[4] °• Sandal Jepit dan Permen Karet •°

765 90 4
                                    

Gulungan tipis awan kelabu kembali datang, menyapa bumi di jam empat sore. Rintikannya belum hadir, yang ada hanyalah angin dengan kecepatan sedang. Di teras rumah, bersama semua mendung itu, Keiyona duduk bersila dengan ditemani secangkir teh yang mulai dingin.

Hema dan Rama pulang jam setengah tiga tadi. Tugasnya sudah selesai. Jika kalian penasaran, apakah Hema ikut menghitung soalnya maka jawabannya adalah iya. Hema ikut menghitung.

Menghitung jumlah soal di dalam kertas.

Berguna sekali bukan?

Jangan heran, namanya juga Hema.

Lupakan tentang Hema. Karena kini Keiyona tengah harap-harap cemas menunggu kepulangan Mama-nya. Mama berangkat pukul setengah satu siang untuk mengantar pesanan kue, tapi sampai sekarang tak kunjung pulang juga. Ditambah lagi mendung semakin terlihat pekat, meningkatkan kabut cemas di hati Keiyona.

Pesanan kue Mama hari ini memang lebih banyak dari biasanya. Dan yang memesan pun masih disekitar kompleknya. Tak terlalu jauh. Tapi tetap saja, Keiyona cemas. Ditambah lagi, ponsel Mama tidak bisa dihubungi. Keiyona mengigit ujung kukunya sendiri, hatinya terus merapalkan doa-doa perlindungan untuk Mama.

Hingga rintik demi rintik mulai turun. Awalnya rintikan itu hanya air lembut yang menenangkan, tapi lama kelamaan air itu menjelma menjadi ribuan butiran yang menyerbu bumi. Kecemasan Keiyona pun semakin membabi buta. Tanpa berfikir panjang, ia meraih payung merahnya. Keiyona hendak mencari Mama.

Keiyona memakai sandalnya yang masih berjajar di teras. Sejurus kemudian, fokusnya teralihkan dengan sandal asing yang jaraknya tak jauh dengan sandal jepitnya. Keningnya mengerut, sandal berlogo api. Sandal siapa itu?

"Keiyona? Mau kemana sayang?"

Keiyona terperanjat kaget. Dilihatnya sang Mama bersama Hema yang baru saja masuk dari gerbang rumah. Hema nampak memayungi Mama-nya dengan payung berwarna hijau tua. Mengabaikan keterkejutannya, Keiyona memilih menyambut Mama-nya. Gadis itu melepas sandal jepitnya lagi dan kembali naik ke lantai teras.

"Mama kok baru pulang? Keiyona niatnya mau cari Mama. Hp Mama nggak bisa dihubungi dari tadi. Keiyona jadi takut Mama kenapa-kenapa!" jelas Keiyona panjang lebar.

Mama tersenyum. "Tadi emang pesanan kue Mama lagi banyak sayang, ditambah lagi Mama mampir ke Alfamart dulu buat beli bahan kue, jadinya telat deh. Terus waktu mau keluar dari Alfamart malah hujan."

"Terus HP Mama?" tanya Keiyona.

"HP Mama lowbat. Mama lupa charger tadi." Jawab Mama sedikit meringis dengan senyuman kaku.

Keiyona melirik Hema yang berdiri di samping Mama. Melihat tatapan Keiyona yang seolah meminta penjelasan pun akhirnya membuat Mama tertawa. "Oh iya lupa, dia Hema kan temanmu? Tadi dia nyamperin Mama ke Alfamart. Dia bilang kalo dia temanmu, terus nawarin diri buat nganter Mama."

Hema tersenyum manis kepada Mama. Terlihat kalem dan penyayang sekali, sangat berbeda dengan kelakuan dajalnya. Apakah dia sedang mencari muka di depan Mama? Aish, kenapa memikirkan itu membuat Keiyona kesal. Rasa-rasanya ia ingin mencubit pipi Hema kencang-kencang. Oohh tidak! Lihatlah, Hema menatap Keiyona dengan tatapan yang sangat meledek. Dia menjulurkan lidahnya kepada Keiyona.

Keiyona menatap Mama dengan sedikit kesal. "Terus Mama langsung percaya sama Hema? Gimana kalo Hema bohongin Mama?"

Reflek Hema mengusap dadanya. Lagi-lagi dirinya terdzolimi. Apakah tampangnya sekriminal itu? Sampai-sampai dirinya selalu mendapatkan fitnah kejam duniawi? Malangnya oh malangnya diriku!

Sedangkan Mama langsung mengerutkan kening. Alis Mama menukik heran. "Tapi dia nggak bohong kan? Dia memang temanmu. Buktinya kamu tau namanya?"

"Lagian Mama itu lebih berpengalaman dari kamu, Mama tau mana tampang penipu mana tampang anak baik. Ya masa muka polos kayak Hema penipu si." Mama memuji Hema, tentu saja Hema tersenyum malu-malu.

Elegi & Tawa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang