Instagram : aksaralatte
🌧️
Gerimis menjadi sisa hujan sore ini. Meski tanda-tanda hujan akan kembali membawa dingin ke penjuru ruang semesta. Sebab mendung hitam itu mengelilingi langit, meneduhkan panas yang Kenzo rasakan. Hawa panas dari kakak laki-lakinya itu menjalar dengan begitu saja. Hema kini tengah berjalan di depan Kenzo, dimana Kenzo hanya bisa tertunduk lesu seraya menahan mati-matian agar air matanya tak jatuh. Tapi nyatanya usaha Kenzo berujung sia-sia, sebab isakan kini datang tak tertahankan.
Mendengar suara tangisan dari belakang, Hema pun membalikan badan. Menatap Kenzo dengan kebisuan. Sedangkan yang ditatap kian menunduk dalam.
"Ab-bang j-jangan natap Kenzo kayak gitu, Kenzo takut," ucap Kenzo ditengah isakan.
"Emang abang natap Kenzo kayak gimana?"
"K-kayak mau ngelempar Kenzo ke kandang buaya punya Pak Slamet," cicitnya, karena Kenzo yang memang sangat takut dengan peliharaan tetangga komplek yang satu itu.
"Kenzo lupa belum ngucapin mantra ke abang," ucap Hema, masih sama dengan sebelumnya. Tenang. Tidak ada intonasi naik pada suaranya.
Kenzo mendongak. "Maaf abang, maaf Kenzo salah," ucapnya pelan.
Setelah kalimat ajaib itu terlontar, Kenzo merasakan hawa disekitarnya tidak terlalu mencekam seperti sebelumnya. Lalu pada gerimis yang kembali menderas, Hema berjalan mendekati Kenzo. Pemuda itu berjongkok di hadapan sang adik seraya mengelus singkat puncak kepala Kenzo.
"Sini pakai mantel Pororo-nya Kenzo dulu," dengan telaten, Hema memasangkan mantel milik Kenzo. Dimana payung kuningnya ia biarkan terhimpit antara pundak dan tulang rahang bagian kanan agar tak geser kemana-mana.
"Abang masih marah, ya?" tanya Kenzo.
"Kapan abang marah?" tanya Hema lembut seraya meresleting mantel Kenzo.
"Tadi, abang diemin Kenzo."
"Itu tandanya marah?" Hema justru balik bertanya.
Kenzo mengangguk polos. "Iya."
"Ooh berarti iya tadi abang marah. Cuma udah lupa," Hema segera menyahuti begitu Kenzo tampak semakin merasa sedih.
"Kok cepet banget lupanya?" tanya Kenzo.
"Iya kan Kenzo udah sihir abang pake mantra," jawab Hema seraya bangkit dan menuntun Kenzo. Mereka berjalan di bawah hujan yang menderas.
Kenzo mendongak seraya memberi tatapan penuh selidik. "Abang bohong ya? Pasti masih marah tapi ditahan."
"Kenzo emang liat hidung abang memanjang kayak Pinokio?"
Kenzo menggeleng. "Enggak."
"Ya berarti abang nggak bohong."
"Tapi takutnya diem-diem abang ngutuk pantat Kenzo biar kelap-kelip," cicit Kenzo.
"Udah tadi," gumam Hema yang masih bisa di dengar oleh Kenzo.
"Tuhhh kannn! Abanggg ih! Kenzo nggak mau punya pantat kelap-kelip, nanti heboh banget kek lampu terasnya Babeh Samsul!"
Hema lantas tergelak. Sedangkan Kenzo mengerucutkan bibirnya lucu. Dia betulan ketakutan kalo-kalo pantatnya kelap-kelip seperti lampu pesta di ulang taun Mas Jarwo, komplek sebelah. Atau lebih parah lagi, Kenzo takut pantatnya konslet saking hebohnya berkelap-kelip dan meletus. Lalu setelah meletus, pantat Kenzo pun berubah hitam karena gosong, persis seperti panci kecil yang selalu abang Hema gunakan untuk memasak mie. Panci yang katanya sudah ada sejak jaman purba, jauh sebelum Kenzo lahir ke dunia. Ck manusia pra-aksara bernama Hema itu memang suka berlebihan. Tapi masih tentang kelap-kelip si pantat, Kenzo masih ketakutan setengah mati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elegi & Tawa [Selesai]✓
Teen FictionElegi dan Tawa. Sebuah cerita klasik. Penuh kesederhanaan dengan warna berbeda-beda yang dibawa oleh setiap karakternya. Berlatar waktu beberapa tahun lalu kontan semakin membuat cerita ini menarik di setiap chapternya. Tiga anak yang memiliki kara...