JATI DIRI

9.6K 1K 20
                                    

Hari demi hari kian berlalu, terhitung sudah hampir tiga bulan Akhtar bersekolah di jenjang SMA. Kini Akhtar lebih mudah berinteraksi dengan orang, meskipun hanya dengan tiga orang lebih tepatnya. Andri, Ramdan, dan Allard yang membantu Akhtar agar dia bisa lebih mempercayai orang lain. Dan Akhtar pun mulai membuka hati untuk menerima tiga teman barunya, hanya tiga orang itu.

Dan selama tiga bulan ini, Akhtar mulai menampakkan jati dirinya. Setiap hari ada saja tingkah nakal dalam artian masih dalam batas wajar. Dia selalu bertingkah usil dan jahil. Andri, Ramdan, dan Alard dibuat pusing olehnya.

"Ssttt ya, jangan ada yang bilang gua disini!" ucap Akhtar pada teman kelasnya sambil membungkuk bersembunyi dibawah meja guru.

Teman - teman kelasnya yang mulai terbiasa dengan tingkah laku Akhtar, mereka hanya mengangguk. Menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.

"AKHTAR!"

"Eh, lo pada liat si Bocel kagak?"

Akhtar meringis mendengarnya, itu suara Andri dan Ramdan yang mencarinya.

"Kenapa?" tanya Allard yang tak tahu apa yang terjadi.

"Badan gua sakit ketindih ni orang!" misuh Andri sambil menunjuk Ramdan.

"Heh! Lo kira gua gak sakit? Sama gua juga!" balas Ramdan.

Hari ini, Andri dan Ramdan menjadi sasaran kejahilan Akhtar. Mereka terjatuh saat berjalan, tali sepatu keduanya saling terikat satu sama lain, membuatnya jatuh dan akhirnya mereka mengejar Akhtar, Si Bocah Cadel nan nakal.

Allard mulai faham apa yang terjadi, netranya menatap Andri dan Ramdan bergantian. Keduanya balas menatap Allard dengan ekspresi bertanya. Allard kembali menatap keduanya bergantian, dan beralih menatap meja guru yang terletak dipojok depan kelas.

Andri dan Ramdan menunjukkan senyum miring. "Akhtar! Kalo lo gak keluar juga, kita gelitikin nih ya!" Andri mengancam.

Ramdan bergerak mengendap ke arah meja diikuti Andri, "Gua hitung. Satu, dua, ti-"

Dug!

"ARRGHH SAKIT, SAKIT! HADUH!"

Akhtar berteriak kencang kala dahinya terbentur ujung meja. Melihat itu, Ramdan reflek menarik pelan badan Akhtar agar menjauh dari meja, menggendongnya dan duduk di kursi.

"Mana? Mana yang sakit? Bilang sama Abang!"

Akhtar menyadari sesuatu, "eh tulun, tulun! Tulunin gua! Ish!"

"Diem dulu Cel, dahi lo memar," Andri menahan Akhtar yang berontak dipangkuan Ramdan.

"Gua udah besal! Tulun!"

"Iya tau, bentar dulu. Ini dahinya memar, pasti sakit. Kita obatin dulu ya!" ucap Ramdan lembut. Tangannya tergerak mengusap dahi memar Akhtar, mulutnya meniup luka memar itu, berharap sakitnya berkurang.

"UKS!" ujar Allard singkat.

Ketiganya membawa Akhtar ke ruang UKS dengan Akhtar yang masih dalam gendongan Ramdan.

"Bang Ndan, tulun ih malu!"

"Oke turun, tapi ikut kita ke UKS!"

"Gak mau! Didiemin juga sembuh!" Akhtar menolak.

"Dahi lo memar Akhtar, lo mau lama - lama jadi benjol?" ucap Andri menakuti.

"Gak tampan lagi dong gua kalo benjol?" tanya Akhtar polos.

"Iya, makanya ayo ikut."

Akhtar pasrah, dia akan menuruti apa pun yang dilakukan ketiga temannya. Allard yang tak sabar, menarik pelan lengan Akhtar dan membawanya ke arah UKS.

AKHTARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang