6. Mimpi vs Nyata

4.6K 404 33
                                    

"Bu Hajah Tati, huruf Jim itu dalam bahasa Indonesia menyerupai huruf 'j'. Jadi, ini dibaca 'jannatin' bukan 'zannatin'. Silahkan dicoba lagi. Tirukan saya 'jannatin'.."

Dengan susah payah seorang ibu berkacamata tebal dengan rantai kecil di lehernya menirukan bacaan yang dicontohkan Rara.

Maghrib di masjid besar komplek 'sun Flower' tak pernah sepi semenjak gadis itu datang dan mengabdikan dirinya mengajar di masjid itu. Hal itulah yang membuat Hajah Siti dan haji Bahri amat sangat menyayangi gadis yatim piatu itu. Seumpama mereka memiliki anak laki-laki perjaka, pastilah tak ragu meminang seorang Tiara versi baru ini.

Tak hanya haji Bahri saja. Sebenarnya banyak dari ibu-ibu sepuh yang menjadi murid Rara menawarkan sanak saudaranya mereka untuk dijodohkan dengan gadis yang kini memakai mukena kain Bali berwarna biru tua itu. Namun Rara yang memang datang kembali ke perumahan ini dengan niat lain, masih enggan menerima pinangan dari manapun.

"Alhamdulillah.. ngaji kita telah selesai, dan sebentar lagi adzan isya akan dikumandangkan, mari kita semua membaca hamdalah. Insyaallah besok kita lanjutkan lagi, ya ibu-ibu.." Rara memberikan seulas senyum manis pada para murid sepuhnya.

Para ibu yang sudah tak muda itu mulai mengembalikan mushaf dan melakukan aktifitas masing-masing sebelum waktu isya datang.

Rara yang sedang merapihkan Qur'an menoleh, saat seorang ibu sepuh yang memiliki julukan eyang mawar memanggilnya dengan melambaikan tangan memintanya mendekat.

"Ada yang bisa saya bantu eyang mawar?" Rara membungkukkan badannya saat berada tepat dihadapan wanita yang sedang tersenyum itu. Bagaimanapun kesopanan terhadap yang lebih tua harus tetap dijaga. Meskipun posisi Rara adalah guru mengaji mereka.

"Eyang ada 50 bungkus nasi, nak Rara. Minta tolong dibagikan kepada jamaah shalat isya nanti. Ini adalah tasyakuran eyang, atas kesembuhan sakit eyang pasca operasi kaki waktu itu." Wanita sepuh itu berbicara dengan lirih.

"Alhamdulillah.. selamat ya eyang. Semoga eyang selalu diberi kesehatan. Baiklah, saya akan memanggil mang Ahmad, agar nanti beliau yang membagikan kepada jamaah laki-laki. Dan jika masih ada sisa, agar beliau bagikan pada penduduk sekitar tempat tinggal beliau. Terimakasih banyak eyang. Semoga Allah limpahkan Rizki, nikmat, dan kesehatan untuk eyang. Aamiin".

Rara segera beranjak mencari keberadaan marbot masjid dan menjelaskan niat yang disampaikan oleh eyang Mawar, agar saat doa seba'da isya nanti, imam masjid membacakan doa khusus untuk pemilik hajat. Hal ini telah sering terjadi. Bukan hal yang canggung bagi mereka.

"Rara membuka plastik putih pemberian eyang Mawar. Wanita sepuh itu kekeuh memberikan kotak makanan khusus untuknya. Jika jamaah lainnya menerima sekotak nasi dengan menu daging masak kecap, capcaisi kering, telur balado, acar, dan kerupuk udang serta teh botol, maka entahlah, apa bagian Rara yang akan dimakannya.

Perlahan gadis itu membuka simpul plastik putih besar ini.

Ia tertegun, kotak teratas terdapat sebuah brownis kukus keju yang sudah sangat jelas dari bungkus dan merk terkenalnya. Lalu kotak bawah Rara meyakini berisi nasi dan lauknya. Dan jangan lupakan sebotol air mineral, sebotol teh, dan .... susu?. Eyang Mawar sangat tau ia pecinta susu steril.

Alhamdulillah...
Ia kira malam ini akan makan mie instan. Sebab sore tadi ia lupa membeli makan di warung, pun ia tak memasak sebab sedang menyelesaikan packing soal untuk ujian MD pekan depan. Rizki Allah sangat tak terduga. Ini bukan saja makan malam istimewa baginya. Namun juga ada kudapan lezat untuk ia dan teman-teman guru MD yang akhir-akhir ini lembur untuk mempersiapkan ujian siswa.

........

"Kamu nggak makan malam kenapa, nak? Mama masak ayam bakar Kalasan, kok masih utuh dimeja makan." Wanita berambut Cepol dengan piyama merah marun memasuki kamar putra semata wayangnya yang pintunya setengah terbuka.

(Mantan) Tunangan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang