Tak terasa, Minggu kembali menyapa. Mungkin karena hari-harinya memang tak ada yang istimewa. Atau, belum mungkin? Semua masih terasa datar-datar saja.
Pagi kali ini, Keiyona sudah siap dengan setelan baju hangatnya. Dia di ajak sang mama untuk pergi ke pasar untuk membeli kue tradisional. Padahal kabut tebal memadati ruang bumi, membuat siapa saja menyipitkan matanya untuk menerawang objeknya. Jika bukan karena kue-kue kesukaannya, Keiyona pasti lebih memilih meringkuk di atas kasur dan bergumul dengan selimut Teddy Bear-nya.
Sesampainya di sana, mata Keiyona dimanjakan oleh jajanan-jajanan yang menggugah seleranya. Tidak sia-sia dia menerobos kabut tebal serta berperang dengan dinginnya pagi hanya untuk kue-kue lezat itu, pikirnya.
Keiyona membuntuti Mama-nya hingga berakhir di ujung stand- tempat langganan sang mama. Seperti biasa, kedua wanita paruh baya itu akan saling bertanya kabar terlebih dahulu. Sesekali Mama tertawa saat sang penjual tersebut mengatakan hal-hal jenaka. Keiyona pun sesekali tertawa atau pun tersenyum malu-malu, bukannya sombong tapi tak jarang beliau memuji dirinya.
Alis Keiyona bertaut, sedari tadi dia melihat-lihat kue yang tersaji. Tapi agaknya, kue favoritnya tidak ada di sana. Kue Talam. Kemana perginya kue menggiurkan itu?
Tak berlangsung lama, Mama akhirnya peka mengenai ketidakhadiran dari kue favorit Keiyona. "Bu, Kue Talam-nya hari ini kosong kah?" tanya Mama.
"Aduh, iya lupa. Kue Talam-nya tadi di borong Ibu-Ibu buat arisan katanya."
Mama mengangguk seraya ber-oh ria. Sedangkan Keiyona tanpa sadar menghela nafas lemah. Keiyona jadi membayangkan betapa lembutnya kue tersebut saat berada di mulutnya. Rasa manis dan gurihnya santan bahkan sudah terasa nikmat di bayangan Keiyona. Tapi, takdir berkata lain. Pagi ini, Keiyona tidak bisa menikmati lezatnya kue itu. Ia hanya bisa meneguk ludahnya bulat-bulat.
"Tapi kayaknya di tempatnya Pak Ojan masih ada si Bu. Coba liat ke sana aja, siapa tau masih."
"Di sebelah mana ya, Bu?" Keiyona teramat antusias.
"Dari sini, lurus aja terus, habis itu belok ke kiri. Di situ juga banyak jajanan kue tradisional."
Keiyona tersenyum seraya mengangguk. Ia menjulurkan tangannya kepada sang Mama. "Mah?"
Mama yang mempunyai tingkat kepekaan tinggi pun langsung mengeluarkan selembar uang dari dompetnya. "Ini, beli kue kesukaanmu. Mama tunggu di sini, ya?"
Lagi-lagi Keiyona mengangguk antusias. "Siap, Mah!"
Keiyona berjalan dengan tak sabaran. Mulutnya bersenandung pelan, tak peduli suasana pasar masih sangat ramai. Di depannya ada seorang pemuda yang berjalan sembari menuntun bocah bertopi- topi merah bergambar Power Rangers. Sedangkan pemuda itu memakai jaket hitam, topi hitam dan celana kolor merah.
Bisa dibilang jalannya lambat, mungkin karena langkah kaki pemuda itu menyesuaikan sang bocah. Awalnya Keiyona berniat mendahuluinya, karena dirasa terlalu lamban. Tapi karena pasar terlalu ramai jadi tidak ada ruang untuk dirinya mencuri ruang di antara kerumunan.
Mengesampingkan niatnya itu, Keiyona justru lebih tertarik mengamati interaksi yang menggemaskan. Ya, tanpa sadar, bibir Keiyona melengkung tipis begitu melihat anak kecil itu terus mengoceh. Sepertinya, makhluk mungil itu memiliki rasa ingin tau yang tinggi, tak jarang dirinya menunjuk benda-benda di stand dan menanyakannya kepada si pemuda di sampingnya.
"Bang, Bang! Yang itu apa?" tanyanya tampak girang.
Pemuda itu membekap mulut sang bocah. "Heh! Itu mah kepala gundul, Ken!" jawabnya panik.
Si Bapak Gundul yang mendengar pun lantas mengelus-elus kepalanya. Ia menatap keduanya dengan tatapan yang seolah berkata, sembarangan banget si kerdil bubuk boncabe!
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi & Tawa [Selesai]✓
Teen FictionElegi dan Tawa. Sebuah cerita klasik. Penuh kesederhanaan dengan warna berbeda-beda yang dibawa oleh setiap karakternya. Berlatar waktu beberapa tahun lalu kontan semakin membuat cerita ini menarik di setiap chapternya. Tiga anak yang memiliki kara...