S E M B I L A N

24.1K 4K 49
                                    

"Lalu, apa ada yang perlu kau laporkan lagi?"

"Ya, Tuan. Ini mengenai kasus penganiayaan Nona Rubyanne."

Aslan terdiam beberapa saat, benar, masalah Rubyanne saja belum sepenuhnya terselesaikan. "Jelaskan,"

"Hampir separuh selir termasuk Lady Hermessent pernah menganiaya Nona muda. Mereka menganggap Nona muda serangga pengganggu, ada juga beberapa selir yang membenci Nona muda karena anda masih memajang lukisan mendiang Nyonya Ranessa di kamar pribadi anda.

"Mereka merasa, menyakiti atau melecehkan Nona Rubyanne tidak akan berdampak apapun pada kekuatan mereka di kediaman Wialachaues. Karena dulu anda mengabaikan Nona Rubyanne, pikiran untuk mendapatkan hati anda sepenuhnya jika menjauhkan Nona Rubyanne menjadi ajang bagi para selir untuk saling berlomba demi merebut hati anda."

Aslan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kerja miliknya, "hanya karena arogansi dan ambisi semata .. orang-orang bodoh itu menyiksa bocah kecil tak bersalah?"

Ya, tentu saja, posisi Grand Duchess masih kosong setelah kematian Ibunda Rubyanne 5 tahun silam, tentu itu adalah posisi impian yang menjadi dambaan para selir milik Aslan.

"Ah, aku ini bagaimana, sejak awal ini memang salah ku. Bukankah begitu? Duncan?"

Duncan mengangguk sebagai jawaban, tak ada raut keraguan bahkan ketakutan yang terlihat di wajahnya, lelaki itu begitu percaya diri. Bagaimana pun juga, keluarga Count Holden adalah pendukung setia yang dimiliki oleh Duke Agung.

Memenggal kepala Duncan Holden sebagai calon Count selanjutnya malah akan membuat posisi Aslan sebagai aristokrat terkuat setelah pangeran kekaisaran bisa semakin melemah.

Aslan tak bisa mengambil keputusan gegabah dengan mementingkan egoisme manusia serakah, begitu pun dengan Duncan yang percaya diri dengan kekuatan dan loyalitas nya.

"Bagaimana dengan para pelayan? Adakah yang juga menganiaya Rubyanne?"

"Hampir semua dari pelayan di kediaman Wialachaues mengacuhkan Nona muda, bahkan ada yang secara terang-terangan mengungkapkan kebencian mereka pada putri bungsu Duke Agung yang terbuang. Mereka menganggap berpihak pada Nona muda tidak akan membawa keuntungan." Sahut Duncan.

Ajudan pribadi milik Aslan itu jelas terus memberi sindiran halus untuk Aslan yang dulu mengacuhkan dan mengabaikan putrinya sendiri. Aslan sadar betul akan hal itu.

Aslan menghela nafas panjang, "kebetulan, aku sedang bingung mau di apakan para selir karena mereka sudah tidak berguna,"

"Kirim orang-orang yang sudah melecehkan dan menganiaya putri ku ke dungeon timur, lalu asingkan mereka yang mengabaikan Rubyanne dan menyakiti putri ku secara verbal." Aslan telah memutuskan, baginya tak ada lagi ampun jika sudah melibatkan putra-putrinya.

"Kemudian, kau bisa meng-audisi calon pelayan baru. Pastikan tak ada jejak kriminal di antara mereka dan .. cari mereka yang tahu betul bagaimana cara melayani para keturunan Wialachaues."

"Baik, Tuan." Duncan menundukkan tubuhnya, pamit undur diri untuk langsung pergi memenuhi perintah sang Duke Agung.

Selepas kepergian Duncan, hanya tinggal Aslan sendirian di ruang kerjanya yang gelap. Entah mengapa, setelah bertransmigrasi ke dalam novel, ia lebih suka berdiam diri di tempat yang gelap dan sunyi.

Dia bahkan sangat menikmati ketika suara detak jantungnya bergema, itu lebih baik daripada mendengar para pelayan dan prajurit yang diam-diam mengolok-olok Aslan di belakang punggungnya sendiri.

Cukup merepotkan ketika kau masuk ke tubuh seseorang yang reputasinya sudah di ambang kehancuran.

Rasanya Aslan ingin menghilangkan kemampuan pendengaran nya yang extra tajam, atau menyumpal para mulut sampah dengan granat tangan.

Apa ini yang dialami Aslan yang asli di sepanjang hidup nya? Mendengar semua orang bergunjing tentang diri mu, mencela, bahkan menyumpahi mu untuk mati setiap hari?

Aslan menyentuh dahi nya, kepalanya mulai berdenyut sakit karena masalah terus datang silih berganti. Ia belum bisa bernapas dengan tenang semenjak menginjakkan kaki di dunia dalam novel.

Sungguh ia rindu masa disaat dia bisa berleha-leha tanpa memikirkan beban hidup yang menumpuk di bahu.

Karma sang penulis ...

Aslan tertawa, tertawa dengan keras hingga air mata mulai mengalir deras dari pipi tirusnya. Kenapa pula ia harus hidup sebagai seorang Aslan? Antagonis tak berhati yang bahkan mengabaikan anak-anak nya yang manis.

Membunuh ratusan jiwa dengan tangannya sendiri, memperlakukan wanita seperti barang koleksi. Ini sungguh membuat Aslan frustasi.

••••

Di lain tempat, Adam sedang berbaring dengan paha Amy sebagai bantal, bocah berusia 10 tahun itu menangis tanpa suara.

Ia tak tahu mengapa menjadi sangat melankolis, jelas itu bukan dirinya, Adam sudah berhenti menangis ketika berusia 4 tahun. Tapi kenapa dia kembali cengeng hanya karena menerima gertakan dari sang ayah?

Harusnya dia tak perlu terkejut lagi, itu sudah biasa terjadi, bahkan ayahnya tak segan untuk melukai secara fisik. Adam jadi teringat bekas luka yang ada di lengan atasnya, luka sayatan benda tajam, hadiah yang ia dapatkan dari berlatih pedang dengan Aslan ketika ulang tahunnya yang ke 8 tahun.

Lelaki itu tak segan untuk melatih anaknya dengan kekerasan, harusnya Adam bisa maklum, ayahnya yang lembut dan penuh perhatian lah yang layak di curigai. Ya, Aslan yang kasar adalah Aslan yang biasanya, ia tak perlu terkejut atau merasa tersinggung.

"Tak apa, anda bisa menangis, Tuan. Tapi jangan terlalu berlarut-larut, saya tidak suka ketika melihat air mata anda jatuh dengan sia-sia." Amy, pelayan pribadi milik Adam itu mengelus rambut tuannya dengan lembut penuh kasih sayang. Tatapannya yang teduh pun bagai seorang ibu yang tengah mencurahkan cintanya untuk sang buah hati.

Adam semakin mengeratkan pelukannya pada sang pelayan, wanita lemah lembut seperti Amy, bagaimana Aslan bisa berbicara kasar tentang Amy yang sudah merawat ia sejak bayi bak seorang ibu asuh?

Dibanding dengan Aslan yang notabene adalah ayahnya sendiri, Amy yang hanya seorang pelayan rendahan lebih bisa ia sebut orang tua ketimbang Aslan yang selalu mengabaikan dan mengacuhkan nya setiap saat.

Bocah itu tak pernah merasakan cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya dari orang tua yang ia miliki. Walau ibunya sudah tiada, dia masih memiliki ayah yang sehat dan memiliki cukup banyak waktu luang.

Waktu yang seharusnya di pakai untuk anak-anak nya, malah habis di pakai untuk bercumbu dengan para wanita penghibur.

Bahkan ketika Aslan mulai berubah pun, Aslan masih tetap Aslan, tak bisa di percayai sebagai sandaran.

"Kenapa anda harus menanggung semua ini? Anda hanya anak kecil yang tak mengerti apapun, orang-orang dari kekaisaran memang tak bisa di percayai!" Amy mencengkeram bahu Adam geram, ia menatap anak laki-laki itu dengan tatapan iba sekaligus kebencian, benci terhadap takdir jahat yang membuat tuan kecilnya menderita.

Bahu Adam bergetar, rasa kesepian, harapan yang sia-sia, kehampaan, dan rasa benci yang mengakar di hati.

Benar, kenapa pula harus ia yang merasakan sakit itu, dari dulu dia selalu menjadi pilihan yang kedua, selalu ada Abraham di atas nya. Mencoba dan bekerja keras hanya demi pengakuan dan cinta dari ayahnya, sungguh naif ketika dia menjadi pengemis di rumah nya sendiri.

"Bagaimana jika kita pergi? Tak ada yang menginginkan anda disini! Kita bisa pergi berdua! Hanya berdua, anda bisa hidup bahagia tanpa terikat dengan Duke tiran sialan itu! Yang Mulia! Kita bisa bahagia!" Amy berkata dengan wajah sumringah, tentu saja, tentu saja, kenapa mereka harus menderita di dalam sangkar yang menyesakkan? Bodoh rasanya, kenapa tak dari dulu saja? Pelayan setia dari mendiang Edith Felstead itu bisa membahagiakan anak majikannya jika mereka bisa terlepas dari genggaman sang Duke Agung.

Adam terdiam, bocah lelaki itu mengepalkan tangannya kuat, ya, benar, kenapa dia harus merasa tertekan saat bisa pergi kapan saja? Untuk apa tinggal di sebuah neraka abadi jika bisa menemukan surga tersembunyi?

Adam menatap manik pengasuhnya, "bisakah ... aku bahagia?"

A/n : Yahh, stok nya habis /lesu. Mungkin update selanjutnya, minggu depan? Adakah yang penasaran tentang Abraham🙋? Terima kasih sudah mendukung karya ini🙏

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang