°• Prolog •°

3.6K 272 2
                                    

Sore itu.

Gemercik air langit menghiasi temaramnya Sang Bentala. Awan kelabu yang lembut terlihat menggulung-gulung terbawa angin kencang. Bukan hanya menyeret awan, namun menciptakan dingin yang merasuk ke dalam pori-pori, menimbulkan decakan dari insan-insan yang tersambar benda tak kasat mata tersebut.

Tapi, cuaca mencekam itu tak membuat gadis di sana melangkah pergi. Sepasang kakinya masih tegak menopang tubuh kecilnya. Matanya menatap lurus ke arah pagar yang usang dan lusuh. Ekspresinya tenang, siapa pun tidak dapat mengetahui apa yang sedang gadis itu rasakan. Mungkin, mereka hanya akan melihat seorang gadis yang tengah melamun di depan rumah sepi itu.

Gelap semakin menginvasi. Angin pun ikut membabi buta. Serta kilatan petir yang juga ikut menyabet langit di atas sana. Sepertinya, itu adalah upaya mereka untuk mengusir gadis tersebut dari tempatnya.

Tapi nyatanya semua hal itu tidak mempengaruhinya. Sia-sia sudah upaya mereka kala sebuah suara memanggil nama si gadis jelita tersebut. Sebuah panggilan yang akhirnya menyadarkannya dari keterdiaman semu.

Bola matanya mengikuti sumber suara yang selalu berhasil menenangkan keresahannya. Kakinya pun ikut berputar hingga menghadap pemuda yang berdiri jauh di ujung sana.

Keduanya terdiam sebelum akhirnya mereka saling melempar senyuman. Sampai tiba waktunya untuk gerimis datang menerpa bumi. Lambat laun gerimis itu menjelma menjadi ribuan butir air yang menyerbu ruang hampa bumi. Bersamaan dengan tetesan langit itu, kaki pemuda di ujung sana mulai melangkah. Ia mendekatinya tanpa ragu. Satu langkah, dua langkah, hingga langkah-langkah panjang berikutnya seolah menjadi pemutaran kaset-kaset lawas di benak gadis tersebut.

Langkahnya masih sama, suasananya pun sama, serta harum tubuhnya yang ternyata belum berubah sedikit pun. Potongan puzzle-puzzle itu kembali terangkai rapi seperti sedia kala. Kenangan itu lagi-lagi datang, menjulang ke permukaan hingga mengundang gelenyar aneh di dalam hatinya.

Grep!

Tanpa sadar, dirinya sudah berada di dalam pelukan hangat itu. Seperti beberapa saat lalu, potongan-potongan memori kembali menyapa. Sebab, hangat tubuhnya masih sama, memberi damai serta melindungi segenap resahnya. Usapan tangannya menghadirkan bahagia di setiap ruang hampa dalam hatinya.

Tuhan, apakah ini nyata?

°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°
To be continue

Bagian ini selesai ditulis pada Rabu, 16 Juni 2021 pukul 15.28 WIB. Jalan cerita ini ringan. Cerita yang memang klise. Jadi, kalian cukup menikmati alur ceritanya dengan santai. Jika kalian suka, silahkan berikan apresiasi kalian ke cerita ini. Dan apabila cerita ini tidak sesuai selera kalian, maka kalian boleh meninggalkan cerita ini dan mencari cerita-cerita di lapak lain yang sesuai dengan kriteria bacaan kalian. Tapi ingat, sekecil apapun itu, tolong berilah apresiasi kalian kepada penulis cerita yang karyanya sedang kalian baca:D❤️

Terima kasih❤️
Sampai jumpa di bab selanjutnya❤️

Salam hangat,
hotkopilatte_

Elegi & Tawa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang