7. Perasaan Eunha

89 21 16
                                    

Setelah mandi, Yuna menurut saat Jaebum menyuruhnya menyantap menu sarapan yang dibuat lelaki itu, yaitu sepiring omelet. Yuna menyesal karena bangun kesiangan. Harusnya ia saja yang masak. Sekarang ia merasa benar-benar sangat merepotkan.

Selesai sarapan dan mencuci piring, Yuna mengambil sapu, menyapu dari depan apartemen Jaebum hingga pintu belakang.

"Tidak usah repot membersihkan apartemenku."

Yuna menoleh. "Tak apa. Anggap ini caraku membayarmu, kau sudah sangat baik padaku dari kemarin. Aku membuatmu repot seharian."

Jaebum tidak membalas lagi. Ia memilih merebahkan diri di sofa, lalu tangannya bersedekap di dada dan menjadikan aktivitas Yuna sebagai tontonannya. Yuna sedang membersihkan debu barang-barang yang ada di apartemen ini menggunakan kemoceng. Tidak lupa, dia juga mengelap meja dan kursi.

Yuna melirik Jaebum sinis di tengah kegiatannya. "Kenapa kau selalu menatapku? Tidak di sekolah, tidak di rumah," dumel Yuna membuat Jaebum terkekeh.

"Untuk mengawasimu agar tak membocorkan kejadian tusukan tombak."

Yuna mendecih pelan dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

Oh iya, jangan bingung mengapa pagi-pagi Yuna masih berada di sini dan tidak pergi sekolah. Ini hari Sabtu, jadwal mingguan hari libur. Memang suatu kebetulan karena Yuna menginap di saat akhir pekan.

"Kau masih tidak menganggapku teman, ya?" tanya Yuna tiba-tiba. Gadis itu sedang mengelap sebuah bingkai lukisan sekarang. "Aku merasa kau sudah menganggapku teman, paling tidak teman sekelas. Kenapa saat itu kau mengatakan hal seperti kau benar-benar menolakku menjadi temanmu? Kau aneh," lirih Yuna, tampak takut-takut saat mengatakannya.

Jaebum menghela napas bingung. Kalau dianggap teman, ya jelas sudah. "Tidak bisa, karena kita berbeda. Aku baik padamu karena memang harus. Kasihan juga kalau membiarkanmu tersiksa sendirian."

Pada akhirnya, hanya kalimat itu yang dapat Jaebum ucapkan.

"Sungguh aku masih tidak tahu apa perbedaan yang kau maksud." Yuna menghela napas kasar, kembali meluapkan kekecewaan yang tak jelas ini. Sepertinya, hanya Yuna yang ingin Jaebum dekat dengannya. Tapi, Jaebum sendiri masih menganggapnya orang asing.

Di mana-mana, yang namanya satu kelas itu ya berteman! Tapi, Yuna terus-terusan ditolak. Bukan hanya perempuan yang ribet, Jaebum bahkan lebih ribet dibanding mereka!

"Maaf, seharusnya aku tidak mengungkit hal ini lagi, kenapa juga aku membahas hal seperti ini?" sesal Yuna, kemudian berniat mengepel lantai setelah mendapat izin dari pemilik rumah. Sedangkan Jaebum memilih masuk ke kamar setelah melewati suasana canggung yang diciptakan secara mendadak oleh Yuna.

Bukannya kepedean, tapi Jaebum bisa melihat tatapan sedih Yuna ketika ia menolak pertemanan mereka. Jaebum merasa tersanjung, apa Yuna sungguh ingin menjadi temannya? Memangnya Yuna nyaman  berteman dengannya? Di saat seperti ini, Jaebum ingin menahan gadis itu supaya tidak berhenti untuk memohon permintaan pertemanan.

Jujur, Jaebum selalu suka jika Yuna berada di dekatnya, ia merasa mendapat energi positif. Tapi, dia tidak mengerti bagaimana hal itu bisa terjadi. Jangan berpikir kalau Jaebum jatuh cinta, ya? Ini lain.

Mereka berbeda. Yuna juga terlibat konflik serius yang berkaitan dengan bangsanya. Jadi, mereka memang tak boleh dekat.

~¢¢¢~

Gubrak!

Yuna terkena sial lagi. Dia terpeleset ketika mengepel lantai di depan pintu kamar Jaebum. Takdir membuatnya jatuh dan terdorong masuk ke kamar bercat biru dongker tersebut. Yuna tidak menyangka kalau pintu kamar ini serapuh itu, mana tidak dikunci lagi! Kalau pintu ini tertutup rapat, Yuna masih bisa tertahan saat terpeleset dan tidak akan tersungkur masuk.

Werewolf [The Lorzt's Regulation]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang