S E P U L U H

23.6K 4K 40
                                    

Siang itu Aslan pergi memantau para prajurit yang tengah berlatih di arena tanding. Sedikit mengobati rasa galau nya dengan menonton para prajurit yang berduel.

Biarpun Aslan seorang tiran yang gemar mengoleksi wanita, tapi prajurit yang dimiliki Aslan adalah prajurit paling setia dan paling berbakat di kekaisaran. Walau memang, mereka tunduk karena ketakutan, bukan karena merasa hormat kepada sang Duke Agung.

Aslan berjalan ke arah barak senjata, berbagai jenis senjata tajam berkumpul di tempat itu. Aslan mengambil salah satu, lelaki itu meneliti setiap inci pedang yang ia pegang. "Pedang ini sangat berat, gagang nya terlalu kasar, lengan pemakainya bisa cedera. Mata pedangnya pun sudah mulai tumpul. Model nya juga sangat jadul, mengapa pedang-pedang ini masih di simpan dan digunakan?"

Sir Rupert Sativa terdiam, dia adalah ksatria paling berbakat di kekaisaran saat usianya masih sangat muda, dia menjadi tangan kiri Aslan yang menangani masalah kemiliteran sejak usianya baru menginjak 20 tahun.

Aslan berbalik dan menatap ajudan-nya, "mengapa hanya diam?"

Rupert menjawab, "mohon ampun Yang Mulia, anda sendiri yang membeli senjata bekas pakai milik Duke Shiadeolas."

Duke Shiadeolas? Aslan mengernyit bingung, kemudian paham dengan situasi yang terjadi. Aslan yang asli membeli senjata second untuk menunjang para prajurit bawahannya. Tujuannya adalah, agar dia bisa menambah para selir dengan mengurangi anggaran militer milik Wialachaues.

Aslan mengutuk Aslan, 'orang bodoh itu, apa mau menghancurkan nama keluarga dan karir nya sendiri?'

"Hancurkan semua ini, beli senjata terbaru langsung dari para dwarf pengrajin." Titah Aslan yang langsung dihadiahi tatapan terkejut oleh para bawahannya.

"Tapi, Yang Mulia, anggaran kemiliteran tidak cukup untuk mengganti semua senjata yang ada dengan senjata baru." Sahut Rupert sangsi. Wajah lelaki berusia 25 tahun itu tampak tegas.

"Buat proposal baru untuk anggaran kemiliteran, lalu kau bisa serahkan pada Duncan." Ujar Aslan tanpa beban.

Sir Rupert terdiam dengan alis mengkerut, rumor yang menyebar di kalangan pelayan, apa bukan sebuah kabar burung belaka? Tapi kemudian lelaki itu mengangguk, "Baik, Yang Mulia."

Kemudian Aslan beralih pada asrama yang dipakai para prajurit untuk beristirahat, asrama 4 tingkat itu berdiri megah di samping kediaman utama Wialachaues.

Saat masuk ke dalam, beberapa prajurit dan ksatria yang sedang beristirahat buru-buru berbaris rapi dengan tubuh yang menegang. Duke Agung hanya akan datang bila ada hal yang genting. Atau, sedang bosan dan butuh hiburan.

Kali ini siapa yang akan menjadi mainan untuk sang Duke Agung?

"Wah, asrama ini cukup bersih dan terawat." Ujar Aslan sembari mengetuk-ngetuk dinding dengan kepalan tangannya.

Rupert menyahut, "Tuan muda Abraham sendiri yang mengurusi fasilitas para ksatria, Yang Mulia."

Aslan mengangguk, "anak itu memang berbakat." Kemudian lelaki itu beralih pada para ksatria yang berbaris tegang, "apa ada keluhan selama kalian menjadi ksatria milik Grand Duke of Wialachaues?"

Beberapa ksatria saling pandang, kemudian seseorang yang berdiri paling dekat dengan Aslan menyahut, "tidak sama sekali, Yang Mulia." Walau nadanya terdengar tegas dan tanpa ragu-ragu, jelas orang itu takut jika salah bicara malah akan mengundang mara bahaya yang lebih besar.

Aslan memicingkan matanya sedangkan yang di tatap mulai gelagapan, "yakin?"

Namun ksatria berambut merah itu hanya diam dengan pandangan yang lurus ke depan, Aslan mendekat ke arahnya lalu menepuk-nepuk bahu si ksatria rambut merah, "aku, benci seorang pembohong, lho." Nada bicara duda beranak tiga itu terkesan main-main, tapi yang di bisiki malah sudah berkeringat deras.

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang