• Gerbang Menuju Bulan •

7 1 0
                                    

Hari terakhir sebelum libur sekolah, Danendra datang membawa satu batang permen, disuguhkan untuk Naa yang kini harus menatap seseorang untuk pertama kalinya sejak tadi pagi ia terus menunduk karena orang-orang selalu memperhatikan nya dengan tatapan sinis.

Danendra tersenyum, memakan satu batang permen yang sudah ada lebih dulu. Kemudian satu batang permen yang baru itu Naa terima dengan senang hati. Ia buka plastiknya lalu dimakan tanpa ragu. "Manis gak?" Tanya Danendra sembari mereka berjalan bersama.

"Manis."

"Punya ku asam, salah beli tadi."

Naa yang masih canggung dengan Danendra pun cuma bisa tersenyum, tidak tahu harus balas dengan perkataan apa kepada pria itu.

"Naa?"

Naa menoleh, mendapati Danendra yang kini berhenti ketika mereka tengah berdiri di antara lorong kiri dan kanan. "Sebentar lagi aku lulus, kita masih bisa bertemu tidak, ya?"

Naa memandang depan, kelas kosong yang isinya telah berhamburan ke kantin, itu sudah pasti. Yang tersisa cuma sepi dan barang-barang yang ditinggal kan. "Kalau kakak mau ketemu, ya aku bisa."

"Caranya?" Tanya Danendra karena ia kembali mengingat bahwa Naa tidak memiliki ponsel. Tetapi ketika Naa mengeluarkan sesuatu dari balik kantung rok seragam sekolah, Danendra tersenyum senang, lantas pula ia mengeluarkan sebuah barang persegi panjang yang kini siap ia otak-atik kan.

Setelah nya, Naa memberikan nomor ponselnya, yang lantas dengan senang hati langsung Danendra terima dan mencoba untuk memberikan percobaan pesan singkat sekaligus telepon. Dan tersambung, Danendra jadi makin senang dan langsung menaruh ponselnya kembali ke dalam saku celananya. "Kalau begini jadi lebih mudah. Terimakasih, Naa."

Naa tertawa, lantas kemudian perempuan itu langsung pergi menuju kantin karena ternyata sejak tadi pagi Jaz bolos, berdiam diri disana sembari makan, minum, dan bergurau ria bersama para penjual yang ada di sana. Gila pikir Naa, ini kejadian kedua untuk Jaz yang dinobatkan sebagai pria terpintar dan terbaik disekolah. Apalagi dulu Jaz selalu menganggap remeh apapun yang berhubungan tentang bolos sekolah, tapi sekarang dia malah sudah melakukannya sebanyak dua kali. Yah, baru dua sih, tapi kan sama saja.

Sampai di kantin, Naa melihat Jaz sedang duduk sambil memainkan ponselnya. Naa sangat tau pria itu sejak tadi menelepon dan memberikannya banyak sekali pesan. Naa yang masih asing menggunakan ponsel pun cuma mendiamkan nya, lagipula mereka masih ada di satu lingkungan yang sama. Apa kalau mungkin memang Naa sudah terbiasa dengan ponsel, mungkin saja ia akan membalas pesan singkat Jaz sembari berjalan ke arah kantin.

Jaz tersenyum ketika Naa sampai tidak tepat waktu disana, senyum yang melambangkan kemarahan yang sedang tertahankan. "Hari ini aku piket, jadi aku hapus tinta di papan tulis dulu."

Jaz mengangguk, lantas menjulurkan satu kotak susu coklat untuk sahabat nya itu. "Kemarin aku datang ke rumah paman ku."

Langsung saja Naa berdecih, dan Jaz pun kembali melanjutkan kalimatnya. "Paman ku gak bisa bantu, tiba-tiba panik gitu. Memang Daksa itu siapa sih? Kayak lebih parah dari jin aja."

Kemudian Naa memutar bola mata nya malas ke arah Fa, sedangkan pria yang ditatap cuma diam sambil menyeruput susu coklat nya. Duh, Naa jadi malas kalau harus minum susu coklatnya nanti, sudah pasti hambar rasanya. "Aku dan Fa coba panggil Mara kemarin, tapi Mara ngelak gitu."

Jaz mendengus, membuat suaranya terdengar seperti kuda. "Naa, kamu gak apa-apa 'kan?"

"Gak apa-apa."

"Daksa bilang apa aja ke kamu?"

"Sebenarnya dia bilang sih tentang identitas dirinya, tapi aku takut nanti dia dengar aku bilang tentang dia ke kamu."

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang