• Makanan Hari Ini Lezat! •

16 1 0
                                    

Suara ketukan itu berirama. Jaz membukanya, meraih dua kantung plastik yang isinya makanan dan minuman. Ayah nya Jaz mau merepotkan dirinya sendiri untuk membelikan semua itu. Alasannya sederhana, supaya mereka yang masih belajar sampai malam begini punya semangat sampai hari olimpiade tiba.

Pukul delapan malam. Ayah nya Jaz berjanji bahwa anak-anak ini akan pulang tepat pada jam sembilan. Sembari Jaz merapikan semua makanan dan minuman itu, ayah nya Jaz pun menemui bi Rani yang sedang berada di dapur. Beliau mengatakan untuk membungkus buah-buahan segar tersebut masing-masing satu kilo. Buah Kelengkeng bulat kecil berwarna coklat yang begitu manis. Kesukaan Jaz dan mendiang istrinya.

Usai melaporkan, ayahnya Jaz pun pergi ke dalam kamarnya. Jaz menoleh ketika pintu kamar ayahnya tersebut berbunyi kecil. Lelaki itu menghela napasnya. Selalu saja, sudah pasti akan langsung berbicara dengan foto mendiang ibunya. Jaz pernah mengintip sewaktu ia ingin meminta izin untuk pergi belajar olimpiade waktu ia masih berada di sekolah menengah. Sejak saat itu Jaz tidak mau ikut campur lagi, seperti ketika ia selalu mengadu rindu pada sang ibu.

"Ayah mu baik banget ya, Jaz."

Kemudian Jaz menoleh memandang Sya. Tanpa bicara, ia cuma menoleh sejenak yang lalu kembali melatih dirinya dihadapan soal-soal yang belum juga usai ia kerjakan tersebut. "Juga senang lihatnya kamu punya support system di rumah."

"Memang kamu enggak?" Tanya Jaz, terlontar begitu saja.

"Punya. Makanya aku ikut senang lihat ayah mu tadi."

Kemudian Jaz hanya mengangguk. Tangannya masih sibuk menarikan pena bertinta hitam tersebut. Matanya fokus memandang soal, kemudian beralih pada jawaban yang sedang ia buat. Tak lupa kadang ia meraih satu cangkir kopi nya. Kalau malam begini, sudah mulai mengantuk. Fisika, sains, lalu kimia bukanlah hidupnya. Itu yang Jaz pikirkan. Karena kadang, hal yang kita suka tidak bisa jadi kesukaan orang lain. Tuntutan dari orang dalam pun kadang ada saja. Meski tidak suka, itu tetap dijalankan. Sebaik-baik nya dilakukan, tetap yang jarang yang akan menang. Basket kesukaan Jaz contohnya.

Dan di tengah menulisnya, Jaz merasa seluruh tubuhnya mendadak dingin. Meremang dari ujung kaki sampai ujung rambut. Sejenak, Jaz berhenti memikirkan teori yang menjulur sampai ke rumus itu. Benaknya berpikir, tapi gelap. Jaz hanya sedang berusaha memikirkan apa yang sedang mengganggu pikirannya tersebut. Dan lagi dingin itu kembali merambat.

Otomatis Jaz langsung menggenggam cangkir kopinya. Panas mulai meredakan hawa dingin, pun membuatnya kembali fokus menulis. Lalu, terlupakan begitu saja. Yang penting bagi Jaz sekarang adalah, menyelesaikan soal-soal latihan ini lalu membubarkan semua teman-teman satu kelompok olimpiade dari dalam rumahnya ini. Dengan begitu Jaz dapat bernapas lega, lalu tidur untuk menyambut pagi di esok hari.

••••

Mendengar apa yang Mara katakan, Naa lebih memilih untuk duduk di pinggir jalanan saja. Di bawah lampu yang selalu tegak ke atas, di temani jangkrik dan sunyi nya malam. Mara bilang. "Kenapa kamu gak datang ke kota? Fa juga tidak datang. Kalian kenapa? Lalu malam-malam begini, kenapa keluar? Fa juga cuma berdiri jauh di belakang mu."

Entah kenapa ada Mara disini. Naa bertanya, tapi Mara selalu mengalihkan pertanyaan nya. "Fa kenapa gak mau datang?" Tanya Naa pada Mara.

Sejenak mereka diam karena terpaksa. Kedua mata pun memandang dua orang yang dimana seorang kakak sedang menggendong si adik di atas pundaknya. Ketika mereka sudah jauh, barulah Mara menjawab. "Dia juga tidak mau bilang apa-apa." Kata Mara.

Lalu Naa menoleh ke sana dan kemari. Mau kiri, kanan, depan, belakang sampai atas ke bawah, tidak dapat juga ia melihat Fa. Kalau Mara bilang sih, Fa ada di ujung jalanan gelap itu. Tapi berkali-kali Naa lihat, tidak juga ada Fa disana.

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang