"ARGH!"
PYARR!!
Amarah Taehyung meledak malam itu, ia putuskan untuk menumpahkannya di dalam kamar. Ia berantakkan seisi kamar, memecahkan cermin di dinding dengan tangan kosong bahkan tak jarang memukul dinding dengan tangannya yang sudah mengeluarkan banyak darah. Ia marah, sangat ... bagaimana bisa mereka melakukan hal itu padanya? Tidak ... tidak ada yang boleh memiliki Minjung selain dirinya.
"Minjung hanya milikku, brengsek!!" Lagi ... Taehyung tak habis menumpahkan amarahnya di sana, ia melempar semua benda yang ada di hadapannya. Memberantakan isi kamar pun menghancurkan benda apa pun yang tak luput dari pandangannya. Ia benar-benar marah.
"Tidak ada yang boleh mengambil Minjung dariku!" Teriakan kembali menguar, mengisi ruangan kedap suara itu sebelum suara pecahan kaca kembali terdengar nyaring.
.
."Kau dan Seok Jin pernah menjalin hubungan selama 3 tahun." Minjung menatap Irene yang saat ini tengah duduk di hadapannya, menatap sendu ketika ia mulai menceritakan masa lalu Minjung. Beberapa memori yang mungkin bisa membuat Minjung mengingat semuanya.
"Aku? T-tapi bagaimana bisa semua ini terjadi? Maksudku tentang kematian Seok Jin dan juga aku yang tiba-tiba menikah dengan Taehyung?" Irene tersenyum simpul kemudian melipat kedua tangan di depan dada, "Bukankah semua itu berjalan sesuai dengan rencanamu?"
"Kau memang tidak membunuh Seok Jin dengan kedua tanganmu, tapi ... kaulah penyebab kematian Seok Jin," kata Irene lagi dan kali ini Minjung kembali menautkan alisnya. Entahlah ... tapi ia benar-benar tak bisa mengingat apa pun, bahkan setelah Irene menjelaskan sedikit memori lamanya.
"Kau tidak sedang berpura-pura, bukan?" Minjung tercekat ketika Irene berujar penuh selidik. Sementara wanita Park itu masih memasang mimik kebingungan, ia benar-benar tak mengerti.
"Apa maksudmu?" kata Minjung kembali bertanya. Wanita cantik berusia 30 tahun itu terkekeh muak, lantas memalingkan wajahnya.
"Kau bahkan jauh lebih cerdik dari seekor kancil. Sayangnya aku tidak memiliki banyak waktu untuk mengikuti semua sandiwaramu," kata Irene lalu berdiri dan berniat pergi sementara Minjung lekas menahan tangannya, menatap Irene dengan tatapan memohon.
"Aku sangat membutuhkanmu, Irene- ssi. Tolong?" Sempat menatap Minjung sebentar, ia merasakan hal aneh ... hal lain, wanita itu. Wanita yang saat ini sedang memohon padanya, ia seperti bukan sosok Minjung yang pernah ia kenal. Mereka ... seperti dua sosok yang sangat berbeda.
"Kita bicara lain kali." Irene menghempas tangan Minjung kemudian lekas pergi dari sana.
Wanita Park itu hanya bisa menghela nafas, berdecak sembari mendengus kesal, "Kenapa aku tidak bisa mengingat apa pun. Ck, kurasa aku butuh orang lain, seseorang yang dekat dengan Seok Jin atau mungkin aku. Ya! Aku membutuhkan orang lain," simpulnya kemudian meraih tas dan pergi.
.
.Pagi kembali datang, Taehyung sudah siap di meja makan dengan mimik datar andalannya. Ia hanya menatap bagaimana para pelayan menata makanan di hadapannya, beberapa dari mereka sesekali nampak memperhatikan tangan Taehyung yang terluka lumayan parah, tak jarang menawarkan agar tangannya diobati namun pria Kim itu tetap menolak.
"Oppa selamat pagi!" Sama seperti hari-hari sebelumnya, sapaan Haewon menjadi penyemangat tersendiri untuk Taehyung. Mengulas senyum seadanya, ia memperhatikan bagaimana sang adik meletakkan tas di kursi lalu mengedarkan pandangannya.
"Di mana eonni?" Pertanyaan yang sama selalu keluar ketika Haewon tak mendapati sosok cantik yang beberapa minggu ini resmi menjadi kakak iparnya.
"Duduk, kita makan." Haewon mencebik kesal ketika reaksi kakaknya masih tetap sama, semenjak ia menikah dengan Minjung, segala sikap sang kakak berubah. Taehyung hanyalah sosok monster bagi Haewon saat ini.
"Eonni!" Gadis kecil itu berlari ke seluruh ruangan, membuka pintu kamar Minjung tapi tak mendapati ia di sana. Taehyung masih menahan amarahnya, menatap bagaimana sang adik sibuk membuka kasar setiap pintu dan berteriak memanggil nama Minjung.
