5. (Tak) Penasaran

4.5K 435 30
                                    

Pria tinggi, tampan, sukses, idaman para kaum hawa itu sedang melepaskan pakaian Koko abu-abunya dengan cepat dan sedikit memaksa. Alhasil, satu kancing terlepas, terjatuh dan terlempar entah kemana.

Namun nasib kancing itu mengapa dirasanya masih lebih baik daripada nasib pria tampan yang kini tengah melompat tengkurap keatas ranjang yang terletak dikamar privat didalam kantornya? Sungguh malang nasib ranjang itu. Eh..

Entah rasa apa yang kini ada dihatinya. Rasa penasarannya berbuah wanita yang ia kenal dengan nama 'ustadzah' itu berlari dan dia menatap kepergian wanita itu dengan kaki yang kaku. Ternyata. Wanita yang beberapa kali bersinggungan dengannya, ternyata... Arghh...

Ganesha mengacak-acak rambut berpommadenya yang mengapa author membayangkan Ganesha menjadi semakin tampan? Halu si author gaess.. Kalian setuju, kan?

Ahirnya dengan tanpa minat Ganesha memaksakan tubuhnya bangkitbmemakai kembali kemejanya dan berjalan lunglai keluar dari private room menuju kursi hitam kebesaran sang direktur utama.

"Kamu sudah datang, son. Dari mana tadi? Deni bilang kamu tidak punya meeting dan lunch diluar. Tapi papa kesini kamu tidak ada." Pria yang kini telah menyerahkan kursinya pada sang putra meskipun masih tetap bekerja di kantor itu memasuki ruangan Ganesha tanpa mengetuk pintu.

Ganesha yang baru saja membuka lembaran laporan yang diletakkan Deni dimejanya merasa sedikit lega saat papanya datang dan ia sedang tampak serius bekerja. Tampak saja ya... Sebab hatinya masih senut-senut sepertinya. Hahaha..

"Tadi aku sembahyang shalat Jumat, pa. Makanya cepat berangkat. Dan sekalian lunch." Makan siang bakso dengan mata jelalatan dan berakhir... Arghh...

"What? Apa tadi?" Buana Saputra melotot tak percaya dengan ucapan putranya. Sejak kapan putranya pergi ke... Jumatan? Bahkan ia saja lupa kapan terakhir pergi ke masjid. Mungkin Iedul Adha kemarin? Dengan baju Koko berwarna senada dengan mukena sang istri yang telah mempersiapkan semuanya agar mereka tampak serasi dimata masyarakat. Padahal Buana tak berminat mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Tapi ya sudahlah. Nyonya Kartika Buana akan marah jika ia tak menurut.

"You know, pa. Today is Friday." Ganesha menggoyang pulpen yang ia jepit antara jari tengah dan telunjuk. Ia bukannya tak tau papanya sedang menganggap aneh apa yang baru saja ia ucapkan.

"Oke, son." Buana menganggukkan kepalanya tanda faham. Dan berlalu keluar setelah menyemangati putranya untuk giat bekerja.

Dalam perjalannya menuju ruangannya hati bapak satu anak itu sedikit gamang. Mengapa a merasa apa yang baru saja anaknya ucapkan seperti menamparnya?

Dan Ganesha? Pria itu sedang memejamkan matanya dan menghirup nafas dalam. Ia sedang mensugesti dirinya dan memaksakan otaknya untuk mengkotakan permasalahan pribadinya, menutupnya sejenak dan mengumpulkan konsentrasinya untuk bekerja.

Ia berjanji pada kotak permasalahannya mengenai tunangannya bahwa ia akan mencari titik temu masalah dan solusinya.

Dengan demikian seorang Ganesha kini dapat kembali melanjutkan pekerjaannya dengan konsentrasi penuh seolah tak pernah terjadi masalah apapun barusan.

Benar-benar sesuatu seorang Ganesha Buana ini.

...........

Gila.
Benar benar sudah gila.

Tampaknya itu yang tengah diumpatkan dalam hati seorang Ganesha Dirut Buana Grup.

Jam baru menunjukkan pukul enam belas. Entah dorongan dari mana seorang Ganesha Buana yang tengah lewat depan komplek perumahannya nekat berbelok dan langsung memarkirkan mobilnya di halaman masjid yang luas.

(Mantan) Tunangan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang