BULAN.
Baru bilang..... "kamu cantik." Itu dulu, sekarang sudah pasti tidak. Kalau dibilang aku sangat menyesal, ya, sangat. Pesona ku hancur, yang membuat ku mati tidak mau menghilang. Baju usang, darah, lukaㅡborok hancur, mata hitam, rambut kusut, kaki ku hancurㅡ dipotong selepas mereka selesai menyantap aku.
Mereka yang katanya dipercaya untuk turun melawan peperangan, membela negara mereka yang sedang menjajah bangsa ku. Saat aku terus menyebut nama "Baru! Tolong Baru!" Tetapi aku tidak mendapatkan apa yang ku sebut.
Waktu aku tersadar, rembulan sedang bercahaya terang, membuat ku mendengar satu jeritan laki-laki yang sedang menangis dengan pilu. Kemudian ada banyak air yang datang pada ku, mengelilingi aku lalu membasuh luka-luka ku. Sakit sekali sewaktu air-air itu sedang membasuh aku, tetapi kemudian tanpa sadarnya lagi aku sudah di bawa ke sebuah gedung yang isinya ada banyak sekali mereka yang baru mati. Perlahan cahaya hitam, merah, dan putih mengelilingi tempat itu, hingga akhirnya yang tersisa adalah seorang laki-laki yang sedang menutup kedua matanya dengan eratㅡ alisnya terpaut seakan tidak bisa tidur di malam hari.
Air matanya terus mengalir, kedua telapak tangan terus mengerat. Aku memperhatikan nya, dia benar-benar rapuh dan terus mengatakan. "Tuhan, tolong bawa aku pergi, kekasih ku sudah menunggu kehadiran ku terlalu lama, tolong...."
Sebab kalimat itu, aku menyadari siapa seorang perempuan yang baru saja mati di sebelahnya. Ya, dia Fhayana, teman ku juga yang diperkenalkan oleh Baru. Kemudian, tidak lama kemudian Baru mati, lalu seisi ruangan ini mulai menampakkan banyak arwah baik yang pendatang maupun yang sudah lama menetap. Aku yang mati oleh kemarahan akan ketidakpuasan akan cinta dan kehidupan memilih memuaskan hasrat dengan penuh dendam, ada banyak arwah jahat yang bergentayangan memilih aku sebagai teman mereka, lalu sisanya menangis ketakutan seakan mereka tidak sadar kalau mereka juga sudah menjadi hantu.
Aku masih menetap dua tubuh manusia yang kini tidak punya lagi jiwanya, mereka bak sedang saling peluk, pun saling hadap dengan senyum. Kemudian aku menghancurkan segala apapun yang ada di dekat ku, entah bagaimana para roh jahat itu bisa tertawa seenaknya ketika aku dengan tidak sepengetahuan ku mampu membuat mereka yang ingin pergi jadi terhalang oleh air merah ku.
Mereka marah, ketakutan, dan terus menyalahkan aku. Mereka yang sudah lama terjebak disini pun kembali tertawa terbahak-bahak lalu keluar begitu saja dari tempat itu. Dan ketika aku sadar, ternyata mereka memanfaatkan emosional ku.
Tetapi yang paling aku benci adalah, aku tidak bisa mengucapkan selamat tinggal maupun selama datang kepadanya. Selamat tinggal karena telah meninggalkan dunia yang hidup, dan selamat datang kepada dunia yang mati ini. Setidaknya aku ingin bertemu sekali saja di dalam dunia ini, tetapi aku pikir dengan aku yang seperti ini tidak mungkin bisa bertemu dengan Baru.
Tetapi puluhan tahun berlalu, aku melihat dia, menangis di bawah halte bis. Berdiri di tengah kerumunan seakan ia juga merupakan salah satu di antara manusia yang sedang berteduh. Entah aku harus senang atau sedih, Baru tampak belum mati. Ku pikir sampai saat ini ia masih belum sadar, ternyata ketika hujan mulai rintik, pria itu menakut-nakuti banyak manusia. Kejam sekali, tetapi dia tertawa cukup puas pada saat itu.
Aku ingin menghampirinya, mengatakan bahwa apa yang dia lakukan itu tidak baik, tetapi aku terus terdorong oleh pikiran ku sendiri yang mengatakan bahwa. "Kamu sendiri lebih jahat daripada dia."
Aku tidak menyakiti mereka yang masih hidup, tetapi aku sering membuat kekacauan atas dasar kemarahan yang aku sendiri tidak tau bagaimana caranya untuk menghentikan itu.
Di hari yang sama, sewaktu hujan kembali deras, Baru menangis. Duduk di tengah jalanan sembari menutup kedua wajahnya dengan gusar. Tidak ada satupun yang mau memperhatikan dia sampai akhirnya dia kembali berjalan dan mencari target untuk ia luapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selamat Tahun Baru
Fantasy[ TAMAT ] Hai Sekarang kalian lagi ada di Butiran Air Mata Yang Akhirnya Berharga Seperti Berlian. •••••••••• Fabumi. "Tetapi sama kamu, aku gak bisa menepati janji karena aku tidak ingin mengecewakan Mara." Sahna. "Tidak apa, kehilangan banyak oran...