"Nebeng aku gak Lus?" tanya seorang perempuan kepada salah satu temannya. Yang ditanya hanya melirik sesaat lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Kemana?"
"Ya pulang lah." Lusi terlihat bingung dengan jawaban temannya itu. Pasalnya, dia dan ketiga temannya itu sudah merencanakan untuk hangout bersama, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengingatnya.
"Pulang?" tanya Lusi memastikan.
"Ya iya, ayo Nessa sama Arin udah nunggu di parkiran," jawab Jena menyampirkan tali totebagnya di pundak.
Ini bukan kali pertama mereka batal pergi karena tak ada yang ingat, hal ini sudah sering bahkan biasa terjadi, tapi Lusi tetap tidak bisa memaklumi kebiasaan ini, kecewa banget.
Lusi menghembuskan napasnya kasar. "Yaudah, aku ke toilet dulu, ketemu di parkiran aja," jelas Lusi yang beralasan agar bisa mendapat waktu untuk menyembuhkan badmoodnya sendiri.
Setelah Jena keluar dari kelas, Lusi memasan earphone di kedua telinganya dan beranjak meninggalkan ruang kelas. Tidak usah heran jika akhirnya tubuh Lusi ada di kantin kampus, bukan di toilet. Ya namanya juga orang bete, apa aja harus lazim di matanya.
"Bu, ini yang botol lima ribu kan?" Lusi menggenggam sebotol air mineral dari dalam lemari pendingin.
"Tiga ribu teh, mau diplastikin nggak?"
"Nggak usah bu, ini uangnya." Selembar uang sepuluh ribu Lusi berikan kepada si Ibu penjual.
"Gak ada uang pas aja?"
"Nggak ada bu."
"Barengin saya aja bu punya dia, yang ini tujuh ribu kan?" Lusi sontak menoleh. Dirinya kaget pada sosok perempuan dengan sebotol teh kemasan ditangan yang ada disebelahnya.
"H-Hai Lus," sapa Jean menampilkan senyum ramahnya. Lusi tidak menjawab, ia masih terdiam menatap Jean yang kini sedang membayar minum mereka berdua.
"Hmm lo mau pulang?" tanya Jean berusaha memecah suasana awkward diantara mereka.
"Iya, makasih ya." Tidak sesuai ekspetasi Jean, Lusi menjawab pertanyaannya dengan singkat dan dingin.
Nggak salah sih, Lusi bersikap seperti itu juga ada alasannya. Jean juga mengerti, karena jika ia bertukar posisi dengan Lusi, ia pasti akan marah dan kecewa dengan teman yang pergi tanpa pamit dan datang seperti tidak terjadi apa-apa.
Jean berjalan menghampiri Jeno di depan akses masuk kantin. Pikirannya masih berkecamuk, perasaanhya juga kecewa, ia hanya berharap hubungan pertemanan ia dan Lusi tidak akan rusak dan berjalan seperti dulu, Jean rindu dengan Lusi.
"Langsung pulang?"
"Iya, aku capek," kata Jean menjawab pertanyaan Jeno. Melihat pacarnya yang nampak kurang semangat, Jeno merangkul bahu Jean dan mengusap pundaknya.
Ternyata sepanjang perjalanan, Jean bersikap lebih diam daripada biasanya. Pertanyaan Jeno hanya dijawab singkat olehnya, pandangan Jean juga tidak kemana-mana masih tetap pada jendela disampingnya.
Jeno sebenarnya takut jika sikap dingin Jean itu diakibatkan kejadian makan malam bersama ibunya, ia juga tidak pernah melihat Jean se-diam ini.
"Mandi dulu baru tidur oke?" Jean mengangguk dan mulai melepas seatbelt. Tapi pergerakan Jean ditahan oleh Jeno.
"Tunggu Jel." Jean menatap Jeno dengan tatapan lelah.
"Aku minta maaf soal sikap mama waktu itu." Cewek blonde itu sama sekali tidak ingin mendengar atau membahas kejadian kemarin saat itu juga. Kepalanya masih dipenuhi rasa bersalah karena meninggalkan keempat sahabatnya dua tahun silam.

KAMU SEDANG MEMBACA
OUR PATH
Fiksi Penggemar|HWANGSHIN|OC| The sequel of "Mr. Posessive and Ms. Rebellious" "Percuma Vin, serpihan masa lalu kita gak bakal bisa disatuin lagi." -Our Path- Kembalinya Jean ke Indonesia, membuat Garvin sangat bahagia. Tapi sayangnya Jean tidak ingat sama sekali...