17. Bertemu
Saat malam hari tiba Diana mengajak Fanni berjalan-jalan di luar hotel. Keduanya membeli beberapa makanan untuk di santap, bahkan aksesoris dan hiasan kecil yang tidak terlalu berguna pun mereka beli. Katanya buat kenang-kenangan dari Yogyakarta.
Dika dan Panji sudah begitu lelah mengikuti kegiatan keduanya dari pagi hari. Mereka memilih untuk beristirahat di hotel.
Kini Fanni dan Diana berjalan berdua sambil membahas sesuatu yang bisa mereka bahas, mulai dari tukang bakso depan kompleknya Diana yang suka tidur sampai ke pembahasan tentang kucing tetangganya Fanni yang suka mencuri makanan di rumahnya. Selalu begitu, pembahasan tidak penting itu mengisi pembicaraan keduanya.
"Eh Fan. Beli itu yuk, kayaknya enak." Diana menunjuk salah satu ruko minuman di sebrang jalan.
"Ayok!"
Keduanya saling berpegangan kemudian menengok ke kanan dan ke kiri. Baru saat situasi jalanan sudah mulai sepi mereka menyeberang jalan dengan hati-hati.
Ruko itu cukup ramai pengunjung, tempatnya tidak terlalu luas namun masih bisa menampung pelanggannya. Fanni duduk di kursi plastik yang disiapkan di sana, sementara Diana pergi untuk memesan.
"Nih, satu buat lo satu buat gue."
"Rasa kopi?" Tanya Fanni saat rasa dari minuman yang dia teguk sampai keindra perasanya.
"Iya, lo suka banget 'kan sama kopi," ucap Diana.
"Suka?" setelah beberapa saat memperhatikan minuman itu Fanni menghela napas.
"Lo tahu gak kenapa gue suka kopi?" Fanni bertanya seraya menaruh cup minumannya dimeja.
"Kenapa?"
"Karena setiap tegukkannya selalu ada ketenangan, lalu rasa harumnya yang begitu khas membawa damai bersamanya. Meskipun rasanya pahit tapi, dia masih punya rasa manis. sama seperti kehidupan, terkadang kita dapat kepahitan dari setiap masalah tapi juga kita selalu dapat manis dari bahagia yang kita rasakan."
"Lo kenapa jadi puitis begini sih? Udah ih ntar gue mewek!"
Fanni tersenyum tipis menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Dulu dia begitu menyukai kopi, setiap dia bersedih selalu ada minuman beraroma khas tersebut yang membuatnya tenang. Tapi, kini rasanya kopi itu tidak lagi membawa tenang. Malah perih yang dia berikan, seolah menampakkan sebuah rindu yang berusaha disangkal berulang kali. Dia tidak boleh merindukan orang itu!
"Kenapa gak di minum? Gue yang bayar loh tadi." Diana memperhatikan gerak-gerik Fanni yang menurutnya jadi lebih pendiam akhir-akhir ini.
"Ini diminum kok."
"Anyways, soal Rian. Lo mau denger gak kenapa gue sama dia gak jadi putus?" wajah Diana berubah antusias kala bertanya, dia mengigiti ujung sedotan itu sebelum kemudian dia taruh dimeja.
"Kenapa coba? Gue mau denger."
"Malam waktu Rian pergi hari itu, Bokap bener-bener marah sama gue, dia bilang apa yang dia lakuin itu benar. Dan Rian itu gak pantas buat gue. Awalnya gue mikir mungkin gak ada lagi harapan buat hubungan gue sama dia. Tapi...."
Diana melirik Fanni sebentar kemudian tersenyum.
"Tapi?"
"Tapi besoknya gue gak sengaja ketemu dia di Mall waktu gue belanja. Gue mau hindarin dia tapi Rian keburu liat gue. Akhirnya gue ngobrol sebentar sama dia. Yang intinya Rian yakinin gue buat terus lanjutin hubungan kita, meskipun tanpa restu dari Bokap."
Fanni menghentikan aktivitasnya, lalu menoleh ke samping. "Apa itu gak terlalu beresiko, ya?"
Ekspresi Diana sepertinya tidak nyaman dengan pertanyaan Fanni. Fanni mengubah posisinya agar bisa lebih dekat dengan Diana, dia menggeser bangku plastik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilarang saling rindu! (Tamat)
Romance"LDR itu nyakitin Bro, kita di sini cape-cape nungguin, eh di sana dia disuapin cewek lain." Fannisa Dera Luthfina Welcome to LDR Tiap hari liat hp Nunggu dia kagak ngechat kagak nelpon Welcome to LDR Mau marah liat dia sama cewek malah kena sempro...