4. Mencari

4.7K 459 11
                                    

Musim penghujan yang mulai menggeser kemarau menjadi rizki sebagian orang. Bukan bermaksud untuk kufur nikmat, namun hujan deras yang turun sejak semalam membuat wanita yang telah siap dengan pakaian biru navy dan jilbab biru lautnya menjadi urung untuk berangkat. Meskipun payung ukuran lebar telah ia genggam erat, namun hujan deras disertai petir dan angin kencang membuat gadis itu urung untuk segera berangkat.

Sekali lagi ia melirik ponselnya. Rapat akan diadakan empat puluh menit lagi, dan ia masih saja terpaku melihat derasnya aliran hujan yang jatuh dari atap depan kamarnya.

Berjalan dari kamarnya menuju gerbang komplek saja sudah jauh, ditambah menyeberang jalan yang lebar dan ramai, belum lagi jika harus terkena cipratan air dari mobil yang lewat. Bisa dipastikan saat sampai di Kemenag bajunya sudah basah kuyup. Bagaimana caranya ia akan menghadiri rapat Kepala Madrasah Diniyyah jika penampilannya tak mencerminkan seorang kepala Madrasah?

Kalau haji Bahri, maka beliau pasti akan menggunakan kendaraannya, tapi Rara? Terbersit rasa rendah diri kala ia harus menghadiri rapat pertamanya sebagai kepala madrasah.

Astaghfirullah... Ia tak boleh bersikap begini. Allah Maha Tau. Yang penting ia berangkat sekarang. Rapat ini adalah kewajibannya. Ditunaikan saja dulu. Allah akan mengatur segalanya.

Dengan langkah lebih ringan meskipun jalan berair sebab hujan yang menderas ia terus melangkah walau payungnya sesekali bergoyang sebab angin yang kencang.

Tiiin...

Rara terkaget dan semakin memposisikan dirinya menepi saat sebuah klakson mobil berbunyi dibelakangnya. Perasaan ia tak berdiri terlalu tengah?

Matanya terfokus pada jalanan di Kana dan kirinya. Meski keadaan hujan, mengapa kendaraan-kendaraan itu tak memelankan lajunya sama sekali. Rara harus segera menyeberang agar untuk mencari angkutan umum.

Tiiiiin...

Lagi. Klakson itu berbunyi lagi dan lagi-lagi mengagetkannya.

Akhirnya dengan perasaan sedikit jengkel ia menengok ke belakang. Kalau mau lewat, ya lewat saja. Toh jalan masih lebar.

Namun niat ingin marah Rara hilang seketika kala tau yang berada dibelakangnya adalah mobil Hummer merah yang sepertinya ia bisa menebak siapa pengemudinya. Ganesha Buana.

Apa kira-kira pria itu ingin bertanya alamat lagi? Apa aplikasi map's nya tidak berfungsi?

Rara mendesah pelayanan, mengalah dan mendekat ke jendela mobil berharga milyaran itu.

"Butuh tumpangan?"

Demi apa? Ganesha yang pagi ini sangat terlihat tampan dengan setelan kerja dan kaca mata hitam Oakley dan rambut yang disisir rapih membuat ketampanannya naik dua ribu persen. Yang lebih mengejutkan lagi pria itu bukan hendak bertanya alamat yang membuat Rara lari salah faham. Namun dia menawarkan tumpangan. Tumpangan gaess?

Rara seperti orang bodoh berdiri didekat kaca mobil mewah itu dengan wajah cengonya yang masih tak percaya bahwa tunangannya, eh mantan tunangannya yang telah melupakannya menawarinya tumpangan.

Tanpa Rara sadari pintu samping kemudi didepannya terbuka. Dan dengan sedikit ragu Rara mendekat dan perlahan naik kendaraan itu dan menutup payungnya.

"Terimakasih" ia menunduk sebab ia tak ingin menambah dosa matanya. Cukup sepersekian detik yang tadi ia gunakan untuk melihat pria disampingnya saat menawarinya tumpangan. Rara takut, jika banyak dosa hafalan qurannya akan hilang. Astaghfirullah...
Menghafalkan Al-Qur'an itu berat gaess.. lebih berat dari rindunya Dylan.

"Mau kemana pagi-pagi?"

Ahirnya hanya itu yang Ganesha katakan dalam kecanggungannya. Super irit ide sekali pria ini.

(Mantan) Tunangan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang