"Jean, kata gue, lo gak waras."
Jean menutup wajahnya malu, berusaha menghindari tatapan Darren, yang sudah ia duga akan mengejeknya.
"Iya gue tau, gue nggak tau juga kenapa gue tiba-tiba meluk dia..."
Darren menyedot habis minumannya.
"Terus dia gimana?"
"Senyum terus pergi...? Nggak, gue gak inget dia ngapain, soalnya gue bengong abis itu."
"Meluk mantan aja udah aneh, apalagi lo bengong abis meluk dia," jawab Darren menahan tawanya.
"I know right?" Jean menggantungkan perkataannya.
"Setelah kejadian Jeno di apartemennya, gue terjebak sama trauma orang tua gue, Tapi apa gue salah?, karna sejak malam itu gue masih bisa lihat hari-hari gue yang bakal indah lagi, kalau kita berdua balikan."
Our Path
"Kak." Seorang wanita dengan seragam perawat rumah sakit yang sedang menulis mendongak menatap seseorang yang memanggilnya.
"Eh Jean, mau ketemu pak Axelle ya?"
Jean mengangguk.
"Abang lagi ada pasien ya?" tanyanya.
"Nggak kok, lagi istirahat dia, masuk aja kak," jawab perawat bernama Gaby itu.
"Oke deh, nih aku bawain roti manis, buat kakak semua." Jean meletakkan sebuah paperbag diatas meja nurse station.
"Wah makasih banyak ya!"
"Sama-sama, aku masuk dulu ya," tutup Jean tersenyum manis. Kakinya berjalan menyusuri koridor poliklinik rumah sakit. Tangannya menyentuh knop pintu dengan papan nama bertuliskan 'Shailendra Axelle Hussein'.
"Go-food mas."
Axelle menggeleng heran setelah melihat Jean ada di ambang pintu menenteng sebuah paper bag.
"Ngapain kamu kesini?"
"Bawain makan siang lah, emang nggak laper dari semalem belum makan?"
Ya, Axelle belum pulang ke rumah sejak ia mendapat panggilan darurat dari rumah sakit semalam.
Sebagai adik yang sebenernya sayang sama kakaknya walaupun dia nyebelin, ya Jean berniat membawakan Axelle makan siang.
"Perasaan abang terakhir makan sama kamu deh sebelum berangkat," jawab Axelle.
"Ya tapi kan tetep aja belum makan, Abang jelek."
Axelle terkekeh dan membiarkan adiknya duduk di kursi yang ada di hadapannya.
"Nih, Ajel beliin hokben kesukaan Abang," kata Jean mengeluarkan dua kotak bento dari paperbag yang ia bawa.
"Wah, laper banget Abang, makasih ya."
Bohong.
Dibalik wajah sumringah melihat makanan kesukaannya yang dibawa oleh si adik, ada perut yang hampir penuh yang baru saja selesai diisi.
"Untung sampahnya udah dibuang," batin Axelle dalam hati.
Ia tidak mungkin mengatakan bahwa ia sudah cukup kenyang kepada Jean, karena ia tidak mau mengecewakan adiknya yang sudah mau menghampirinya ke rumah sakit begini.
Ditambah sejak kejadian Jean kabur dari rumah, Axelle sangat tidak mau membuat Jean merasa sedih lagi.
"Abang belum m-"
"Belum kok, abang belum makan, nih laper banget!"
"Minum...," kata Jean melanjutkana kalimatnya.
"Oh, hehe belum."
Jean menatap Axelle aneh.
"Abang udah makan ya?"
Axelle menggeleng, buru-buru ia memberikan gelasnya kepada Jean.
"Nih isiin di dispenser depan, Abang mau makan dulu," suruh Axelle.
Jean mendelik dan mengambil gelas lengkap dengan tutupnya tersebut.
"Iya, iya," tutupnya lalu berjalan keluar ruangan Axelle.
Karena penasaran sebelum Jean pergi menuju dispenser yang dimaksud Axelle, ia menghampiri meja perawat dahulu.
"Kak, mau nanya dong," tanya Jean pada perawat yang ia beri roti manis sebelumnya.
"Kenapa?" Perawat itu berdiri.
"Bang Axelle udah makan siang belum?"
Sesuai dugaan Jean, perawat bernama Alin itu mengangguk.
"Udah, tadi dia pesen hokben di gofood, saya yang ambil tadi gofoodnya dari lobby."
Jean tersenyum kecil.
"Yaudah, makasih ya kak, Jean mau ambil minum dulu."
Senyum manis itu menghiasi wajah Jean dengan langkah kakinya menuju dispenser merah hitam yang ada di ujung koridor.
Tetapi, kedua kakinya berhenti di pertigaan koridor setelah melihat sepasang laki-laki dan perempuan yang duduk di kursi tunggu depan salah satu poliklinik, buru-buru Jean bersembunyi dibalik dinding.
Sebenarnya ia bisa saja langsung mengambil minum untuk Axelle, tapi tidak. Tidak jika yang Jean lihat saat itu adalah Helen dan Garvin.
Dari tempatnya berdiri, ia melihat Helen dengan pakaian pasien rumah sakit dan tiang bergantung infus di sebelahnya, serta Garvin yang masih memakai hoodie ungu milik Jean.
"Kamu semalem kemana? Kok sampenya lama?"
Iya, Jean nguping.
"Kan udah bilang, aku kerja kelompok bareng Chandra."
Helen menghela napas.
"Maaf," ucap Helen pelan.
"Kok maaf? Kenapa?"
"Pikiranku lagi kacau aja, harusnya aku percaya kamu dan gak curiga kan?"
Sekarang, giliran Garvin yang mematung, ditambah Helen kini memeluknya.
"You know I love you right? And that's why I need you the most, Garvin." Helen terdiam sesaat.
"Janji ya?"
"Janji apa?" tanya Garvin.
"promise that you'll not leaving me."
Garvin masih tak bisa berkutik, hingga mulutnya bergerak dan berkata,
"I promise."
Dan di saat yang bersamaan, hati seorang perempuan baru saja jatuh bersamaan dengan ekspetasinya.
Our Path
"Jel? Kamu ngambil minum dimana kok lama?"
Jean tersenyum lebar berusaha menutupi apa yang ia rasakan. Kakinya membawa ia duduk di hadapan Axelle.
"You know what? Ajel mau makan berdua abang," ucapnya riang lalu menyuap sesendok nasi ke dalam mulutnya.
©Setarablue
Aku stress bgt, jadi aku mau menghibur diri bikin oneshoot au di twt, kalo kalian mau liat, bisa kepoin aja di @setarabiruu ya! I'll see u there bby!
Anw, terimakasih sudah membaca ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
OUR PATH
Fanfiction|HWANGSHIN|OC| The sequel of "Mr. Posessive and Ms. Rebellious" "Percuma Vin, serpihan masa lalu kita gak bakal bisa disatuin lagi." -Our Path- Kembalinya Jean ke Indonesia, membuat Garvin sangat bahagia. Tapi sayangnya Jean tidak ingat sama sekali...