• EPILOG •

9 1 0
                                    

"Jaz, aku mau tidur."

"Iya, nanti aku akan menyusul kamu."

Pisau merah muda bercorak bunga merah muda berdiri tegak di jantung seseorang yang sangat aku sukai sekali bunyi detak jantungnya. Ditusuk pada jantung yang senang sekali berdenyut tiap detik. Secercak surat ada di bawah pipinya, aku meringis tetapi tidak menangis.

Pasti sangat sakit, sampai dia pergi kemudian terlambat untuk menghapus sisa air matanya. Apa yang dia pikirkan? Apa roti lapis coklat buatan ku tidak membuatnya tergiur? Betapa senangnya dia pergi dengan ucapan selamat tinggal yang membuat aku merasa bodoh dan tidak mengerti.

Secercak surat yang ada di bawah pipinya, bercampur dengan tetesan air mata yang belum mengering. Isi suratnya buat aku semakin gila, sebab aku mulai sadar bahwa dia tidaklah sedang mengerjai aku dengan pisau mainan, tetapi benar-benar mati.

Aku selalu bilang, lelah adalah teman setiap saat. Yang menderita dari kamu ada banyak, Naa. Hidup akan berarti seiring berjalannya waktu. Tetapi selama ini, dia mengabaikan maksud ku yang menginginkan dia untuk tidak berpikiran buruk seperti itu. Kematian contohnya.

Meski aku berhasil tidak membiarkan dia pergi seorang diri ke Swiss, tetapi dia masih dapat hilang atau bahkan lebih jauh lagi dari ku.

Segera aku menelepon bantuan, pihak rumah sakit segera menjemput kemudian aku terkejut. Mengapa mereka memberikan aku seorang psikiater?

Surat itu ku bingkai bagai foto, lecak dan agak buram karena sempat bercampur dengan air mata ku. Rumah yang dulu ku kira akan ditinggali dua orang anak ternyata cuma mimpi. Aku pindah ke apartemen yang baru dan terus berdoa kepada Tuhan sembari menggenggam surat tersebut.

Mengapa kekasih ku selalu memimpikan kematian? Apakah cita-citanya yang sebenarnya, Tuhan? Adakah orang yang seperti dia?

Aku bertanya pada Tuhan, dan aku tidak tau apa jawaban yang diberikan oleh sang pencipta.

Sembilan tahun melihat teman-teman ku tumbuh bersama orang-orang baru. Aku tidak yakin mengapa aku begitu kesepian cuma karena masih takut orang yang ku kencani akan berakhir seperti Sahna Indria.

"Kamu harus menikah, Jaz. Ciptakan anak-anak kemudian menua lah, mereka akan menyayangi kamu dan terus menunggu kamu datang dari balik pintu."

Aku yakin, itu kalimat yang sangat matang dari seseorang yang telah menjadi ibu. Sya yang pernah bersikap pura-pura baik pada Naa ternyata berkhianat, tetapi akhirnya dia mengaku salah, kemudian Naa maafkan dan aku mengiyakan.

"Ya, kalau tidak menciptakan anak, percuma panci di dapur di beli sedemikian bagus. Calon istri lah yang mampu menciptakan gulat di dapur, dan anak-anak yang akan menutup gema di rumah."

Mendengar Danendra, aku cukup ingin menikah. Meski tidak tau dengan siapa, bayang-bayang harmonisasi keluarga yang terbentuk begitu menyenangkan kalau memang bisa aku lakukan.

Tetapi aku berbalik arah lagi, membanting stir ketika benak ku mengingat kembali bahwa aku akan menikahi Naa dengan dekorasi yang perempuan itu idam-idamkan. Perempuan itu sudah banyak mencari dekorasi dan bentuk undangan yang ia inginkan, dan kami selalu berdiskusi setiap malam tiba.

Aku ingin bertanya kembali, mengapa ada seseorang yang sudah memimpikan masa depan yang indah tetapi malah mengakhiri hidupnya?

Aku cinta Naa, tetapi saat dia pergi, tidakkah dia memikirkan aku yang sedang membuatkan roti lapis coklat dengan kacang almond dan susu kesukaan nya? Betapa bahagianya malam itu jika dia dapat mencicipi roti lapis tersebut dengan kopi khas racikan ku.

Naa, aku sudah baca surat mu. Selamat tinggal. Tidak apa pergi dan membuat aku membuang semua harapan yang kita bangun, aku benar-benar sudah memaafkan semua belaka janji yang sempat kita ciptakan.

Punya dua atau tiga anak, dekorasi pernikahan yang begitu mengagumkan, tinggal di rumah klasik, kemudian masih banyak lagi impian yang ternyata tidak bisa diwujudkan.

Terimakasih untuk pernah berjuang, terimakasih untuk menganggap bahwa kamu tidak pernah sendirian. Kata mu, Jaz diciptakan untuk ku. Ya, Naa, aku mau kamu.

Maka dari ku, tutuplah buku kita. Aku akan menciptakan dunia ku yang indah dan kembali lagi pada mu di kehidupan yang baru. Aku akan datang lagi, dengan aku yang sama.

Terkasih,
Mazen Jaz.

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang