Manusia itu di ciptakan untuk menjalankan sebuah kehidupan yang di bentengi oleh kata 'gak apa-apa.'
Kalau ada masalah, ya dihadapi. Meskipun menyerah sudah jadi sebuah kata yang kuat untuk di lakukan, seolah kata itu terus menyihir pikiran kita untuk segera bertindak mundur ke arah belakang.
Kita di depan. Ya, di sana kita berdiri. Kenapa juga harus mundur kalau sebelumnya kita sudah berhasil maju beberapa langkah ke depan? Tentu saja, semua itu karena ada sebuah sifat yang memang hobinya selalu mendominasi ke dalam pikiran kitaㅡmenyerah, itu jalan ke dua.
Kalau memang pintu pertama tidak dapat di bukakan, maka masih ada pintu ke dua. Entah ada berapa pintu yang dapat kita coba buka, tapi yang pasti berusaha itu tidak akan pernah ada salahnya. Justru dengan berusaha, kita pasti akan menikmati hasilnya nanti dengan langkah yang entah bagaimana caranya tiba-tiba sudah berdiri jauh di depan sana.
Sama seperti Fa, yang awalnya ingin menyerah ketika seorang perempuan buruk rupa datang menghalangi nya keluar dari sebuah lautan darah yang entah bagaimana caranya bisa datang memenuhi gedung bertingkat kosong penuh kegelapan itu, Fa mampu keluar dari mimpi buruk itu dengan sebuah cara yang dia sendiri tidak pernah menduga nya.
Rasanya lelah karena terus-terusan melayang di tengah-tengah lautan. Seakan semua suara telah redup karena Fa berdiri di paling dasar lautan tersebut.
Tidak ada jalan, bahkan celah yang presentase nya memasuki angka dua saja itu tidak ada.
Fa membiarkan wanita itu terus menangis. Tapi kalau di biarkan, lautan darah itu seakan-akan semakin penuh dan mendominasi dirinya. Rasanya sesak, sampai-sampai Fa pasrah dengan keadaan.
Dia hanya menutup matanya, lalu di bukakan ketika wanita itu sejenak diam dari tangisan nya.
Tapi Fa berhasil keluar, semua itu karena Naa memanggil namanya.
Fa menangis, merasa senang karena akhirnya bayangan nya itu mampu membantunya untuk keluar dari lautan itu.
Lambat laut, ia menghilang, membiarkan wanita itu terus meneriaki nama Baru.
Fa membuka matanya. Rasanya seperti mimpi ketika ia sudah berdiri di sebuah ruangan yang akhirnya memperlihatkan seseorang yang sudah sangat lama ia pikirkan.
Wanita itu menanyakan kemana ia pergiㅡdengan raut wajah khawatir yang padahal hanya merasa kehilangan situasi ramai nya saja. Fa tau itu, tapi setidaknya dengan Naa masih sangat membutuhkan nya saja, Fa sudah sangat senang.
Tapi ketika Naa di tarik pergi oleh teman nyaㅡJazㅡseseorang yang Fa sedikit benci itu membuat dirinya bertanya-tanya. "Kan aku tidak melakukan apapun. Kenapa dia Naa pergi ketika aku datang?"
Fa mengikuti mereka, lalu melihat jelas ketika kedua manusia itu sedang bertengkar di tengah sepinya lorong sekolah.
Ketika Naa pergi, Fa mengikutinya. Gadis itu kembali lagi ke dalam perpustakaan yang tampaknya mulai agak sepi karena pertandingan selanjutnya akan segera di mulai lagi.
Ketika gadis itu menutup wajah dengan kedua tangan nya, Fa berdiri di dekat gadis itu dengan diam.
Fa diam, membiarkan gadis itu melakukan apapun yang ingin dia lakukan. Naa menangis dengan diamㅡtanpa suara juga isakan.
Ternyata, bertengkar dengan orang yang paling penting itu membuat hati sangat terluka. Seakan ada pisau yang terus mengiris karena marah akan kejadian yang seharusnya tidak terjadi.
Naa pikir, memang begitu. Karena pertengkaran soal amanah yang baik itu harusnya di angguki saja kalau memang terpaut dalam emosi. Tapi Naa, justru dia ikut marah daripada memilih menjawab Jaz dengan sebuah anggukan kepalanya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Tahun Baru
Fantasy[ TAMAT ] Hai Sekarang kalian lagi ada di Butiran Air Mata Yang Akhirnya Berharga Seperti Berlian. •••••••••• Fabumi. "Tetapi sama kamu, aku gak bisa menepati janji karena aku tidak ingin mengecewakan Mara." Sahna. "Tidak apa, kehilangan banyak oran...