4. Tuduhan Bodoh

113 30 38
                                    

"Berjanjilah padaku dulu."

Humor Yuna jadi muncul karena mendengar Jaebum yang mengeluarkan suara lembut dan manis seperti itu. Sedikit merasa jahat karena menertawakan orang frustasi di situasi serius. Habisnya laki-laki itu lucu dan membuat Yuna tak habis pikir dengan kelakuannya.

Yuna akhirnya mengangguk dan berjanji untuk melupakan dan merahasiakan sesuai harapan Jaebum. Wajah pias dan marah yang sedari tadi Jaebum tunjukkan pun lenyap sudah. Lelaki itu merasa lega dan memejamkan mata bersyukur.

"Sepenting itukah urusanku bagimu? Aku masih belum paham tentang semua yang kau lakukan selama ini," kata Yuna.

"Ya, sepenting itu," balas Jaebum.

Mereka berdua duduk berdampingan dengan punggung masing-masing yang menyandar ke dinding. Yuna meluruskan kedua kakinya, sedangkan Jaebum duduk dengan gaya pria pada umumnya, kaki kanan selonjor dan lutut kaki kirinya ditekukkan ke atas.

Yuna menengadahkan kepala, menatap langit biru. Sinar mataharinya tidak menyengat. Cuaca hari ini juga pas, tidak panas, dan tidak dingin. Ia melihat dari ekor mata kirinya, kalau Jaebum juga melakukan hal yang sama.

Keheningan menyelimuti mereka untuk beberapa saat. Sampai akhirnya, tawa kecil Yuna memecahnya. Memang dari tadi kerjaannya hanya tertawa, tetapi dia tidak gila. Yuna tertawa karena berpikir kalau tembok taman sekolah ini adalah saksi bisu kemarahan dari seorang Lim Jaebum yang nyaris menempelkan wajahnya pada Yuna.

Itu adalah tindakan yang tidak bisa dipercaya dan sama sekali tak pernah terbayangkan oleh Yuna. Mungkin, Jaebum adalah orang yang to the point saat marah. Orang seperti itu tidak peduli apa yang dipikirkan orang yang membuatnya marah, asal orang itu dapat ketakutan dan menunduk padanya. Mungkin pola pikirnya seperti itu. Tidak tahu juga, sih, Yuna hanya menebak.

Tadinya, Yuna memang ketakutan. Tapi jika dipikirkan lagi, itu sangat lucu. Padahal jelas-jelas Jaebum sudah menyakitinya sedikit karena membuat punggungnya perih akibat terbentur dinding. Yuna yakin pasti ada lecet di sana. Oh iya, jangan lupakan bahwa jari-jari kakinya yang sedikit berdenyut karena baru saja diinjak lumayan keras oleh Jaebum.

"Kenapa tertawa sendiri?" tanya Jaebum dengan nada datarnya.

Sungguh, Yuna masih belum tahu sifat lelaki ini. Terkadang dia normal, kadang hangat, dan kadang kelewat dingin. Dia seperti punya kepribadian ganda, atau kepribadian tumpuk tiga sekalian.

"Hanya menertawakan tembok yang harus menjadi saksi kalau kau membuat jantungku meledak beberapa saat lalu. Kasihan, tembok," ucap Yuna asal.

"H-hah?" Jaebum kebingungan, membuat Yuna kembali terkikik karena gemas.

"Ah ... itu, aku emosional. Aku minta maaf karena membuat jantungmu meledak. Aku tidak ada maksud apa-apa selain membuatmu tertekan dan menurut," jujur Jaebum.

"H-hah?" giliran Yuna yang berucap 'hah?'

Itu berarti tebakannya benar saat Yuna berpikir tentang sifat Jaebum yang akan melakukan apa pun untuk orang yang membuatnya marah agar menjadi takut dan tertunduk.

Jaebum menatap Yuna dan tertawa karena 'hah?' dari Yuna. Yuna pun ikut-ikutan tertawa lagi. Dan tawa mereka berdua berlanjut tanpa adanya humor yang jelas. Tapi, ini menyenangkan. Yuna dan Jaebum tertawa dengan kompak serta menjadikan langit biru sebagai tontonan. Yuna harap, langit tidak akan marah karena mereka tertawa di saat ia tidak melawak.

Sudah dua puluh menit Yuna dan Jaebum menghabiskan waktu istirahat bersama untuk pertama kalinya tanpa ditemani satu pun makanan. Dan Yuna baru merasa lapar sekarang.

Waktu istirahat yang dijatah empat puluh menit oleh sekolah, kini tersisa dua puluh menit lagi. Sebenarnya cukup untuk pergi ke kantin dan mengisi perut, tapi dia terlanjur malas, dan Jaebum juga sama malasnya dengan Yuna.

Werewolf [The Lorzt's Regulation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang