• Dari Sya •

6 1 0
                                    

Tidak bisa sama dia ternyata. Kemarin Sya sudah mengirimkan pesan untuk Jaz, dengan cepat pria itu membalas. Maaf ya, Sya. Tahun baru nanti aku sudah punya rencana.

Tidak apa-apa, mungkin memang harus lain kali.

Melihat purnama yang begitu bercahaya, di halangi sedikit oleh beberapa pohon yang berdiri kokoh di depan rumahnya. Cahaya bulan hari ini cantik, inikah pertanda bahwa tahun ini akan mendapatkan akhirnya yang terbaik? Apa yang bulan rencanakan untuk esok malam?

Rasanya seperti ditolak, padahal tidak mengungkapkan. Sya sudah lumayan sabar menahan kekesalannya karena sudah pasti Jaz ingin menghabiskan malam tahun baru bersama si wanita aneh itu.

Sya berpikir, lebih baik tahun baru nanti Sahna Indira terjangkit penyakit serius. Atau paling tidak mati terkena kembang api. Tetapi, harapan itu cuma omongan belaka karena ia cuma sedang emosi sesaat. Tanpa mau berpikir kalau harapan itu dapat terjadi, mungkin ia tidak peduli.

Besok tahun baru, dan perjamuan makan malam kantor akan dilakukan lebih besar lagi. Lebih banyak orang yang akan datang bersama dengan para petinggi perusahaan.

Rasanya tidak ingin datang, karena orangtuanya bilang Jaz tidak pulang ke rumah. Ayah pria itu menelepon kepada ayahnya, menanyakan apakah ia sempat mengunjungi Sya? Lalu beliau berkata tidak, dan berakhir lah panggilan seluler tersebut.

Sya memelotot ketika ibunya bercerita tentang barusan yang terjadi pada telepon ayahnya. "Jaz gak pulang seharian ke rumah, ayahnya khawatir banget, kasihan. Takutnya itu anak ke ikut pergaulan bebas. Sembunyi-sembunyi narkoba, seks, atau pergi ke luar kota sama teman-teman nya."

Sya bilang pada ibunya. "Keluar kota sama teman-teman bukannya bagus ya?"

"Ya kalau gak izin, sudah pasti aneh-aneh, nak."

"Tapi Jaz gak gitu orangnya, bu."

"Itu juga keyakinan ibu, tetapi kita gak tau dia itu gimana anaknya 'kan? Tuh, kayak tetangga sebelah. Anaknya baik, pinter taekwondo, pinter masa meskipun cowok. Tapi apa? Hamilin tiga perempuan, loh."

Mendengar hal itu pula, jantung Sya berdegup kencang, merasa khawatir orang yang dia sukai bisa saja seperti yang ibunya jelaskan. "Tapi ibu lebih yakin yang mana? Jaz anak baik, atau Jaz anak nakal?"

"Jaz anak baik."

"Aku juga."

Duduk di luar bersama bulan yang lebih bersinar dari sebelumnya, bersama benak yang memikirkan banyak kemungkinan tentang pria baik itu.

Naa kembali membuka ponselnya, menekan kontak panggilan yang menampilkan nama pria itu. Jaz.

Tekan gak ya? Batinnya, bertanya banyak-banyak.

Kemudian tiba-tiba, Sya terperanjat sendiri padahal dia sendiri yang menekannya. Tidak lama sambungan tersebut tersambung, suara Jaz pun muncul dari dalam ponselnya.

"Kenapa, Sya?"

"Ayah mu...itu...."

"Kenapa?"

"Cariin kamu."

Terdengar Jaz tertawa disana. "Biarin deh, males."

"Kasihan, Jaz. Dia sudah cari kamu kemana-mana, sampai ayah ku ditelepon juga, loh."

"Bilang maaf pada ayah mu, tapi aku lagi gak mau dicari. Kamu juga jangan bilang siapa-siapa kalau kita sempat ngobrol, ya? Sumpah Sya, jangan. Lagi have fun, nih."

"Memang kamu dimana?"

"Di rumah teman ku."

"Cowok?"

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang