Motor

109 16 0
                                    

Sejak mobil Garvin mogok, cowok itu lebih memilih menggunakan motornya untuk pergi ke kampus. Lagipula ia tidak menjemput atau mengantar Helen sementara, karena pacarnya itu masih sakit.

Untung saja ia masih rajin memanaskan mesin motornya meski jarang dipakai, setidaknya motornya ini tidak ikutan mogok juga.

"Lah, lo mau kemana?" Chandra bertanya pada Garvin yang masih berjalan lurus melewati parkiran mobil.

"Ya pulang, masa nginep?" jawab Garvin.

"Mobil lo dimana emang?"

"Gue bawa motor."

Chandra terheran.

"Ada angin apaan lo naik motor ke kampus?" tanya Chandra sambil menyenderkan lengannya di atas pintu mobil.

"Helen masih sakit, mobil masih dibengkel, yaudahlah gue ajak motor aja ke kampus."

"Hahaha stress," ledek Chandra.

"Gue balik duluan ye Vin," lanjut Chandra berpamitan.

"Yo, hati-hati." Garvin membalas lalu meneruskan langkahnya menuju parkiran yang ada dibelakang gedung fakultas.

Senyum Garvin mengembang kala melihat seorang perempuan tengah memakai helm dan berdiri di samping motor miliknya tersebut.

"Kiw, ganteng." Jean menghela napasnya setelah melihat Garvin yang berdiri tak jauh darinya.

Melihat Jean yang tak menjawab, Garvin berbicara lagi.

"Dih, sombong, mau pulang mbak?"

Ketika kepala Jean sudah sepenuhnya masuk kedalam helm, ia menatap Garvin dan menjawab, "Nggak Vin, gue mau bikin skripsi di atas motor."

"Sejak kapan mahasiswa semester dua bikin skripsi, ngaco."

"Ya lagian pake nanya," kata Jean sambil menaiki motornya.

"Eh El, bareng dong!" celetuk Garvin.

"Kenapa? mobil lo mogok lagi?"

"Nggak dong, gue bawa motor gue, masih inget kan?"

Jean melirik motor hitam yang ternyata terparkir dekat dengan motornya. Ya, tidak mungkin Jean tidak ingat dengan motor Garvin. Motor itu punya banyak kenangan dengannya semasa kelas 11 dulu.

"Ya terus? ngapain minta bareng kalo lo bawa motor?"

"Gapapa, pengen jalan bareng aja, gue nanti ngikutin dari belakang."

Ekspresi Jean berubah seketika menjadi aneh.

"Dih, Gabut ya lo?"

"Banget, gue traktir teh kotak deh."

"Oke, bener ya beliin teh kotak!"

"Iya bener, tunggu sebentar."

Garvin senang dengan persetujuan Jean, ia tidak peduli jika harus membelikan perempuan itu minuman kesukaannya, mau minta dibelikan makan siang pun ia juga rela.

Berbeda dengan Jean, sebenarnya ia menyetujui rencana itu bukan hanya karena minuman kemasan yang dijanjikan Garvin, tapi Jean memang rindu bersama Garvin.

Setelah keduanya siap dengan motor masing-masing, barulah mereka berangkat tanpa arah yang jelas.

Garvin sendiri tidak tahu kemana Jean menuntunnya, cowok itu hanya mengikuti. Tibalah mereka di depan gedung SMA Hanum Wijaya.

"Ngapain kesini?" tanya Garvin setelah memberhentikan motornya tepat di sebelah motor Jean.

"Parkir di sini aja, kita ke minimarketnya jalan," jawab Jean sambil membuka helmnya begitupun dengan Garvin yang ikut turun dari motor dan melepas helm.

"Kenapa gak langsung ke sana aja deh El, segala jalan dulu kan jadinya." Garvin berkomentar saat mereka berdua berjalan menuju minimarket.

"Kalo parkir di sana bayar, tukang parkirnya gak tau diri."

Our Path

Satu jam lebih Garvin dan Jean menghabiskan waktu untuk duduk sambil meminum teh kemasan di depan minimarket dekat sekolah mereka dulu. Kini mereka berdua sudah ada di depan kediaman Jean. Iya, Garvin mengantar Jean hingga ke rumahnya, walaupun Jean bawa motor sendiri.

Ini kurang kerjaan apa gimana sih?

"Lo mau langsung pulang?" tanya Jean setelah memasukkan motor abangnya ke dalam teras rumah.

"Minta air putih dong El, tenggorokan gue seret banget abis makan roti." Garvin mengusap lehernya.

"Oke."

Melihat Jean yang berbalik tanpa menyuruh Garvin masuk ke dalam rumah, Garvin memanggil Jean lagi.

"El, gue gak disuruh masuk?"

"Nggak ya, diliat tetangga nanti gak enak, tunggu situ jangan macem-macem," kata Jean lalu gadis itu masuk ke dalam rumah.

Garvin yang masih duduk di atas motornya hanya terkekeh mendengar perintah Jean.

Beberapa menit Garvin ditinggalkan oleh Jean, sebuah mobil sedan berhenti di depan rumah tetangga Jean.

Awalnya ia tidak peduli dan kembali menatap ponselnya sambil menunggu Jean hingga akhirnya sebuah tonjokkan melayang mengenai rahang atas sebelah kanan Garvin.

Ponsel Garvin terlempar ke atas jalanan, Garvin sendiri juga jatuh karena terkejut.

"Woi!, apaan nih?!" Garvin bangkit dan siap membalas tonjokkan itu kepada si oknum yang sudah Garvin kenal sebelumya.

"Lo ngapain kesini? Mau deketin cewek gue?!" Emosi Jeno kian memuncak.

"Cewek lo? Ngaca ya anjing, kalian berdua udah putus!"

"Bangsat." Jeno kembali menyerang Garvin.

Entah apa yang membuat dua orang itu bertengkar, sebenarnya Garvin juga tidak mengerti. Ia tahu betul jika hubungan Jeno dan Jean sudah berakhir, lalu kenapa sang mantan ini marah?

"LO BERDUA NGAPAIN?" Jean berteriak membuat mereka berhenti seketika, kemudian kembali saling menonjok.

Gadis dengan segelas air putih dingin di tangan kanannya itu kebingungan melihat Garvin dan Jeno adu pukul di depan rumahnya.

"Berhenti gak?! Atau gue panggilin security!" Bentakan itu akhirnya membuat Garvin dan Jeno berhenti dan saling menjaga jarak.

"Apaan sih, kayak bocah banget," ucap Jean dengan ketus menatap tajam mereka,

"Dia duluan yang nonjok gue El."

Jean menggeram, memegang pagar rumahnya.

"Lo berdua, Pulang!" bentak Jean menutup pagar rumahnya dengan kasar.

"Jel!"

"El!"

Kedua pemuda yang memanggil Jean bersamaan itu kini saling melempar tatapan tajam.

©Setarablue

Kangen kalian :(
Maaf ya, ku tinggal lama banget huweee
Tapi aku bakal update lagi kok tiap sabtu! Stay tune okeei!
Oh iya, terimakasih sudah membaca!

OUR PATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang