[2] °• Satu Kelompok •°

1.1K 119 11
                                    

Mendung masih menguasai bumi. Sepertinya, awan-awan kelabu di atas sana sedang menyiapkan strategi untuk menjatuhkan tetesan air lagi. Tapi Keiyona bersyukur tentang itu, agaknya ia mengharapkan mendung kali ini untuk menyejukkan otaknya yang panas. Rapat Osis sudah berlangsung sekitar 15 menit. Rapat yang dimulai sejak jam istirahat pertama. Bukankah ini terdengar menyebalkan?

"Ada yang punya ide tambahan buat lomba tujuh belasan?" tanya Rama.

Rama melihat satu-satu anggotanya, hingga, "Keiyona?"

Keiyona yang tengah menyangga kepalanya seraya melihat awan dari jendela pun terkejut begitu Rama memanggil namanya. Seolah komando Rama adalah panggilan dari Panglima TNI, Keiyona langsung menegakkan duduknya dengan sikap sesempurna mungkin. Bahkan bayangan risol dan cireng yang sempat berputar-putar di kepalanya pun seketika buyar. Percayalah, Keiyona lapar, ia ingin jajan tapi Keiyona tak mungkin berlari ke kantin di saat rapat berlangsung seperti ini.

"Iya?"

Rama langsung menyandarkan punggung di kursi, kemudian ia bersedekap dada. "Kamu di sini tapi pikiran kamu kemana?"

Keiyona menelan ludahnya yang terasa kasar. "Maaf."

"Jadi, ada tambahan ide buat lomba?"

Otak Keiyona sangat buntu. Ia masih mencoba menetralisir degupan jantungnya. Hingga sebuah hidayah akhirnya datang, ia tak tau ini ide buruk atau tidak, tapi Keiyona mengatakan, "sepak bola pake daster?"

Anggota-anggota Osis lainnya sontak tertawa. Tapi, mereka bukan bermaksud mengejek ide Keiyona, hanya saja sebuah bayangan siswa laki-laki yang berlari dengan daster langsung terlintas di benak mereka masing-masing.

"Unik itu, Ram. Kayaknya bisa kita masukin lomba itu," sahut Dinda, selaku wakil ketua Osis.

"Iya, Ram. Lucu kayaknya deh." Moza selaku bendahara Osis pun ikut menyuarakan pendapatnya.

"Iya lucu di mata kalian. Yang laki-laki tersiksa weh!" Tono langsung memberi tatapan memelas.

Rama nampak berfikir sejenak, hingga akhirnya ia mengangguk. "Oke, kita masukin lomba itu." Keputusan Rama kontan membawa senyum puas dari Keiyona.

"Ada ide tambahan lagi?" tanya Rama.

Tono mengangkat tangannya. "Gimana kalo estafet koin, Ram?"

"Jelasin lebih detail!" perintah Rama yang nampak tertarik.

"Kurang lebih 8 anak yang harus ngelakuin ini. Setiap anak tangannya harus diikat biar nggak curang. Sedangkan koinnya mereka gigit dan oper ke rekannya lewat mulut. Dan siapa yang paling cepat, mereka pemenangnya."

Keiyona mengerutkan alisnya. "Gimana kalo koinnya kita ganti biskuit? Kayaknya, pake koin terlalu... beresiko?" ucapnya tampak ragu.

Tono mengangguk. "Oke juga, yang penting kita main di waktu. Cepet-cepetan sampai akhir."

Dhoni mengangkat tangannya. "Ram, aku ada tambahan!"

"Iya silakan?" jawab Rama.

"Kan ini permainan waktu. Siapa cepat dia dapat. Nah, kita kan pake biskuit, gimana kalo pas biskuitnya patah mereka harus ngulang dari awal? Jangan langsung di diskualifikasi. Gimana? Ya, aku rasa ini buat seru-seruan aja si."

Rama mengangguk, kemudian ia melihat anggota-anggota lainnya. "Gimana yang lain? Ada pendapat tentang lomba ini?"

"Setuju-setuju aja si, Ram."

"Hm, aku juga setuju."

"Aku juga nggak masalah si. Kayaknya ini asik."

Rama mengangguk. "Oke, estafet biskuit kita masukin ke list lomba."

Elegi & Tawa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang