Minggu-Minggu PTS memang ngebuat anak-anak les jadi hectic banget. Belum lagi sistem sekolah mereka kayak kerja romusa. Peringkat anak-anak satu angkatan bakal ditampilin di mading, lengkap dengan rata-ratanya.
Karena kebijakan yang satu itu, mereka jadi giat banget belajar, mau gak mau, suka gak suka. Karena pasti yang dilihat sama orang lain kalau gak nama sendiri, peringkat pertama, dan 10 paling terakhir.
Pengumuman nilai di mading ini juga jadi peristiwa yang mendebarkan bagi sebagian besar siswa-siswi Cakrabuana, sampai ada julukannya, yaitu 'Teror Mading Cakbu' disingkat jadi TMCDay.
Banyak dari mereka yang mendambakan nilai 20 besar saja, soalnya kalau 5 besar angkatan bakal ditarik buat bimbingan olimpiade.
Dengernya aja males.
Dan TMCDay jadwalnya setelah PTS/PAS selesai diselenggarakan which is hari ini.
"Jek, kuy kita liat mading!" ajak Malvin. Semangat banget dia, dipenuhi pikiran positif. Gak tau kenapa, ujian kemarin kerasa gampang untuk Malvin.
Mungkin karena dia di rumah sakit, nganggur, terus dibawain materi sama Yuna akhirnya jadi belajar.
Tapi ya gak mungkin masuk 5 besar sih, jiakahahahah lo expect apa dari bocah macam gue yang belajarnya cuma di RS? batin Malvin.
"Ogah ah kayaknya masih rame banget," tolak Jake.
Kelas lagi sepi-sepinya. Setelah ujian mereka free satu hari. Ke sekolah cuma bagi rapot sisipan sama lihat nilai.
"No problem, di situasi kayak gini justru eksistensi orang-orang kayak gue dibutuhin tau. Ntar gue liatin punya lo juga."
Jake menatap Malvin dari atas sampai bawah, iya juga, bocah ini kan tinggi. Jadi gak perlu effort yang besar buat ngeliat mading. "Yuk."
Sampai di mading, Malvin berdiri di belakang anak-anak yang lagi bersikeras ngeliat namanya. Pemuda itu mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil foto semua kertas putih yang ditempel di mading.
"Kebaca gak sih, Jake?" tanya Malvin, menyerahkan ponselnya ke Jake.
"Kebaca kok— eh tapi ada yang aneh deh."
"Naon?" tanya Malvin lagi.
"Nilai lo sama gue cuma beda dua angka. Gue ranking 4 lo ranking 5," simpul Jake seraya memperbesar foto yang diambil Malvin.
Mata Malvin membulat lebar. "Sekelas?"
"Seangkatan lah."
"BENCANA SEMESTA!"
Jake menatap Malvin heran. "Emang kenapa?"
"Kita bakal ikut bimbingan olim. Anjir, gue gak mau. Itu pasti gurunya salah itung."
Gimana ya ... Malvin ini udah pinter dari sananya, tapi sebelum ini dia jarang belajar, oleh sebab itu di SMANSA nilainya standar.
"Kenapa sih Malv? Tinggal ikut juga."
"Visi misi gue selama jadi pelajar adalah jadi siswa medioker yang gak pernah masuk olim pelajaran!" ujarnya. "Kasian otak gue misal mikirin banyak hal."
Lagi-lagi Jake menatap Malvin dengan pandangan aneh. Dalam hatinya, 'kalo lo tingkahnya begitu, gue jadi gak yakin juga lo ranking 5.' Kemudian ia kembali merebut ponsel Malvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildest Course | 02-04 liners
FanfictionNiatnya gabung di les ini cuma pengen belajar Bahasa Inggris, ternyata dapat bonus teman- teman absurd yang gilanya gak tertandingi. Tapi di satu sisi bisa diandalkan, dimanapun dan kapanpun. "I came here to learn English, I never thought that I'd b...