17. Menghindar vs Mengejar

5K 397 23
                                    

Hai gaes...

Rara dan Ganesha datang lagi...

Ada yang nungguin nggak ya??

Maaf, lamaaaaa baru update lagi. Ada kedukaan di keluarga. Aku jadi nggak mood banget buat nulis. Tambah draf tulisan kalau dibuka nggak nongol-nongol. Huff....

Betewe, masih ingat kah dengan ceritanya?

Dan aku seneng banget sama ide gilanya Ganesha.

Kira-kira, Rara pilih yang mana ya??

Pilih dijadiin istri atau dijadiin Dirut ya??

Kalau author sih, pilih jadi Dirut saja..🤣🤣🤣 (dasar mata duitan😣)

Simak terus lanjutannya ya..

Jang lupa vote dulu⭐⭐⭐

Loveu💙
Im

.................

"Nggak. Saya nggak bisa." Mata dengan bulu panjang dan lentik itu tampak basah dan merah.

"Nggak bisa menikah denganku?" Satu alis Ganesha terangkat. "Baiklah ibu direktur. Jam kerja anda akan dimulai dari hari ini. Saya akan panggilkan Deni yang akan menjadi sekretaris anda untuk segera menyiapkan berkasnya." Ganesha meraih gagang telpon yang berada diatas meja.

"Nggak. Jangan!" Rara menggeleng cepat, memohon.

"Nggak mau jadi direktur?" Sorot mata Ganesha menuntut

Rara kembali menggeleng. Ganesha sangat tega. Bahkan derai air mata tak membuat Ganesha berhenti mengintimidasinya. Ia tak akan bisa melakukan pekerjaan itu. Jangankan untuk menjadi direktur, Microsoft office saja ia tak paham.

"Baiklah, jika kamu tak mau jadi direktur, Tiara. Sekarang juga kita fitting baju pernikahan. Aku akan membatalkan seluruh jadwalku hari ini. Untukmu." Ganesha mengulurkan tangannya, namun tak jua ada sambutan dari Rara. Ganesha mengerti, mana mungkin Tiara-nya kini mau menyambut uluran tangannya? Berdekatan saja ia tampak risih.

Akhirnya. Setelah sekian menit menunduk dan diam tanpa kata, sebuah gelengan lemah Rara berikan pada pria yang masih menatapnya lekat.

Ganesha geram. Ternyata tak semudah itu memaksa gadis yang masih saja berderai air mata di hadapannya ini.

Buntu. Otak Ganesha buntu. Ia tak tau lagi apa yang harus ia lakukan agar gadis ini takluk.

"Saya mau pulang." Setelah sekian menit diliputi keheningan, Rara bangkit dari kursi direktur milik Ganesha dan melangkah pergi, ia abaikan pria yang masih setia berdiri bersandar meja kerja dengan bersedekap tangan yang Rara yakin sekali mata pria itu awas melihat gerak-geriknya.

Gagang pintu berwarna senada dengan cat pintu besar ia putar. Namun berkali-kali ia coba putar tak jua membuat pintu dihadapannya terbuka. Dengan terpaksa ia berbalik dan mengumpulkan segenap keberanian untuk melihat mata yang ternyata masih setia memandangnya tajam dengan satu alis terangkat.

Rara jengkel sekaligus takut melihat ekspresi Ganesha detik ini. Apakah tidak ada ekspresi lainnya agar ia tampak ramah dan tak menakutkan? Mengapa sorot mata mengintimidasi yang membuat suasana semakin tak nyaman yang Ganesha suguhkan untuknya. Huff, sabar Rara.

"Tolong buka pintunya. Saya mau pulang."

Ganesha masih setia bersedekap. Sesungging senyum miring terbit di bibirnya. Lucu sekali ekspresi gadis didepannya ini kala salah tingkah. Mungkin itu yang ada dipikirannya. Langkahnya perlahan mendekat ke arah Rara. Gadis itu semakin bingung dan salah tingkah. Tubuhnya semakin mundur hingga menempel di daun pintu yang tertutup rapat. Satu tangan Ganesha berada di pintu tepat di sisi Rara. Membuat gadis itu semakin tak nyaman berada sedekat ini dengan seorang pria. Tak hanya itu, mereka hanya berdua saja di ruangan ini. Dan ini tak bisa dibenarkan.

(Mantan) Tunangan (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang