Salah siapa?

110 20 3
                                    

“Lah? No? Kok disini?” Axelle yang berdiri di dekat mobilnya menjeda dirinya untuk masuk kedalam mobil setelah Jeno memberhentikan mobilnya di depan rumah Axelle.

“Ajelnya mana bang?” Pertanyaan Jeno yang baru saja keluar dari mobil malah bikin Axelle makin bingung.

“Tadi bukannya berangkat sama kamu?”

“Hah? Nggak.”

“Terus dia sama siapa dong?” Jeno makin panik.

Dari semalam Jean tidak menjawab telponnya, atau membalas chatnya yang mungkin sudah berpuluh-puluh notif di ponsel Jean, dan sekarang gadis itu sudah tidak ada dirumah saat ia datang untuk mengantarnya.

“Jeno pergi dulu deh, makasih ya Bang.”

Disaat Axelle masih melongo bingung, Jenonya udah ngacir ninggalin Axelle. Speedometer di mobil Jeno sudah menampilkan kecepatan tinggi dan terus meningkat. Setiap mobil dan motor ia dahului, pikirannya terus mengulang-ngulang kalimat “Jean nggak marah, Jean nggak marah.”.

Padahal hari ini Jeno tidak memiliki jadwal kuliah, tapi karena biasanya Jeno memang tetap mengantar Jean ke kampus, jadilah ia menjemput si pacar kerumahnya.

Jeno langsung memarkirkan mobilnya diparkiran depan gedung fakultas  desain. Kakinya langsung berjalan membawa Jeno masuk kedalam gedung fakultas yang tidak terlalu ramai itu.

“Dor!”

Pemuda bermata sipit itu tersentak kala sebuah tangan menepuk bahunya, dan ternyata Selena lah pelakunya.

“Ngapain lo disini? Kebelet pipis?” tanya Selena melanjutkan.

“Gue mau cari Jean, anterin ayo,” ucap Jeno terdengar terburu-buru.

Selena melirik jam tangannya lalu mengangkat tangan yang sedaritadi masih ada diatas bahu Jeno.

“Telat lo, dua menit lagi masuk, bye gue duluan!” Tanpa menunggu Jeno menjawab, perempuan bersurai hitam itu berlari menuju ruang kelas.

Dengan napas berat, akhirnya Jeno berjalan keluar dari gedung fakultas dan duduk tepat diatas pot pohon yang sangat besar.

Pantas saja Jean tidak memberi kabar jika ia sudah selesai bersiap-siap seperti biasanya, ternyata pacarnya itu memang berangkat sendiri.

Bukan Jeno kalau gampang menyerah, buat jadian sama cewek itu aja dia harus kejar-kejaran sama Jean di stasiun MRT, soalnya Jean pikir Jeno mau ngebully dia karena gadis berambut pink itu sudah merusak earphone milik Jeno. Dan kondisi sekarang ini, bukan saat yang tepat buat Jeno menyerah.

Iya, beneran nggak nyerah Jenonya. Dia nungguin Jean selesai kelas, duduk ditempat yang sama, selama hampir dua jam. Tanpa mikirin perutnya yang masih kosong, tanpa mikirin batre ponselnya yang udah tujuh belas persen.

“Jel!” Perempuan berkemeja putih itu menoleh, menatap datar laki-laki yang meneriaki namanya tadi.

Usaha Jeno tidak sia-sia, Jean keluar dari gedung fakultas, dan Jeno melihatnya.

Jean pergi lebih pagi sebelum Jeno menjemputnya, Tidak menjawab chat dan tidak mengangkat panggilan telfon Jeno bukan tanpa alasan. Sepanjang Jeno pergi sama teman perempuannya yang entah siapa, cowok itu tidak memberi kabar sedikitpun, padahal Jean menunggu kapan Jeno mengabarinya. Pergi sama perempuan, berdua pula, gimana nggak was-was perasaan Jean.

“Kamu berangkat sama siapa? Kok nggak nungguin aku?” tanya Jeno sambil berjalan disebelah Jean yang sama sekali tak berniat untuk berhenti dan berbicara dengan Jeno.

“Oh, masih inget sama aku,” jawab Jean terus berjalan hingga pergelangan tangannya dicekal oleh Jeno.

“Apaan sih?” protes Jean ketika ia dipaksa berhenti berjalan.

OUR PATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang