• Itu Janji? •

8 1 0
                                    

Satu jam bolos sebelum pulang itu biasa. Tapi kali ini akan jadi yang pertama dan yang terakhir. Seseorang mengajaknya bertemu di kantin. Tanpa izin, tanpa sepengetahuan wali kelas dan guru yang berjaga di meja piket.

Wanita itu duduk sembari mengaduk-aduk es teh manisnya, roti bakar coklat dan satu map coklat berbentuk persegi panjang yang tergeletak di atas meja. Sedangkan seorang pria yang kini lebih memilih berdiri di balik dinding, bersandar, lalu memasukkan dua tangannya ke dalam kantung celana itu menunduk karena sedang menanti apa yang ingin wanita itu katakan padanya.

Jaz mengetuk kembali ujung sepatu nya ke dasar lantai. Lantas, wanita itupun membiarkan lelaki itu berdiri disana. Lagipula, sudah di tawari duduk Jaz tak kunjung juga mau melakukan.

Ketika roti bakar coklat nya sudah habis, wanita itu pun segera meminum es teh manis nya hingga menyisakan setengah gelas. Dia berdiri, menghampiri Jaz yang kini sedang menatapnya kebingungan. "Ini apa? Uang?" Tanya Jaz yang langsung diangguki wanita itu.

"Untuk apanya lo baca aja sendiri. Udah gue tulis." Ucap wanita itu lalu segera pergi meninggalkan Jaz yang malah terfokuskan membaca tulisan yang wanita itu tulis di amplop coklat berbahan kertas tersebut.

Lalu Jaz menghela napasnya. Kali ini ia dipaksa untuk bertanggung jawab. Ingin menolak tapi dirinya juga yang mau menerima uang tersebut. Karena uang ini adalah masa depan Naa. Disini, di gedung sekolah berlantai empat ini.

Lalu punggung kecil yang mulai menghilang dari lorong kantin ini membuat nya melupakan kalau perempuan itu adalah Sarah yang selama ini mulai Naa tolak kehadirannya. Dan akhirnya, Jaz pun menghabiskan sisa tiga puluh menit nya bermalas-malasan di kantin.

••••

"Tadi kemana?"

Jaz menelan salivanya. Agak susah. Entah mengapa bak ada dinding yang tumbuh di dalam sana. "UKS." Lontar Jaz yang terdengar tidak ragu sama sekali walau sebenarnya itu cuma akting.

"UKS tapi kok bisa buat seisi kelas bertanya-tanya gitu?"

Jaz yang mulanya berjalan sembari menunduk itu pun mendongak. Ia langsung menoleh kepada Naa. "Kok gitu?"

"Katanya 'Jaz bolos ke kantin! Jaz bolos ke kantin?!' anak-anak yang bolos lihat kamu disana katanya. Terus juga kamu ke sana tuh buat pacaran." Jelas Naa yang akhirnya membuat dirinya sendiri menunduk ketika sampai pada kalimat terakhirnya.

"Pacaran sama siapa?! Dih, enggak."

"Cewek, baju kantoran, cantik."

"Cantikan kamu lah."

Reflek, Naa langsung menendang Jaz menggunakan sepatunya. "Jangan main-main!"

"Ya....enggak main-main." Tutur Jaz sambil mengadah kesakitan.

Kemudian, Naa terdiam. Memandangi satu kaki Jaz yang sedang terangkat naik turun karena sedang menahan sakit yang ia ciptakan tersebut. "Kita perlu cari pacar gak sih? Udah mau kelas 12, masih begini-begini aja."

"Ngapain?" Tanya Jaz sembari menaikan satu alisnya. "Udah mau naik kelas 12 tuh belajar, bukannya pacaran."

"Yah...pacaran sambil belajar."

"Kalau gitu sama aku apa bedanya? Pacaran gak pacaran juga kita kan cewek cowok, pun pacaran tuh rasanya sama aja kayak kita. Saling dekat, saling ada, saling ngerti. Jadi, gak usah lah."

Kemudian Naa diam. Yah, karena memang ada benarnya juga sih. Pacaran tidak pacaran, toh rasanya sama. Sama kayak Jaz. Selalu ada, sudah lama dekat, saling ngerti, dan bisa dengar kata hati masing-masing. Kadang. Itupun kalau situasi nya kalau memang sedang tepat, entah kenapa bisa terbaca gitu aja.

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang