin kerutkan keningnya, buat kedua alis tampak hampir menyatu. Bibir bawahnya yang lebih tebal tutupi bibir atas, terlihat maju. Minho putar bola mata, pasang pose berpikir. “Ya, emang. Gue ganteng.”

“Ah, nyesel gue muji lo, Min.” Ganti Chan yang merengut. Namun, rengutan Chan tidak pernah berlangsung lama karena ia kembali tampilkan senyum merekah detik itu juga.

Chan gerakkan badannya, lepas kedua tangan yang masih menempel pada Minho, lalu berjalan duluan mendahului Minho. Saat ia melihat Minho yang begitu dekat dengannya tadi, sekilas, hanya sekilas dalam bayangnya, Chan ingin majukan wajah, sentuh si teman tampan yang menggemaskan.

Daun telinga Chan langsung memerah.

“Chan, tungguin!” Minho sejajari langkahnya. Sebelum mencapai rumah Seungmin, yang mana tampak beberapa orang telah berada di sana, Minho sempatkan untuk berkata, “Lo orangnya positif terus, ya. Gue suka.”

***

Changbin berkeringat dingin. Ia bersemangat, sekaligus takut untuk temui seseorang yang sudah dianggap keluarganya ini. Memang, hari ini seakan keberuntungan dan kesialan bercampur dalam hidupnya.

Baju Changbin belum sepenuhnya kering saat Seungmin putuskan pulang berboncengan dengan Hyunjin. Pun, jantungnya masih berdebar panik ketika Seungmin dan Hyunjin telah memasuki rumah, tinggalkan dirinya di luar, yang sedang persiapkan diri dengan segala jawaban untuk hadapi pembicaraan dengan para orang tua nanti.

Changbin benar-benar tidak sadar. Lelaki itu melamun sambil untaikan kalimat mirip mantra agar dirinya tenang. Hingga, ia tersandung dan tabrak punggung salah seorang anak yang tengah berjalan bertiga dengan para saudaranya; Felix, Jisung, dan Jeongin.

“Bang Jiji!”

Itu terjadi dengan cepat, saat Jeongin ulurkan tangannya untuk menahan Jisung yang hampir terjatuh. Felix tidak bisa berbuat banyak, ketiga anak ayam tengah berada dalam dekapannya, dan Felix hanya punya dua tangan untuk menjaga mereka agar tidak lepas.

MILD [Banginho/Minchan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang