"Akh!" Mark memekik saat ia dibogem ke samping. Sedikit bersyukur karena kepalanya tidak dibenturkan ke dinding sampai berdarah. Ya, sedikit bersyukur untuk sekarang.
Kepala Jaebum melengak ke langit ruangan. Aliran napasnya memburu penuh emosi, sebelum dihembuskan dengan keras. Detik selanjutnya, ia mengepalkan tangan dan menghantam tangan kanannya sendiri ke dinding. "Argh kenapa terbongkar?"
Jika seperti ini, artinya semakin sulit untuk mengatasi dan melindungi Yuna. Daejoong telah mengetahui hal penting tersebut. Dia pasti akan memanfaatkannya sebagai cara untuk memulihkan bangsa Morris. "Daejoong akan memberitahu bangsa Lorzt tentang hal itu, kecuali kalau aku menghentikannya walau sulit. Kau menambah beban pikiranku! Kenapa Choi Yuna harus mengalami ini?"
Melihat Jaebum sangat stress sedemikian, Mark sadar rasa bersalahnya sangat besar, tapi ini sudah terjadi. Ia terus-terusan memprotes takdir. Mengapa ingatannya tentang Jaebum begitu terlambat? Andai Mark mengingat lebih awal, pasti ia tak akan mengorbankan Yuna. Satu-satunya cara agar Yuna selamat, yaitu mencegah Daejoong memberitahunya pada bangsa Lorzt.
Namun, itu tidak mudah, bahkan mustahil. Ya, ini sudah terlambat, karena kebodohan Mark sendiri.
Sebelum tangannya terbakar karena dinding besi, Jaebum kembali meraih kerah Mark dan menariknya sampai bangun. "Dan, apa kau begitu mudah untuk berpindah pihak? Awalnya kau pengikut Daejoong, tapi sekarang kau membantuku dan Yuna. Kalau kau mengkhianatiku, bersiaplah menggali lubang kuburanmu sendiri!" ancamnya sadis. Tapi tidak masalah, ini demi dia dan Yuna. "Aku bersumpah akan membunuhmu kalau kau mengkhianatiku, apalagi sampai menyakiti Yuna! Jangan harap kau bisa mempermainkanku dan manusia tak bersalah itu!"
Meski nyalinya sangat menciut, Mark tetap mengeluarkan bantahan, "Kalau aku tidak sungguh-sungguh membantumu saat ini, Yuna sudah kugigit sedari tadi. Aku juga sudah bersumpah. Masih kurang? Aku kehabisan ide untuk membuatmu percaya. Aku benar-benar berada di pihakmu."
Mark merasa lega ketika ia berhasil membuat Jaebum terbungkam sementara. Mark kembali berkata, "Aku sungguh berterima kasih dengan bantuanmu. Kalau aku tahu kau adalah Lim Jaebum yang kucari selama ini, aku tidak akan menguping dan membocorkan percakapanmu dengan Yuna di taman. Aku penyebab masalah ini. Aku yang membuat Yuna lebih dalam bahaya. Kau boleh membunuhku. Bunuh saja aku."
"Ssh!" Jaebum mendesis, kembali mendaratkan kepalan tangan.
Bugh!
"Kau pikir semua akan baik-baik saja jika kau hanya berkata maaf? Kenapa saat itu kau tidak ada perasaan kasihan sedikit pun pada gadis itu? Ini berkaitan dengan nyawanya! Kalau kau mengaku baik, kau pasti berpikir seratus kali sebelum melakukan itu, bangs*t!"
Bugh!
Mark yang kesakitan, berusaha bicara walau dengan terbata-bata, "Ampun, Jaebum! A-aku hanya ingin menyembuhkan orangtua––"
Bugh!
Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, sebuah bogeman kembali mendarat di pipinya. Lagi. Jaebum jelas muak tinggi dengannya.
Jantung Mark berdebar tak karuan. Tersengal-sengal, ia memohon, "A-aku tarik ucapanku. J-jangan bunuh aku, aku belum mau mati. Aku akan membantumu, pasti ada cara lain untuk menyelamatkan Yuna. Kumohon ...."
Mark benar-benar ketakutan, terlebih ketika kedua lensa Jaebum telah berganti warna, tanda bila dia telah tersulut emosi yang sangat besar. Hanya ada dua waktu ketika werewolf mengubah warna matanya saat sedang berperan menjadi manusia. Satu, saat amarahnya meletup. Dan dua, saat nafsunya melonjak. Saat ini, Jaebum tengah berada pada situasi pertama.
"Menyembuhkan orangtuamu? Dengan memanfaatkan Yuna? Kau tidak punya hati! Seharusnya kau pikirkan cara lain! Morris biadab!" cengkeraman Jaebum di kerah Mark mengencang, bersamaan dengan peluh yang terus meruah deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Werewolf [The Lorzt's Regulation]
WerewolfBermula dari ketidaksengajaan yang menimpa. Tombak yang menusuk jantung sang kepala sekolah tepat di depan mata Choi Yuna membuatnya harus terseret dalam sebuah aturan bangsa werewolf. Sedangkan Lim Jaebum, tentu berusaha untuk mencegah bahaya dari...