Kini, sepasang simbiosis mutualisme itu sudah berdiri di depan pagar kebun ubi. Kebunnya segelap sumur, sampai-sampai tanamannya tak terlihat sedikit pun. Coba lihat Jaebum, dia saja rambutnya tak kasat mata. Kira-kira begitulah bentukan Jaebum jika rambutnya dimodis botak. Tapi Yuna bersumpah kalau lelaki itu menyeramkan, apalagi didukung warna wajahnya yang pucat kering.
"Ya ampun, aku tak menyangka kalau kebunnya sehoror ini. Kalau besok saja, bagaimana?" cicit Yuna. Saking merindingnya, senter ponsel yang ia genggam jadi agak bergoyang.
"Aku akan ke sana dan mencabut sendiri. Kau tunggu di sini," timpal Jaebum santai.
"Heee jangan lah, banyak setan. Besok saja. Maaf ya kalau aku labil begini," tolak Yuna tak enak. Tapi mau bagaimana lagi? Dari sekian jenis ketakutan di dalam jiwa orang, nuansa horor––gelap berhantu––adalah sesuatu yang dipilih jiwanya untuk ditakuti. Dalam situasi saat ini, lebih baik menyingkirkan nafsu pada ubi daripada nanti dicolak-colek usil oleh tuyul kebun.
Yuna pikir, di dekat kebun ubi akan ada lampu jalan besar–setidaknya terdapat penerangan seperti sungai tadi. Tapi ekspetasinya terbanting. Yang ia lihat sekarang, kebunnya disiram gelap senyap mirip kuburan.
Ini lagi, Jaebum bertingkah jahil. Sudah hawanya dicekami bayang-bayang hantu begini, rasa tercekat Yuna jadi double gara-gara keisengan serigala jadi-jadian itu yang mendadak membungkuk dan mendekatkan wajah hingga berhadapan persis dengannya. Kedua mata gadis Choi itu kontan menutup, dan paru-parunya tak sengaja menahan napas.
Ya Tuhan, kebiasaan yang kurang ajar. Sungguh membongkar pasang ke'rileks'an.
"Mau apa?" Yuna ketar-ketir. Namun, Jaebum tak menjawab apa pun. Sampai akhirnya sebuah suara tak elegan pun bocor dari perut Yuna.
Krryuuk!
'Sial ....'
Tawa kecil sedatar robot milik Jaebum lepas dari bibirnya. Ia geli. Haha, lumrah ini, Yuna merupakan salah satu tipikal orang yang perutnya bergemuruh jika menjumpai makanan favorit mereka tersaji di depan mata.
Sementara Yuna cuma menunduk malu sembari merutuki perutnya. Mampus, padahal ia sedang berjuang menjaga image. Tak habis pikir, cacing saja bisa super cari perhatian.
Jaebum terkekeh lagi sebelum menawarkan, "Ck, cacing di perutmu sampai disko, kasihan. Yakin tidak mau? Kalau sangat menginginkannya, aku tidak masalah mencabut sekarang."
Yuna alihkan pandangan dari bola mata Jaebum yang menatapnya bulat-bulat seperti alien. Jaebum tak ada akhlak. Memang dimaklumi kalau Yuna pernah mengeluarkan makian sinting pada Jaebum. Suruh siapa hobinya membuat ia gila terus? Sepatutnya dia peka sedikit jika Yuna sudah bawa perasaan, dong!
"Lagi pula aku tidak lapar, kan tadi sudah makan bersama Nayeon. Tapi perutku berbunyi karena kau yang ... huh! Sudah, minggir! Jangan usil yang modelnya seperti ini, bahaya! Kau sudah gila apa?" kesal Yuna, disusul kedua tangannya yang mendorong lengan Jaebum, menjauhkan jarak. Entah Jaebum paham atau tidak soal arti dari 'bahaya' yang ia sebut.
Ketimbang batal petak-petik apa pun, akhirnya Yuna mengusulkan ide untuk memetik beberapa jambu air yang pohonnya berlokasi sekitar lima meter dari tempat. Jaebum sih tinggal menuruti.
"Kalau siang bisa saja aku memanjat. Tapi sekarang gelap, di atas pohon pasti ada hantu."
Jaebum geleng-geleng. "Kenapa pikiranmu hantu terus? Sudah, awas, aku saja."
Karena badan Yuna tidak cukup tinggi untuk meraih sebuah jambu air yang tampak sangat masak, lelaki itu mengambil alih. Memang sangat menyebalkan sebab jambu-jambu paling masak justru berada pada jarak yang lumayan tinggi untuk digapai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Werewolf [The Lorzt's Regulation]
LobisomemBermula dari ketidaksengajaan yang menimpa. Tombak yang menusuk jantung sang kepala sekolah tepat di depan mata Choi Yuna membuatnya harus terseret dalam sebuah aturan bangsa werewolf. Sedangkan Lim Jaebum, tentu berusaha untuk mencegah bahaya dari...