Siang itu, Jungkook memang memutuskan untuk sekedar berjalan-jalan keluar dari departmen store milik Ayahnya. Sebentar lagi jam makan siang tiba, entah kenapa ia jadi merindukan masakan mendiang tunangannya. Ya ... seorang gadis muda yang beberapa bulan lalu dinyatakan meninggal setelah mengalami kecelakaan tunggal. Jungkook berdiri di antara kerumunan orang-orang yang berniat menyebrang ke sebrang jalan raya. Ia menyurusi jalan raya ketika lampu lalu lintas menyala merah, berjalan santai sebelum akhirnya sampai di sebrang jalan. Berniat kembali melanjutkan langkahnya menuju sebuah restoran, namun niatnya ia batalkan ketika orang-orang nampak meneriakkan sesuatu pada sebuah objek.
Jungkook memutar tubuhnya, kembali menatap ke arah sebrang jalan raya ketika menyadari tatapan orang-orang mengarah ke sana.
Sempat terdiam, Jungkook yang kala itu masih tak mengerti keadaan yang sedang terjadi hanya bisa terdiam sebelum suara klakson kendaran berbunyi nyaris di waktu yang hampir bersamaan. Kedua mata Jungkook sontak mengarah pada papan angka yang kini sudah sampai pada hitungan mundur ke 15. Lalu matanya berpindah pada sosok wanita yang tengah tersungkur di ujung jalan, ia tak bergerak sama sekali meski pun suara klakson dan orang-orang seolah saling berlomba untuk menyuruhnya lekas berdiri. Ia akan mati jika tak seorang pun membantunya.
Tanpa berpikir lagi, Jungkook lekas berbalik arah ... berlari secepat yang ia bisa untuk menyelamatkan wanita itu. Menarik baju bagian belakangnya sebelum membopongnya dan membawa ke tepi jalan.
Saat itu Jungkook menyadari satu hal, wanita itu seperti sedang kesakitan. Terlepas dari itu ... wajahnya. Mereka seperti pernah bertemu sebelumnya.
"N-nona ... kau baik-baik saja?" tanya Jungkook hati-hati. Tak ada jawaban, kedua mata wanita itu hanya mengerjap beberapa kali sebelum tertutup sempurna dan berhasil membuat Jungkook panik, lalu berakhir berteriak meminta pertolongan.
.
."Apa kau kerabat Nyonya Kim?" Jungkook masih terdiam, menatap seorang dokter di hadapannya kemudian beralih menatap wanita bermarga Kim yang tengah tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit.
"Sekitar 1 jam yang lalu Nyonya Kim datang kemari untuk memeriksa keadaannya. Dia mengidap tumor otak stadium 4 tapi menolak untuk melakukan operasi dan pengobatan apa pun. Dia bilang tidak ingin berusaha agar sembuh sementara sisa waktu yang dia punya hanya sekitar 4 bulan. Rasa sakit yang menyerangnya baru saja, bisa datang kapan pun jika pasien tidak melakukan pengobatan. Kuharap kau bisa membujuknya untuk segera melakukan pengobatan," jelas sang dokter panjang lebar sementara Jungkook tetap terdiam, menggenggam 2 buah amplop yang ia bawa bersama Minjung tadi.
"T-tuan? Kau mendengarku, bukan?" Pria Jeon itu terkesiap, lalu lekas mengangguk, "Aku akan bicara padanya." Jungkook juga heran kenapa ia bisa menyanggupi perkataan dokter itu? Saat di sisi lain, ia sendiri bahkan tak mengenal wanita malang itu?
Atau mungkin karena Hwayeong?
Mereka memiliki penyakit yang sama, tapi Jungkook lekas menampik pikirannya yang tak karuan, wajah mereka bahkan tidak mirip sama sekali ... sangat berbeda.
Jungkook menatap sebuah amplop yang terlihat lebih besar setelah dokter dengan name tag Namjoon itu pergi meninggalkan ruangan bersama seorang perawat, di bagian luarnya tertera nama dan nomor ponsel membuat Jungkook cepat memastikan jika yang ia pegang adalah surat lamaran pekerjaan. Ia mengulas senyum tipis, kemudian meletakkan amplop yang ukurannya lebih kecil di atas nakas.
"Maaf harus lancang melakukan ini, Nona," katanya kemudian pergi membawa amplop besar milik Minjung.
.
.Jungkook duduk di dalam ruangannya tepat setelah beberapa menit kembali dari rumah sakit. Ia menatap amplop berwarna cokelat yang sengaja ia letakkan di atas meja kerjanya. Jemarinya mengetuk meja beberapa kali, sebelum suara ketukan pintu membuatnya tersadar dari lamunan.
Jungkook mengangguk, memberi isyarat agar salah satu pekerjanya itu masuk ke dalam ruangannya.
"Tuan Jeon memanggil saya?" Jungkook mengangguk, membenarkan kemudian lekas menyerahkan sebuah amplop milik wanita bernama Park Minjung itu pada salah satu manager bagian di tempatnya mempimpin.
"Cari satu posisi untuknya, apa saja," perintahnya terdengar mutlak membuat gadis cantik bernama lengkap Shin Hyejung itu menautkan alisnya sedikit bingung, "Y-ya?" Ia mengulang guna memastikan bahwa pendengarannya tak sedang terganggu.
"Aku ingin wanita itu dipekerjakan di sini. Aku tidak perduli posisinya, hari ini hubungi dia dan pastikan posisinya besok ... aku ingin melihatnya bekerja." Lagi ... Jungkook memerintah tanpa ingin mendengar sanggahan apa pun namun Hyejung masih belum bisa mencerna perkataan atasannya dengan baik.
"Tanpa interview, Tuan? T-tapi--"
"Aku sudah selesai bicara, kau boleh keluar, Nona Shin." Kedua bibir Hyejung sontak terkatup rapat, ia mengangguk, membungkuk hormat lalu lekas pergi membawa sebuah amplop dari anak pemilik departmen store tersebut.
Jungkook menghela nafas pelan, menatap ponselnya dalam diam. Menyalakannya kemudian mengulas senyuman ketika menatap fotonya bersama sang tunangan sebagai layar utama, "Apa aku terlihat egois sekarang? Kurasa aku mulai gila, Sayang," gumamnya bermonolog pada diri sendiri.
.
.Wanita itu, Cha Junghwa tengah duduk dengan memangku semangkuk popcorn di depan televisi ketika kekasihnya sibuk membersihkan diri di kamarnya yang terletak di lantai 2 bangunan mewah yang lebih cocok disebuat sebagai istana dari pada rumah.
Mungkin, terlahir dan bertemu dengan Kim Taehyung adalah hal paling indah yang pernah terjadi dalam hidup Junghwa. Baginya, Taehyung adalah satu-satunya pria yang membuatnya mengerti arti dari cinta itu sendiri karena Taehyung, ia mampu menjalani harinya sampai sekarang.
Tok ... Tok ...
Lamunan Junghwa buyar ketika 2 ketukan mendarat manis pada daun pintu kediaman kekasihnya. Sempat menatap sekeliling, setelah memastikan Taehyung tak ada di sana, ia lekas meletakkan semangkuk popcorn yang sedari tadi menemani acara menonton televisinya. Berdiri dan berjalan menuju pintu, sempat terdiam ketika mendapati seorang wanita berdiri di luar sana.
"K-kau siapa?" Wanita yang nampak asing dan tak baik-baik saja itu berujar lemah membuat Junghwa menautkan alisnya. Bukankah pertanyaan itu yang harusnya keluar dari bibir wanita Cha tersebut?
"Aku..."
"Kau sudah pulang? Masuk, kita harus bicara!" Taehyung berujar tiba-tiba ketika kedua kakinya sibuk menapaki satu persatu anak tangga. Berbeda dengan Junghwa yang masih bingung, Minjung malah bergetar ketakutan ketika perintah Taehyung terdengar mutlak dan penuh penekanan di setiap katanya.
"Taehyung, tapi siapa dia?" Sang pria mengulas senyum lembut, menatap Minjung yang tertunduk takut kemudian ia merangkul bahu Junghwa, "Dia? Bukan siapa-siapa..." Ia menjeda sebentar sembari memperhatikan Minjung.
"Dia pembantu baruku dan sekarang aku harus bicara dengannya," lanjutnya yang ternyata berhasil menembus hati Minjung.
"Lebih baik menonton televisi di kamarku, aku akan menyusul setelah berbicara padanya." Junghwa mengangguk kemudian lekas menjauh dari mereka berdua.
Sementara Minjung masih memainkan jemarinya takut, menunduk dalam dan tak berani menatap suaminya.
"Masih ingin berdiri di sana?" Minjung menatap Taehyung ketika pria itu berujar lagi. Sang pria mendengus kesal ketika tak mendapat jawaban apa pun dari lawan bicara.
Tanpa aba-aba, Taehyung lekas menarik lengan Minjung untuk masuk, menyeretnya ke kamar Minjung sebelum menutup pintu dan meninggalkan teriakan, lagi. [♡]
Astaga maaf banget Ken ngaret updatenya but yeah aku bakal usaha update terus sampai end meski pun ga bisa fast update ya, jadi sebisa mungkin stay tuned di ff ini, Sweetie 😙💜😉
Sayang kalian banyak-banyak 😍 *muah 😗

KAMU SEDANG MEMBACA
Someday
Fiksi PenggemarHari itu seharusnya menjadi hari paling bahagia bagi Park Minjung. Namun, di malam seharusnya ia menikmati hari pertama sebagai Nyonya Kim. Suaminya, Kim Taehyung justru dengan tega menyeretnya ke sebuah kelab malam dan menyerahkan istrinya pada pri...