“Hoho, awas!”
Hyunjin berteriak, sadarkan sang sahabat yang melamun ketika pertandingan class meeting voli di lapangan. Sayang, teriakannya tidak mampu mengubah keadaan. Sang sahabat, Minho, telah menerima bola dengan wajah sehingga hidungnya mimisan.
“Lo kira ini Haikyuu!!? Kenapa nerima bola pakai wajah, Hoho?” Hyunjin cepat-cepat menghampiri Minho yang jatuh telentang. Lelaki jangkung itu meminta time out kepada panitia OSIS yang bertugas mencatat poin. Meski ini final, pertandingan antarkelas untuk mengisi class meeting tidak terlalu ketat.
Sementara itu, yang tengah ditolong malah seakan tuli sesaat. Agaknya, langit cerah dengan awan yang tepat berada di atasnya membuat Minho akhirnya bisa bernapas lega. Setelah sedari tadi, hanya ingatan tentang kalimat Chan terakhir kali yang memenuhi otaknya.
“Masih bisa lanjut main atau nggak, Kak?” Kepala salah satu panitia OSIS timbul di antara kerumunan. Ia mencari kepastian karena waktu class meeting terbatas, sementara ia ingin segera ke kantin untuk mencari minuman segar sebelum evaluasi dilaksanakan.
“Lo nggak waras, ya? Sobat gue belum ngomong dari tadi, dia hampir pingsan gini kena bola! Lo OSIS apa nggak nyiapin PMR buat jaga-jaga?!” Hyunjin telah sampai batasnya. Alasan pertama, poin kelas mereka tertinggal. Kedua, besok adalah hari pembagian rapor yang menyebalkan. Ketiga dan semoga menjadi yang terakhir, sahabatnya belum bicara apa-apa. “Hoho! Lo jangan meninggal dulu, woi!”
Minho memejam dengan napas mulai beraturan. Ia tidak peduli dengan kerumunan penasaran yang melihatnya. Chan, hanya itu yang ia pikirkan. “Kenapa lo ngasih taunya dadakan, Chan? Gue kira, kita udah saling percaya ....”
“Minho kenapa, Jin?” Changbin datang membelah kerumunan. Catatan skor sepak bola masih berada di tangannya. Changbin berlari dari tugas kepanitiaan demi sang sahabat. Ia bahkan sampai melupakan panggilan Ayang yang biasa ia sematkan pada Hyunjin untuk menggodanya.
“Lo nggak lihat kalau Hoho mimisan kena bola? Udah gue bilang, dia jangan lo suruh turun lapangan dulu, Bego!” Hyunjin makin panas. Seluruh pasang mata yang menjurus pada mereka membuat Hyunjin makin kesal. “Bantu gue bawa Hoho ke UKS. Gue nggak suka jadi pusat perhatian.”
Hari terakhir class meeting yang seharusnya berisi pengumuman para pemenang lomba malah diwarnai dengan keributan.
.
“Kak Min, gue beliin makan, ya? Nggak biasanya lo yang paling sering ngingetin makan ini malah ngelewatin jam makan ....” Seungmin membiarkan Minho menggunakan bahunya untuk bersandar. Ia bahkan menepuk kepala Minho untuk menenangkannya. “Nanti lo malah pingsan, terus gue nggak tenang nyanyinya ....”
Minho menggeleng. Ia mainkan tisu yang semula menyumpal di lubang hidungnya. Minho seumpama anak kecil merajuk yang susah diatur kakak-kakaknya. “Nggak mau, gue belum selera makan. Gue beneran bakal makan, nanti.”
Seungmin ikut bersedih melihat kondisi sang kakak yang seperti ini. “Kak, kalau ini masih tentang Kak Chan, nanti gue temenin lo nunggu dia di luar kontrakan lagi, ya? Gue ajak Mas Abin sama Hyunjin juga.” Ia tidak berhenti mengelus kepala Minho, tidak berhenti untuk menjadi sandaran bagi Minho, tidak berhenti tenangkan Minho karena hanya itu yang dapat ia lakukan kini.
“Nggak usah, Mong. Nanti malah rame, terus bikin ribut di sana. Gue bisa nunggu dia sendirian.” Minho memejam. Pikirannya berkelana, tidak jauh dari sosok Chan. Pacarnya itu mendadak tidak bisa dihubungi dan kontrakannya selalu terkunci. Minho tidak menemukan kuncinya di tempat biasa sehingga ia mulai ketakutan.
Chan bisa saja telah pindah tanpa bilang-bilang.
“Kak, gue yakin Kak Chan lagi fase nenangin diri sekarang. Dia bakal muncul lagi, kok, buat nemuin lo.” Sayangnya, Seungmin dan yang lain belum mengetahui rencana kepindahan Chan itu. Mereka hanya tahu bahwa Chan lama absen tanpa kabar apa pun.
![](https://img.wattpad.com/cover/270954166-288-k193711.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MILD [Banginho/Minchan]
FanficChan tidak pernah berpikir bahwa ia akan menyukai teman sebangkunya. Pun, tidak pernah menyangka bahwa sering menghabiskan waktu bersama di kontrakan kecil dapat menumbuhkan rasa cinta. Tidak pernah. Tidak sama sekali. Apa lagi, dengan adanya tiga b...