• Fa dan Mara •

5 1 0
                                    

Perpisahan itu bukan sekedar air mata. Terkadang biar lebih mengenang, kita kudu tersenyum buat garis besarnya.

Ini tentang Baruna Samudera Fabumi. Seorang pria yang tersenyum di bawah rembulan yang kini menjadi trending dunia.

Bulan hari ini menyinarkan satu pantulan cahaya di setiap penjuru dunia!

Fa memandang Mara, lebih cantik daripada cahaya bulan. Ia terus mengatakannya berkali-kali, wanita itu cuma tersipu dan membalas seadanya.

"Ingatlah Mara, mau kamu mati atau tidak, sampai kematian pun kita tetap ada. Tidak perlu janji untuk ini dan itu, untuk kita, untuk Bulan, bulan, dan kehidupan. Pasti sekarang Bulan sedang menatapi pantulan rembulan yang agaknya mengherankan. Kenapa ada pantulan rembulan? Satu titik seperti lampu jalanan yang menjulang tinggi."

"Aku percaya Bulan sedang menatapi bulan sekarang. Bisakah dia bahagia, Baru?"

"Bisa, dia dapat diandalkan." Ucap Fa dengan penuh keyakinan, kemudian menoleh sejenak pada Daksa dan Naa yang sedang mengobrol berdua juga di lain jarak.

"Selanjutnya aku yang pergi, sahabat ku sudah baik-baik saja sekarang."

Mara tersenyum, ikut menatap Naa yang kini sedang tertawa bersama Daksa. "Aku lumayan khawatir sejak Sarah mati, tetapi sekarang sudah tidak."

Tanpa sepengetahuan Mara, Fa menciumnya. Mengulum dan memberikan kesan romansa hingga wanita itu menutup kedua matanya. Ini baru namanya cinta.

Selesai berciuman, Mara tersenyum, menggenggam kedua tangan dingin Fa yang berada di kedua pipinya. "Selamat tahun baru."

Fa meletakkan dahinya di dahi Mara. Masih membuka mata, ia tersenyum. "Selamat jalan, Mara."

Sejenak diam dengan posisi yang sama, Mara berbicara. "Fa, kalau memang reinkarnasi itu ada, jangan jatuh cinta terlalu dalam, ya? Boleh saja karena itu salah satu tujuan untuk berpasangan, tetapi jangan melupakan cinta untuk diri sendiri."

"Oleh sebab itu kamu mati-matian berjuang untuk mengembalikan aku yang dulu?"

"Dari dulu aku selalu memperhatikan kamu. Dari kamu yang masih kecil, bermain bersama Bulan berduaan. Kemudian ketika masuk sekolah, aku merengek ingin meminta di sekolah yang sama dengan mu, tetapi aku tidak bilang tujuan ku itu."

Fa tertawa, baru tahu kalau Mara sudah memperhatikan dia sejak dahulu sekali. "Aku pernah membeli roti mentega yang kamu dan Bulan sering beli, enak ternyata. Mentega tidak seburuk kelihatannya. Aku suka mentega karena kamu, kemudian aku cemburu dengan sahabat mu. Dia bisa bersama kamu tetapi aku tidak. Lambat laun, kamu menyadari aku ketika kita sudah berada di sekolah menengah. Waktu itu aku senang sekali karena kamu mengajak aku berbicara terlebih dahulu, Baru."

"Iya, waktu itu kamu duluan yang menjulurkan tangan mu. Aku kaget, tetapi aku senang karena ternyata kamu begitu peduli dengan pria remaja yang kelihatannya kusam dan selalu punya banyak keringat."

Mara tertawa. "Aku suka waktu dulu kamu lihai bermain basket. Aku suka kamu yang selalu mengikuti semua kegiatan olahraga yang kemudian berlatih sampai malam di lapangan sekolah. Aku suka duduk di lorong, memperhatikan kamu di dalam gelap."

"Kamu tidak takut?"

"Aku sibuk memperhatikan sampai tidak sempat berpikir yang macam-macam."

"Aku?"

"Kamu?" Tanya Mara, buyar semua bayangan dirinya yang dulu sedang memperhatikan Fa diam-diam sampai malam di lorong sekolah.

"Iya, aku. Aku yang kamu perhatikan atau lelaki tinggi yang tampan rupawan nya?"

Selamat Tahun BaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang