“Kak, gue serius. Mending lo sekalian pindah ke sini aja, deh.”
Minho langsung menatap yang lebih muda dengan mata sengaja disipitkan. Pisau dapur ada di tangannya, bekas mengupas bawang sambil menonton televisi di ruang depan. Ucapnya tajam saat meminta pengulangan, “Lo ngomong apa, Mong?”
Seungmin otomatis mundur selangkah, tampak gentar. Meski begitu, kepala sengaja ia dongakkan, membuat kesenjangan besar badan mereka begitu kentara. “Lo lebih sering seharian di sini. Percuma lo bayar kamar kos yang nggak pernah lo tempatin, Kak.”
“Gue masih tidur di sana, kok.” Minho tertantang, terpanggil emosinya. Ia maju langsung dua langkah, tidak menyisakan tempat untuk Seungmin menghindarinya.
“Gue ngomong apa adanya, Kak.” Tidak adanya jalan untuk mundur tidak membuat Seungmin lantas terdiam. Ia memberanikan diri untuk mendorong tubuh Minho dengan agak kasar. Satu langkah pun kembali tersisa di antara mereka. “Lebih baik kamar lo dipakai buat orang yang lebih perlu.”
Changbin sebagai penonton mulai berancang-ancang melerai. Apa lagi, saat ia melihat wajah masam dari Minho, sang kawan. Namun, Seungmin tidak membiarkannya berbuat lebih jauh karena remaja yang paling muda itu belum selesai berbicara.
“Lo nggak tau, kan, Kak? Sekarang kosan lo pakai jam malam.” Seungmin mengikis jaraknya dengan Minho yang masih tersisa selangkah tadi, membuat Minho yang kini harus melangkah mundur.
“Gue tau. Peraturan itu udah lama dan gue masih bisa keluar masuk. Gue tau sandi gemboknya.” Minho berdecak saat punggungnya menabrak dinding yang dingin. Dengan tangan masih memegang gagang pisau, lelaki itu akan kembali mendorong Seungmin.
Saat itulah, Changbin segera mengambil langkah seribu. Ia memeluk Seungmin dari belakang, mengunci pergerakannya, kemudian menariknya agar menjauhi Minho. “Jin, tahan Minho!” Tidak lupa, ia meminta bantuan pada lelaki jangkung yang berada di kontrakan ini juga.
Hyunjin—lelaki jangkung itu—melangkah pelan, mendekati Minho yang mengeluarkan aura panas. Belum juga ia menyentuhnya, Minho sudah menoleh dengan wajah kejam. “Mau apa, lo?”
Hyunjin langsung mundur, berdiri di belakang Changbin yang kesusahan menahan Seungmin. Ucap si lelaki jangkung itu pada Changbin, “Lo aja yang nahan Hoho, deh. Momo biar gue yang jagain.”
Tangan panjang segera memeluk dua orang di depannya. Posisi sekarang adalah Hyunjin, Changbin di tengah, dan Seungmin paling depan. Changbin yang tergencet langsung berteriak, “Lo mau ngajak ribut, ha? Pergi lo! Katanya nggak mau jadi orang ketiga terus?”
Hyunjin terkekeh, tetapi belum mau melepaskan pelukan. Tangannya benar-benar sanggup mencapai Seungmin di depan. “Biar nggak tegang-tegang amat, lah. Lagian, gue seneng aja lihat lo kesel,” jawab Hyunjin dengan santai.
Dua orang itu, Changbin dan Hyunjin, langsung dorong-dorongan dengan satu tangan. Sementara, tangan yang lain masih setia menahan Seungmin di kedua sisinya. “Ngaku lo, sebenernya yang lo suka itu gue, kan?” tanya Changbin sambil mendorong wajah Hyunjin.
“Idih, kayak nggak ada yang lain aja.” Raut wajah Hyunjin berubah jijik saat mengucapkan kalimat itu. “Mending gue nunggu Jiji, Lixie, atau Ayen gede.”
“Ngomong sekali lagi, Jin.” Minho yang terabaikan kembali mengangkat pisaunya. Cahaya lampu memantul ke benda tajam itu, membuat Hyunjin refleks menunduk dengan badan setengah gemetar.
“Kak Min!” Satu kedipan dari Seungmin membuat Minho sontak terdiam. Seungmin tidak lagi berusaha melepaskan diri dari Changbin maupun Hyunjin. Ia lelah dan merasa semua itu hanya membuang tenaga. Maka, ia memilih berbicara dalam kondisi masih dipegangi kedua orang tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MILD [Banginho/Minchan]
FanfictionChan tidak pernah berpikir bahwa ia akan menyukai teman sebangkunya. Pun, tidak pernah menyangka bahwa sering menghabiskan waktu bersama di kontrakan kecil dapat menumbuhkan rasa cinta. Tidak pernah. Tidak sama sekali. Apa lagi, dengan adanya tiga b...