"Minjung eonni!!" Lagi ... ia berteriak keras, hingga seorang pelayan yang sadar jika sebentar lagi Tuannya akan marah kini mendekati Haewon yang hampir menangis.
"Kita duduk, ya, Nona? Sarapan sudah siap," bujuk wanita paruh baya itu namun Haewon malah berontak, ia kesal karena tak bisa menemukan Minjung.
"Tidak mau!!"
PYAR!!
Haewon melangkah mundur ketika berteriak marah hingga menjatuhkan sebuah guci sampai salah satu benda kesayangan Taehyung itu pecah. Sekarang habis sudah kesabaran Taehyung, ia berdiri dan menggebrak mejak keras.
BRAK!
"KIM HAEWON, CUKUP!" Gadis manis itu tercekat ketika sang kakak berteriak keras, beberapa pelayan mulai merangsek mundur saat amarah Tuannya mulai tak terbendung lagi.
"Kenapa terus berulah dan menanyakan hal yang tidak penting?!! Tidak tahukah kau betapa merepotkannya membesarkanmu?! Sekarang ini yang bisa kau berikan padaku?!! Aku hanya memintamu untuk menurut tapi kau selalu melawan!!" Tangisan Haewon pecah ketika Taehyung mengatakan beberapa hal yang berhasil menembus hatinya.
"Hiks ... tapi Haewon juga tidak minta dibesarkan oleh oppa! Hiks ... Haewon tidak minta dilahirkan sebagai adik oppa! Hiks ... Haewon terus mencari Minjung eonni karena hanya eonni yang bisa mengerti Haewon! Hiks ... Haewon tidak mau Minjung eonni pergi seperti Seok Jin oppa! Hiks ... Taehyung oppa jahat! Hiks ... Taehyung oppa monster!" kata Haewon sambil sesenggukan kemudian lekas berlari ke kamarnya, membanting pintu dan berteriak keras bahwa ia sangat membenci Taehyung.
Taehyung menyesal, semua perkataan bodohnya keluar begitu saja hingga ia menyakiti hati adiknya. Ia benar-benar tak bermaksud membuat Haewon merasa tak dibutuhkan, ia hanya lelah ... ia kesal karena Minjung lebih memilih pergi dengan orang lain.
"Sialan!" umpatnya kemudian menaiki anak tangga untuk masuk ke dalam kamarnya.
.
."Terimakasih, Nyonya. Silahkan datang kembali." Minjung membungkuk hormat ketika ia baru saja melayani seorang customer yang kala itu membeli beberapa pakaian dari brand tempatnya bekerja. Wanita paruh baya itu mengulas senyum ramah sebelum akhirnya pergi dari toko, sementara Minjung kembali ke tempatnya bekerja, menata beberapa pakaian yang berantakan sampai telinganya mendadak berdengung.
Kepalanya tiba-tiba dihantam nyeri, perutnya terasa seperti diaduk, disusul setetes darah turun membasahi keramik tempatnya berpijak.
"Sial," gumam Minjung.
"Astaga! Minjung, kau berdarah!" Hyejung yang saat itu kebetulan lewat untuk melakukan pengecekan barang lekas menghampiri salah satu karyawannya. Wanita Park itu lekas menyeka darah di hidungnya sembari tersenyum simpul, "A-aku baik-baik saja, Nona," katanya sembari terus menghindar dari Hyejung.
Shin Hyejung juga tak tinggal diam, ia berhasil menggenggam lengan Minjung lembut, menatap wajah pucat itu cemas.
"Apa yang terjadi?" Minjung tak dapat mendengar apa pun, kepalanya dihantam sakit hingga telinga, alhasil ia hanya menggeleng dan terus mencoba untuk pergi.
"A-aku harus ke toilet," katanya lantas melepas diri paksa dari Hyejung, berjalan sempoyongan dengan pandangan mengabur hingga kedua kakinya sudah tak mampu untuk sekedar menopang tubuhnya.
Tubuh Minjung ambruk, namun tak sampai menghempas lantai sebab Jungkook telah lebih dulu datang dan menangkap tubuhnya. Dengan sisa kesadaran menipis, Minjung bisa melihat raut wajah cemas atasannya, pria itu menatapnya penuh kekhawatiran hingga kedua mata Minjung benar-benar tertutup. [♡]
Cuman mau bilang,
Ken sayang kalian 😚

KAMU SEDANG MEMBACA
Someday
FanficHari itu seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi Park Minjung. Namun, di malam seharusnya ia menikmati hari pertama sebagai Nyonya Kim. Suaminya, Kim Taehyung justru dengan tega menyeretnya ke sebuah kelab malam dan menyerahkan istrinya pada pri...