Bagian 14

21.9K 4K 90
                                    

Pagi hari telah tiba, burung berkicau merdu dan matahari menyambut lembut dengan sinarnya. Aslan membuka matanya perlahan, mengerjap sesaat untuk menetralkan cahaya matahari yang masuk ke matanya.

Lelaki itu menatap langit-langit kamarnya, masih dengan interior mewah yang sama, Aslan masih berada di dunia dalam novel.

Rasanya, aneh namun nyata. Niat hati ingin berlibur selama seminggu penuh setelah menamatkan novel nya, Aslan malah mati dan terbangun kembali di tubuh seorang antagonis.

Antagonis duda yang memiliki tiga orang anak, tiran namun tampan, arogan namun mapan. Lelaki yang unggul dalam segala hal, kecuali keluarga dan cinta.

Lelaki itu selalu ingin menangis ketika membayangkan takdirnya yang naas. Hidup di kota metropolitan dengan uang pas-pasan saja sudah membuat mentalnya terkuras habis, sekarang ia harus hidup sebagai ayah yang memiliki tanggung jawab menumpuk di pundak.

Memang sih, dia tak perlu khawatir soal uang sewa apartemen atau mie instan di tanggal tua. Hartanya kini berlimpah, memiliki kekuasaan dan wewenang yang kuat. Sesuatu yang patut di syukuri memang, kecuali satu, takdirnya yang mati di tangan putri bungsunya sendiri.

Dia ingin mengubah takdir itu, nasib malang yang tidak ia harapkan.

Aslan menghela napasnya pelan, lelaki itu hendak bangkit dari tempat tidur, namun terhenti ketika kedua tangannya terasa berat. Dia menengok ke kiri dan kanannya, ternyata anak-anak nya ada di sana, mengapitnya dan menjadikan kedua lengannya seperti bantal empuk.

Aslan terkekeh geli, meski hidupnya kini seperti benang kusut, tapi ia masih memiliki banyak alasan untuk tertawa.

Rubyanne terlelap dengan posisi meringkuk, tubuhnya tenggelam oleh selimut, hanya kepala nya yang menyembul dari celah selimut. Gadis itu semakin mempesona ketika tidur.

Kemudian Aslan beralih pada Adam. Pria kecil itu tidur dengan tangan yang menyilang di dada, sedang tidur pun dia masih mengintimidasi orang-orang.

Aslan tertawa kecil, teringat bagaimana Adam bisa tidur di kamarnya bersama ia dan Rubyanne. Awalnya Adam menolak, bersikeras untuk tidur di kamarnya dengan alasan dia sudah dewasa.

Apalagi ketika Aslan yang mencoba menidurkan Rubyanne dan Adam dengan buku dongeng. Adam benar-benar menolak keras. Katanya, 'kita hanya perlu menutup mata untuk tidur, tidak usah bertele-tele.' Tapi, Aslan Percival Wialachaues paling tak suka di bantah.

Dan berakhir lah mereka di satu ranjang yang sama. Pada akhirnya Adam baru tertidur ketika Aslan selesai membacakan dongengnya.

Awalnya bocah itu mengeluh tentang isi plot dongengnya yang klise, membosankan, dan tidak asik sama sekali. Tapi tetap saja bocah itu mendengarkan dongeng yang dibacakan Aslan hingga tuntas.

Sekarang .. Aslan sulit untuk bangkit dari ranjangnya, tak tega ketika harus membangunkan kedua anaknya, tapi dia tak bisa bersantai karena Duncan mungkin akan mengeluh lagi.

Ya, Duncan sudah mulai mengeluh karena banyak pekerjaan yang ditunda dan dilimpahkan kepadanya. Jika bukan karena kepribadian Aslan yang berubah, mungkin Duncan akan selamanya memendam perasaan jengkel pada Aslan karena selalu sewenang-wenang dan mempekerjakan Duncan seperti robot pesuruh.

Memang pada dasarnya Aslan yang sekarang tidak tegaan, jadi mau tak mau Aslan harus mandiri dan mengerjakan pekerjaan miliknya tanpa selalu mengandalkan Duncan.

Aslan baru akan me-mind link Duncan ketika suara keributan terdengar dari luar balkon kamarnya. Suara para wanita yang berteriak histeris sembari memanggil-manggil nama Aslan putus asa.

Adam yang pertama kali bangun dari tidurnya ketika suara keributan itu semakin menjadi, bocah itu bangkit dengan wajah masam. "Manusia mana yang berani mengganggu tidur ku!" Mata bocah itu berkilat marah.

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang