15. Malam Bulan Purnama (2)

88 21 6
                                    

"Ayo pergi––akh!"

Jaebum dibuat mengumpat dalam hati. Dia sedang membantu Yuna untuk berdiri, tetapi melupakan fakta bahwa dirinya sendiri juga tengah terluka. Dan bunyi krek dari bahunya, membuat ia tak dapat menahan jeritan yang keluar dari mulut. Sial ... ini sangat memalukan!

Yuna spontan menahan tubuh Jaebum yang hampir roboh, lalu mendongakkan kepala untuk menatap wajah Jaebum. "Yak! Kau terluka lagi? Di bahu? Ini parah! Apa yang terjadi? Pelan-pelan, jangan bergerak tergesa!"

"Kau baik-baik saja?" tanya Jaebum peduli, mengabaikan rentetan kalimat yang dikatakan Yuna sebelumya. Dapat ia lihat kalau wajah Yuna memar lagi sekarang, padahal sebelumnya dia juga punya memar yang belum mereda sepenuhnya. Jaebum tentu tidak tega, dan entah kenapa terbesit rasa benci melihat memar separah itu di wajah Yuna. Apa salah Yuna sampai harus mendapat itu semua? Ditambah ia baru saja dipukul oleh seorang werewolf walaupun hanya pengawal Morris, tapi itu tetap saja menyakitkan.

"Santai saja. Aku tidak apa-apa," balas Yuna, bertolak belakang dengan hati yang justru menjawab lain. Sejujurnya, rasanya sakit sekali, sampai mau berdiri pun sangat sulit. Luka di pipi yang diberikan oleh sang ayah belum juga mereda, dan dia kembali mendapat pukulan dari penjaga tadi, lalu tubuhnya dihentakkan ke tanah, membuat lecet cambukan di punggungnya kembali berdenyut kencang. Tapi, Yuna tidak ingin merepotkan Jaebum. Bahkan kondisi Jaebum lebih parah darinya, sehingga ia tak boleh lemah.

"Ayo keluar dari sini," kata Jaebum seraya berdiri. Kemudian, dia mengulurkan tangan ke arah Yuna, bermaksud membantu gadis itu untuk berdiri.

"Aku bisa berdiri sendiri. Kau tidak perlu menarikku, nanti bahumu sakit." Yuna mengabaikan uluran tangan Jaebum. Dia berhasil bangkit dengan tenaganya sendiri meski sempat gagal dan jatuh berkali-kali. Padahal Jaebum sudah menawarkan bantuan, tapi terus diabaikan.

"Bahumu pasti sakit sekali. Telepon ambulans saja," risau Yuna. Meringis ngilu melihat kondisi bahu lelaki di depannya.

"Aku masih bisa menahannya. Lebih baik khawatirkan dirimu sendiri dulu. Ayo pergi. Kau bisa berlari?"

"Memang tadi aku juga lengah karena dipukul oleh penjaga penjara ini. Tapi sekarang, sakitnya sudah mereda. Aku yakin aku bisa."

Jaebum mengangguk mantap mendengar keyakinan Yuna.

Mereka berjalan pelan, jaga-jaga barangkali ada pengawal Daejoong di sekitar sini yang bisa saja menusukkan pisau tanpa sambutan. Jaebum juga heran kenapa hanya ada satu Morris yang menjaga penjara tadi. Siapa tahu itu taktik, kan?

Samar-samar, masih terdengar bunyi gedebum dan geraman di luar sana. Artinya, pergulatan antara Daejoong dengan kelima saudaranya belum juga berakhir. Semoga Alpha Team baik-baik saja.

Yuna mengikuti di belakang Jaebum dengan waspada juga. Yuna tidak tahu di mana dirinya sekarang dan tempat apa ini. Jadi, dia cukup menurut pada Jaebum dan mempersilakan Jaebum memimpin.

Lima belas menit, akhirnya mereka berhasil keluar dari tempat itu. Ini sudah malam sehingga Yuna tak dapat melihat dengan jelas. Semuanya tampak gelap dan hanya ada sedikit cahaya, membuat Yuna menyimpulkan kalau pemandangan yang terlihat di depannya ini merupakan sebuah padang rumput yang tak terurus. Menyeramkan.

"Ceritakan padaku, bagaimana kau bisa ada di sini dalam keadaan pingsan tadi?" tanya Jaebum di tengah larian mereka. Dia mengeratkan cengkeramannya pada tangan Yuna agar langkah gadis itu dapat seimbang dengannya. Mereka harus cepat.

"Ini di Ilsan, kan?" Yuna bertanya lebih dulu, dan diangguki oleh Jaebum.

"Mark, teman sebangkumu, ingat?"

Werewolf [The Lorzt's Regulation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang