T I G A

32.5K 5.3K 161
                                    


"Wah, sedang bermain permainan baru ya?" Aslan mendekati 3 gadis itu. Yang dua benih ular, yang satu benih algojo.

Ketiga gadis itu kompak melihat ke arah Aslan, dua anak Marilyn tampak antusias dan bahagia ketika Aslan menghampiri mereka. Tapi perhatian Aslan terpaku pada Ruby, gadis itu ketakutan melihat sosok sang ayah yang mendekat ke arah nya, Ruby menunduk sembari mencengkeram erat gaun lusuh yang ia kenakan.

Gadis mungil berumur 5 tahun itu tampak kurus, ia juga memiliki luka lebam di tubuhnya. Rambut platinum nya tampak lusuh dan kusut. Ia tampak lebih kecil di banding dengan anak normal seusianya.

Kemana pelayannya? Aslan ingat betul, dalam novel, Ruby memiliki satu pelayan setia yang menjaga dan merawat gadis itu hingga dewasa.

Tapi kenapa anak ini begitu lusuh? Seakan gadis itu tak pernah di urusi, penampilannya bahkan lebih mirip anak jalanan daripada putri seorang Duke Agung.

"Ayah, kami baru akan bermain di taman, tapi kami di ganggu oleh nya, dia juga mencuri bunga-bunga milik ayah." Ujar si gadis bergaun merah, ia mengadu pada Aslan.

Aslan melirik Ruby, memang, gadis itu terjatuh dengan membawa sekeranjang bunga yang di petik langsung di pekarangan.

"Benarkah begitu, Rubyanne?" Namun Ruby tak menjawab, tubuhnya masih bergetar karena ketakutan dengan eksistensi yang lebih menyeramkan dari apapun di kekaisaran yang kini berada di depannya.

"Benar ayah, hukum saja dia! Cambuk dia seratus kali! Pencuri!" Yang menyahut malah anak-anak Marilyn.

"Siapa ayah mu, nak?" Aslan bertanya dengan alis terangkat, bingung mengapa kedua anak Marilyn terus memanggilnya ayah.

Si gaun merah menyahut lagi, "tentu saja ayah, Aslan Percival Wialachaues!" Ujarnya dengan bangga.

"Pftt," Aslan hampir tertawa lepas, para selir di kediaman Wialachaues tak ada yang pernah dinikahi oleh Aslan. Termasuk Marilyn, walau wanita itu di gadang-gadang menjadi selir kesayangan Aslan, tapi jika di bandingkan dengan para pelacur di rumah bordil, mereka tak ada bedanya.

Dan sekarang, kedua ulat itu memanggilnya ayah? Aslan benar-benar akan tertawa keras.

Aslan berjongkok, ia menghadap pada kedua anak Marilyn yang lebih tua 5 tahun dari Ruby, "nak, hanya Wialachaues sejati yang pantas memanggil ku ayah."

Duncan yang berada di belakang tuannya sedikit terkejut, meski tahu bahwa kedua anak Marilyn bukan anaknya, Aslan yang dulu tak pernah keberatan di beri panggilan ayah oleh gadis-gadis itu. Bahkan Aslan memanjakannya seperti anak kandung sendiri.

Tapi sekarang, kenapa tiba-tiba ...?

"Pergilah, aku malas bicara dengan orang asing." Aslan bangkit, kemudian mengibaskan tangannya, memberi isyarat untuk Duncan membawa kedua anak Marilyn pergi.

Duncan yang bingung tetap menurut, menggiring kedua anak Marilyn yang wajah nya sudah semerah tomat.

Sedangkan Aslan sendiri memilih menghampiri Ruby yang masih terduduk dengan pipi kemerahan, anak ulat itu tak main-main ketika menampar pipi bocah yang bahkan lebih muda 5 tahun darinya.

"Kau tak apa, girl?" Aslan mengangkat tubuh ringkih Ruby. Sangat ringan seringan kapas.

Aslan membersihkan debu yang menempel pada baju lusuh milik Ruby.

Sambil memunguti bunga-bunga yang berjatuhan kembali ke dalam keranjang, Aslan mulai berceloteh, "jangan diam saja ketika di pukuli, pukul balik dan hina lawan mu lebih kejam. Mereka hanya parasit yang hidup menumpang."

Namun Ruby hanya diam, ia menatap ayahnya yang berjongkok dengan mata yang berkaca-kaca. Tak tahu harus apa, bingung harus bagaimana.

"Jangan cemas, sekarang mereka tak akan berani menyakiti mu lagi." Aslan berhasil mengumpulkan semua bunganya, kemudian menyodorkannya pada Ruby yang hampir menangis.

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang