Permen

120 28 2
                                    

"Ih, buka mulutnya yang lebar dong!"

"Tuh kan jatoh nasinya!"

Pagi pukul sembilan waktu Indonesia bagian barat itu sudah dimulai dengan keributan kecil di dalam sebuah mobil yang sedang melaju di pertengahan jalan.

Karena kesiangan dan gak sempat sarapan, Jean memaksa Jeno untuk sarapan di mobil dengan nasi goreng buatannya. Serius deh, maksanya kayak emak-emak nyuruh anaknya makan, mana nyuapinnya galak banget.

"Galak banget kamu," Jeno mencibir setelah mengunyah nasi goreng yang Jean masukkan ke dalam mulutnya.

"Ya lagian kamunya susah banget disuruh makan, mau kurang gizi?" Omelan Jean yang terdengar ketus itu justru terdengar imut oleh Jeno. Dasar Bucin.

Di pikiran Jeno sudah terbayang jelas jika Jean berakhir menjadi istrinya. Hari-hari monoton mungkin tidak akan berlaku lagi saat itu, apalagi ditambah keributan lagi yang dibuat oleh anak mereka nanti. Haah, rasanya ingin cepat-cepat Jeno mendeklarasikan sebuah janji pernikahan dengan Jean di depan semua orang.

"Iya nyonya iya." Jeno membuka mulut lagi menerima suapan dari Jean.

"Besok kamu ada rencana gak?" Jean menggeleng menjawab pertanyaan Jeno.

"Nggak, Sabtu ku kan emang selalu gabut." Jeno tertawa kecil. "Yaudah ikut aku ya besok."

Jean menyerngit bingung, tidak biasanya Jeno membuat rencana seperti ini, biasanya jika mereka ingin pergi, ya yaudah pergi aja.

"Mau kemana? Makan soto betawi lagi?" Jean membuka botol minum dan menegaknya perlahan.

"Mau kenalin kamu ke mama."

Ternyata ajakan Jeno pagi itu memenuhi pikiran Jean sepanjang hari. Belum seharian sih, tapi hingga kelas hampir selesai Jean masih sibuk dengan kalimat Jeno yang mengulang sendiri seperti kaset rusak, sampai-sampai cowok yang duduk disebelah Jean terlihat bingung.

Usai kelas, mereka berdua memilih untuk berjalan kaki keluar dari kawasan kampus mencari rumah makan di sekitar sana.

"Lo kenapa sih Je?" Darren menggaruk kepalanya frustrasi. Tidak biasanya Jean diam sepanjang kelas berlangsung bahkan tadi ia tidak mencatat sedikitpun. Saat makan di warung pecel lele pinggir jalan, Jean juga tidak terlihat bersemangat.

"Je," panggil Darren lagi saat tak mendapat sahutan dari Jean.

"Gimana dong..." lirih Jean lemas.

"Ya apanya apaan lo ga cerita apa-apa ke gue," omel Darren.

"Jeno ngajak gue ketemu nyokapnya."

"Asik dong ketemu mama camer," ucap Darren menepuk pundak Jean.

"Ya tapi kan gue takut gitu, nanti kalo nyokapnya Jeno galak gimana?"

"Anaknya cengengesan gitu, paling nurun dari maknya." Jean mendorong kepala Darren dengan telonjuknya.

"Ngaco," ejek Jean.

"Dandannya yang feminim dikit Je, yang manis gitu kayak pipipip calon mantu," kata Darren dengan nada yang familiar di telinga Jean.

"Korban tiktok lo," cela Jean dan kemudia berpikir sejenak.

"Tapi, kalo feminim gue pake apaan ya? baju gue hoodie, kaos, kemeja semua."

Darren mendelik. "Gak heran, lo kan emang gak ada cewek-ceweknya."

"Dih kok lo gitu?" Jean sewot.

"Heh, yang digosipin abis nendang cowok di trotoar depan fakultas siapa lagi Je selain elo?"

"Hehehe, kan gue takut diculik itu mah." Cowok berkaos putih dengan luaran kemeja berwarna coklat krim itu menggeleng heran. Punya temen cewek satu, kok kayak preman sih.

OUR PATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang