• sopan santun, katanya •

16 1 0
                                    

Jaz yang sedang duduk di atas aspal lapangan sembari memainkan bola nya itu terus murung tanpa mau di tenangi oleh teman-temannya itu.

Sekarang, mereka sedang istirahat, dan sebentar lagi mereka akan kembali bertanding melanjutkan babak pertandingan mereka yang sempat berhenti karena waktu istirahat tersebut.

Naa cemasㅡcemas karena skor yang mereka peroleh lebih sedikit dibandingkan dengan lawan mereka.

Sama seperti Jaz yang kini sedang murung karena skor yang sama-sama ia cemaskan sekarang. Takut bahwa timnya akan kalah dan tidak bisa masuk ke babak selanjutnya.

Jaz sangat menyukai basket, dan ia ingin sekali menang karena Naa bilang bahwa dia akan memotret Jaz dengan kamera baru milik pria itu nantinya.

Suara nyaring itu kembali berbunyi, pertanda bahwa pertandingan sudah dimulai kembali.

Jaz dan timnya terus bermain dengan terlihat sedikit lebih agresif dari cara mereka bermain sebelumnya. Naa terus memperhatikan mereka, sampai akhirnya ia tidak bisa melihat pertandingan itu lagi karena tiba-tiba ada sekelompok orang yang datang untuk menyaksikan pertandingan itu dengan berdiri di depan nya.

Naa sedikit menghela napasnya, lalu berdiri untuk mencari tempat yang sedikit memiliki ruang agar ia dapat melihat kembali pertandingan yang sedang panas-panasnya itu.

Tau-tau, entah bagaimana caranya, Jaz dan timnya sudah kembali mencapai sebuah skor yang kini lebih tinggi daripada sang lawan.

Tampak mereka saling peluk di tengah lapangan, hingga skor mereka lambat laun lebih tinggi dan lebih, lebih, tinggi lagi.

Ketika semua orang menepuk tangan mereka, Naa melakukan hal yang sama. Hingga, karena saking asiknya suasana pertandingan, Naa harus merubah mimik wajahnya menjadi sedikit termenung juga terkejut. Orang-orang itu, kenapa harus menatapnya begitu sih?

"Naa. Itu nama mu, kan? Sahna Indira, yang katanya paling di benci satu kelas karena suka berhayal sendirian. Orang aneh yang katanya stress karena gak punya teman."

Naa sedikit membanting botol minum yang sudah ia beli baru itu untuk Jaz nanti. Kini, ia berdiri, dan menyamakan posisinya bersama dengan satu orang yang kini berdiri diantara teman-temannya itu. "Kalau gak suka, gak usah di datangi. Kalau kata mereka aneh, yasudah, jauhi. Gampang, kan?"

Orang itu sedikit berdecih lalu tertawa kecil bersama teman-temannya, seakan meremehkan seorang anak kecil yang tidak seharusnya melawan yang lebih tua. Orang-orang itu bukanlah siswi, tapi siswa yang entah dari kelas mana, dan berada di tingkat berapa. Naa tidak tahu, karena Naa tidak terlalu mengenal banyak orang di sekolah ini meskipun ia hampir dua tahun di sini.

"Beneran aneh, gak sopan lagi. Baru kali ini saya ketemu orang gak menghormati senior kayak kamu. Biasanya kalau saya ketemu orang yang gak punya sopan santun, wah, saya gak mau tinggal diam gitu aja. Contohnya kamu." Katanya sambil menunjuk wajah Naa.

"Emang senior harus banget di hormati kalau awal ketemu aja gak pake salam?"

"Kamu mau salam yang bagaimana?" Ucap orang itu yang meninggikan nada berbicaranya, karena dia merasa ucapan Naa barusan mengartikan bahwa gadis itu lah yang seharus di hormati lebih dulu.

"Salam ya, apapun itu. Karena kalau kalian sadar, ketika kalian datang pun, kalian langsung berbicara seakan ingin mengajak saya untuk beradu mulut yang entah apa tujuannya."

"Tujuan? Kita mah datang untuk buktiin tentang apa yang orang-orang bicarakan tentang kamu. Ngapain pakai salam? Orang cuma kamu kok, seorang yang beneran aneh juga gak sopan!"

"Kalau kakak awalannya aja udah baik, ya, saya bakalan sopan, dong? Tapi tentang pembuktian, seharusnya gak perlu. Justru kalian yang gak sopan, ngapain mencampuri urusan orang lain yang kalian sendiri gak tau kebenarannya."

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang