27

15.9K 3K 51
                                    

Suara serigala yang melolong nyaring terdengar dari kejauhan, menjadi musik pengiring di malam hari yang cerah itu. Aslan masih terdiam di tempatnya, mata lelaki itu masih setia menatap ke arah balkon, "hanya tinggal 3 jam sebelum kesempatan mereka berakhir, tapi masih belum ada tanda-tanda mereka menuntaskan tugasnya." kata Samuel meragu, meski tahu perkiraan tuannya tak mungkin salah, tapi tetap saja hatinya resah. Satu saja rencana melenceng dari yang seharusnya, semuanya akan kacau balau.

Aslan mengerti, ia pun sempat ragu apakah rencananya akan berjalan dengan mulus dan sukses. Pikirannya selalu berkecamuk, dia takut rencana yang telah ia susun hanya akan menjadi sebuah kegagalan. Bisakah dia berhasil meski ia hanya Aslan palsu? Tapi mendengar begitu banyak penderitaan yang dialami penduduk suku Corhollow, membuat Aslan tak bisa berdiam diri.

Dia ingin menebus semua dosa dan kesalahan Aslan yang asli di masa lalu. Karena ia merasa bertanggung jawab .. andai saja ia bisa menulis kisah yang lebih indah .. sekarang ia sudah punya aksesnya, yang kemudian dia harus lakukan adalah bekerja semaksimal mungkin mengerahkan kekuatan dan kekuasaan yang ia miliki saat ini.

"Mungkin, akan ada kegagalan, atau mungkin kita akan menerima kekalahan. Sesuatu di masa depan memang tak bisa di prediksi, tapi .. sebanyak apapun aku terpuruk, aku hanya akan mengeluh untuk kembali bangkit membentuk dinding yang lebih kokoh." Aslan tahu, kini dia tak lagi berjuang untuk diri sendiri, banyak harapan yang di bebankan pada bahunya.

Aslan hanya harus, berjuang sekuat tenaga agar dapat mempertahankan senyum semua orang yang dikasihinya.

Mata Aslan berkilat, seperti ada semangat baru yang masuk di relung jiwanya, "aku tahu apa yang kalian cemaskan, tapi percayalah, kalian bisa mengandalkan ku."

Samuel dan Theo terdiam membiarkan cahaya bulan menyinari wajah mereka di kegelapan, memang sang Duke Agung kini telah berubah, meski terkadang mereka pun tak yakin, namun Aslan adalah pemimpin mereka. Entah seberapa banyak kesalahan Aslan di masa lalu, mereka hanya harus memberi kesempatan dan mempercayai Aslan selayaknya seorang ksatria mempercayai rajanya.

Tiba-tiba Aslan menunjuk ke arah gerbang utama ibu kota, "kita sudah menemukan jalannya."

Antrian dari orang-orang yang hendak masuk ke ibu kota masih saja ramai meski malam sudah hampir di puncaknya. Namun, dari antrian panjang orang-orang itu, mata sipit Samuel melihat sesuatu yang janggal, "bukankah itu kereta kuda milik Wialachaues?"

Aslan mengangguk, "ya, itu kereta kuda yang membawa umpeti bulanan untuk kekaisaran."

Theo mengernyitkan dahi nya tajam, "lalu apa maksudnya?"

Aslan tersenyum simpul, "ingat ketika aku mengatakan, 'dengan kata kunci Duke Agung Wialachaues' kepada para bandit?" Samuel dan Theo mengangguk serentak.

"Itu maksudnya, kereta kuda yang membawa umpeti itu adalah kuncinya." Ya, itu rencana Aslan, para bandit akan menghadang kereta umpeti milik Duke Agung Wialachaues dan menitipkan bola kristal ajaib itu kepada utusan kadipaten Wialachaues.

Meski awalnya ia tak yakin, untung saja semuanya berjalan dengan lancar.

Sudut bibir Aslan terangkat naik, "Samuel, pergi dan jemput bola kristal itu, kita tak boleh membuang waktu, masih banyak yang harus kita kerjakan."

Wajah Samuel seketika bersinar cerah, kemudian melakukan courtesy kepada Aslan, "dengan senang hati, Yang Mulia."

••••


Malam telah berganti menjadi pagi, sekali lagi Aslan terbangun di dunia yang asing, masih sama seperti kemarin, lelaki itu masih hidup dan bernapas di tubuh orang lain.

Setelah semalaman menunggu Samuel mengambil bukti-bukti yang di bawa para bandit, akhirnya Aslan tahu, langkah dan strategi apa lagi yang akan ia gunakan kedepannya.

"Lalu, apakah kita akan menyerahkan semua bukti ini langsung kepada kaisar Norbert?" tanya Samuel, meski kantung matanya tampak membengkak, lelaki itu seperti masih sanggup tak tidur untuk satu pekan kedepan. Semangatnya untuk menumpas kebusukan Duke Peregrine sangat membara seakan bisa membakar kekaisaran kapan saja.

Aslan menggeleng, "tidak, kaisar Norbert itu tua bangka yang licik, serakah, dan tamak. Orang sepertinya mana mau melepaskan harta berharga seperti Duke Peregrine yang sudah membawa kekayaan berlimpah di tanah Cruixegon Empire."

Ya, Aslan saja sudah muak hanya dengan mendengar namanya. Di dalam novel, kaisar Norbert adalah kaisar berwajah dua, baik di depan para rakyat, namun sebenarnya hanya orang serakah yang gemar bermain wanita.

Orang itu licik dan manipulatif, alasan kuat mengapa dulu Aslan membunuh seluruh keluarga inti Wialachaues adalah karena hasutan kaisar Norbert. Norbert tahu, keluarga inti Wialachaues akan selalu kuat jika taring tajam mereka tak segera di tumpulkan. Romor yang beredar tentang keluarga Wialachaues yang akan mengkudeta kekaisaran membuat kaisar Norbert tak bisa tidur nyenyak. Isi otaknya hanya berisi bagaimana ia mempertahankan gelarnya, dan bagaimana cara menginjak Wialachaues agar tak merangkak naik merebut posisinya.

Mata kaisar Cruixegon Empire itu sudah di butakan oleh tahta yang bahkan ia rebut dengan curang dari tangan kakaknya sendiri.

Sayangnya, Aslan yang naif dan ambisius menjadi jalan yang mulus bagi Norbert untuk menyuntikkan bisa-nya yang mematikan. Hanya dengan hasutan dan sedikit provokasi, Norbert mampu memanipulasi Aslan hingga menjadi pedang tajam yang memenggal jati dirinya sendiri.

Hanya memikirkannya saja sudah membuat darah Aslan bergejolak, jika bisa, sebelum ia mati atau berpulang ke dunianya yang lama, Aslan ingin membunuh kaisar Norbert dengan pedang yang ia hunuskan dari tangannya sendiri. Ia ingin membuktikan, bahwa tak ada satupun manusia yang suci di dunia ini.

" .. mulia .. yang mulia .. Yang Mulia!"

"Ah, maaf aku melamun." Aslan menggaruk tengkuknya canggung, terlalu banyak berpikir di pagi hari tidak baik juga ternyata.

"Apa anda baik-baik saja?" tanya Theo, meski nada suara ksatria berambut merah itu terdengar datar dan hanya formalitas belaka, tapi masih terlihat jelas bahwa Theo pun merasa khawatir.

"Aku baik-baik saja, hanya sedikit rindu masakan Arduino dan omelan Duncan di pagi hari." nyatanya Aslan terlalu stres memikirkan segala kegilaan yang terjadi di hidupnya.

Samuel dan Theo saling pandang, meski sudah satu pekan bersama, mereka masih belum bisa membaca isi otak Aslan. Terlalu absurd dan susah di tebak.

"Ah! Sudah sampai dimana tadi?" Aslan jadi salah tingkah sendiri, dia tidak boleh menjadi pemimpin yang melankolis, akan memalukan jika dia malah terlihat lemah di hadapan bawahannya sendiri.

"Eh, apa yang selanjutnya akan kita lakukan?" sahut Samuel.

"Oh, untuk selanjutnya aku ada pekerjaan untuk mu Theo." ujar Aslan serius, lelaki itu kemudian menyerahkan secarik kertas kepada Theo.

"Berikan itu kepada pangeran Sebastian Mortimer de Zacchaeus, kita akan menarik putra mahkota kekaisaran Cruixegon menjadi sekutu yang kuat." Aslan tersenyum puas dalam hati, meski ia tak bisa bermain pedang seperti Aslan yang asli, atau bahkan tak bisa menggunakan esensi sihirnya dengan maksimal, Aslan yang sekarang tahu siapa yang layak ia lawan dan siapa yang pantas ia akui sebagai kawan.

_____________

[A/N : maaf belum bisa double up ya🙏 saya usahakan besok up chapter 28]

A STORY OF WIALACHAUES [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang