[24] °• Mantra Dan Perayaan Patah Hati •°

431 63 2
                                    

Banyak ketidakmungkinan akhirnya menjadi mungkin karena garis takdir. Contoh familiar, sayur di pegunungan saja bisa bertemu ikan laut di pasar. Jika dipikir lagi, memang iya. Ada keindahan yang hanya mampu dilihat melalui garis tangan. Takdir yang menemukan titik demi titik hingga akhirnya menuntun langkah di pelabuhan.

Lagu Perahu Kertas karya Maudy Ayunda mengalun di antara senggangnya malam dan bintang. Merapatkan melodi dersik-dersik dedaunan. Menyumbangkan ritme alam dari cicitan burung, mungkin mereka tengah mengucapkan selamat malam. Selamat beristirahat untuk raga dan jiwa yang lelah. Manis sekali.

Malam berani bertaruh, takdir memang memiliki banyak jalan untuk mempertemukan raga-raga yang mendekap luka. Entah untuk saling menyembuhkan, atau memberikan satu jawab mengapa ada titik temu diantara semu. Pada sisa angin yang meliukan dedaunan, langkah-langkah kecil itu meraba rerumputan.

"Ayok, mending kita cari buku yang lain aja gimana?" adalah ajakan Keiyona setelah Hema mulai terdiam. Bocah itu merengek sedari tadi sebab buku-buku yang di cari tak kunjung ia dapatkan.

"Tapi penginnya itu."

Giliran Rama yang merotasikan bola mata jengah. "Lo mau cari sampe jadi aki-aki beruban pun nggak akan nemu buku itu!"

"Dih kata siapa, ada kok!"

"Beneran ada?" tanya Keiyona yang juga mulai lelah, hampir 2 jam mereka berjalan-jalan menyusuri bazar hanya untuk menemukan buku yang Hema cari-cari.

"Mantra mujarab menjadi duyung tampan?" Rama mempertanyakan kembali judul yang di cari Hema.

Hema mengangguk antusias. Sedangkan Rama terlihat semakin jengkel. "Ntar yang ada lo jadi dugong kalo mantranya gagal!"

"Nggak akan!"

"Seyakin itu?"

"Iya lah, gue pernah buktiin sendiri!"

"Terus lo jadi duyung?"

"Jadi penyu."

"Tuh kan!"

"Ya jadi duyung lah! Dibilangin mantra jadi duyung ya jadi duyung!" tutur Hema.

Di sana Keiyona betulan memijit keningnya, teramat pusing dengan perdebatan yang dilakukan Rama dan Hema.

"Ya udah oke, jadi kamu mau gimana sekarang?" tanya Keiyona.

"Mau cari buku itu sampe dapet."

"Cari sendiri sono di belahan pantat lo!" kesal Rama, yang langsung mendapatkan ancaman bogeman dari Hema.

"Lagian kamu pernah coba mantra itu kapan? Kok wujudnya gini-gini aja?" heran Keiyona.

"Iya tetep jelek," sahut Rama dengan santai.

"Oasuu!" melayangkan kalimat kasar di hadapan Keiyona bukanlah sesuatu yang direncanakan. Bahkan sebisa mungkin, Hema menahan diri agar image nya tetap baik dan layaknya seorang anak laki-laki polos. Tapi berhubung mulut Rama sekali ngomong bau tai, Hema pun sudah tidak bisa mengerem mulutnya.

"Hema!" Keiyona melotot garang.

"Hehe, maap kelepasan."

Lantas, tatapan Hema mengawang ke atas, "jadi, ini semua itu bermula waktu aku lagi capek-capeknya sama hidup."

"Capek jadi penyu?" tanya Rama.

Hema langsung tersenyum penuh paksa. "Ram, nggak usah mulai," ucapnya tertahan.

"Oke sorry. Lanjut."

"Malam itu, aku memutuskan buat membersihkan semua jejak-jejak kotor yang ada di badan. Jejak tai kambing, karena habis lari-larian sama Kenzo di kejar kambing tetangga. Jejak tai ayam yang berceceran di belakang rumah Pak Slamet, karena habis nyoba nyabut bulu ayam terpanjang punya Pak Slamet. Dan membersihkan diri dari sisa-sisa kotoran..."

Elegi & Tawa [Selesai]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang