Diana membuka pintu kamar hotel, dia mendapati Dika yang tengah memapah Fanni. Ia melihat mata Fanni yang bengkak dan raut khawatir dari wajah Dika.
"Biar gue aja, Dik. Lo balik ke kamar lo gih. Udah malam, gak enak diliat orang."
Dika mengangguk, dia menutup pintu dan berlalu pergi. Setelah membantu Fanni duduk di kasurnya, Diana tidur tanpa banyak bertanya lagi seperti sebelumnya. Membiarkan Fanni menenangkan diri, meski dia penasaran akan apa yang telah terjadi.
Fanni melihat Diana sebelum kemudian dia ikut merebahkan tubuhnya. Mengistirahatkan otak dan pikirannya dari segala kekalutan yang mendera.
Paginya Fanni terbangun karena suara ponselnya yang terus berdering tanpa henti sejak tadi malam. Dia melihat Diana sudah rapi duduk tenang di balkon kamar, tak terganggu dengan suara ponsel Fanni yang sudah seperti musik.
Fanni mematikan ponselnya, dia tahu siapa orang yang menghubunginya sampai ponselnya terus bernyanyi. Dia membersihkan tubuhnya sebelum kemudian menghampiri Diana yang masih asik duduk di balkon.
"Din gak mau sarapan?"
"Mau, sarapan di jalan aja, ya. Gue mau ke tempat kemarin dulu, handphone gue ketinggalan di apotik kemarin."
"Terus gimana? Udah lo hubungin tempatnya?"
"Udah, tadi gue ke lobbi hotel buat pinjem telepon ke apotik kemarin. Katanya mereka simpen hp gue di sana."
"Barang-barang lo udah di packing semua kan? Kita pulang hari ini."
Fanni mengangguk."Udah."
Saat membuka pintu, keduanya terkejut melihat ada Panji dan Dika yang hendak mengetuk pintu. "Pagi, lapar kan? Mau sarapan? Ayok makan. Udah kita tungguin daritadi."
"Sarapan di jalan, ya. Hape gue ketinggalan semalam."
"Kok bisa?"
"Ya bisa. Namanya juga manusia, bisa lupa."
Panji mengambil alih koper kedua perempuan itu, berjalan mendahului ketiganya.
Akhirnya ponsel Diana kembali pada pemiliknya, tanpa kekurangan apapun. Mereka pun sarapan di restoran yang tak jauh dari apotik itu berada.
"Semalam lo kemana Dik?" tanya Panji membuka pembicaraan, dan menarik perhatian kedua perempuan di depan mereka.
"Kepo lu!"
"Anjir lu, gue serius juga. Lo tiba-tiba lari panik banget semalam."
"Kebelet kali," timpal Diana. "Udah sih, kepo bener lu jadi cowo."
"Iye! Nih gue tutup bibir gue, dah puas lo?"
Atensi Panji beralih pada Fanni, alisnya mengkerut bingung ketika melihat mata Fanni yang bengkak. "Gue baru sadar, itu mata lo kenapa bengkak Fan? Lo sakit mata?"
Dua pukulan mendarat dengan mulus ke kepala Panji. Memutus rasa keingintahuan dari pria itu.
"Gue sumpel juga mulut lo pake cabe!" ancam Diana.
Fanni tersenyum dia melihat Panji yang kebingungan karena tingkah teman-temannya. "Iya, Ji. Lagi sakit mata, tapi gak papa kok udah dikasih obat."
Sekitar sepuluh menit setelahnya, mereka bersiap untuk kembali melanjutkan perjalanan. Saat hendak memasuki mobil, tangan Fanni ditahan oleh seseorang, saat dia menoleh dia mendapati Haris yang tengah memegangnya.
"Fan, bisa kita bicara sebentar."
"Enggak."
Cengkraman tangan Haris makin kuat menariknya membuat Diana dan yang lainnya mulai keluar dari mobil.
"Sebentar aja. Aku mohon, Fan."
"Enggak, gue mau pulang. Bisa lepasin gak?"
Haris menggeleng dan bersikukuh tidak mau melepaskan tangan kekasihnya. Fanni menghela napas, melihat teman-temannya sebelum kemudian kembali menatap Haris.
"Din, tunggu bentar, ya."
Keduanya berjalan cukup jauh dari mobil, dengan Haris yang masih menggenggam tangan Fanni.
"Mau ngomong apa?"
"Aku minta maaf."
"Buat semalam? Kenapa minta maaf? Baru sekarang ngerasa bersalah? Dari kemarin kemana aja? Lupa ingatan? Atau emang gak ngerasa bersalah?" Fanni melepaskan genggaman tangan Haris, matanya mulai memerah karena amarah. "Oh iya lupa, kemarin-kemarin kan kamu sibuk, ya. Sibuk nyiapin acara nikahan!"
"Kamu salah paham, Fan. Aku tahu aku salah, maka dari itu aku ke sini buat meluruskan kesalahpahaman ini."
"Salah paham? Aku gak sebodo itu, Ris buat kamu bego-begoin. Udah, ya aku mau kita putus."
"Fan, aku gak setuju. Aku jauh-jauh datang ke sini cuma buat kamu."
"Gue gak minta! Udah cukup, gue cape banget, kita putus aja, ya."
Haris menarik tangan Fanni, dengan wajah frustasi dia menggeram kesal."Aku sayang banget sama kamu, Fan. Aku harus gimana biar kamu percaya? Aku juga cape sama keadaan, yang mana aku sendiri juga gak tahu harus ngapain lagi buat mertahanin kamu. Plis sekali ini aja, kamu tahan dulu keegoisan kamu dan pikiran kekanakanmu. Tolong kasih aku waktu."
Nyaris saja perasaan Fanni goyah, dia berusaha keras melepas cengkraman tangan Haris. "Lepas, Ris!"
Haris menggeleng dia tetap kukuh pada pendiriannya. Tak ingin melepaskan tangan Fanni, karena begitu tangannya terlepas maka hubungan mereka benar-benar akan berakhir.
Satu pukulan meluncur tepat di rahang Haris, membuatnya tersungkur dan mundur beberapa langkah. Dika dengan wajah yang memerah karena amarah kembali melangkah untuk memukul Haris, segera sebelum Fanni menahannya.
"Pergi lo! Atau gue laporin polisi sekarang juga!" ancamnya.
Haris tak berkutik, dia melihat sekelilingnya banyak orang yang memperhatikan. Dia pergi dengan perasaan kesal.
(•ω•)ʕ•ﻌ•ʔ-_-||●_●
Suasana dalam mobil sedang tidak baik, mereka terdiam tak berani membuka suara. Dika fokus mengendarai mobil sedangkan Panji membantunya membaca maps.
Diana mencoba beristirahat dengan tidur, namun dia hanya bisa menutup matanya tanpa benar-benar terlelap. Dia menoleh ke samping berkali-kali tapi tak berani bertanya apapun.
"Tanya aja, gue bakal jawab kok."
Ketiganya sontak terkejut, Fanni sejak tadi sadar bahwa teman-temannya terus memperhatikan.
"Tanya apa? Gak ada yang mau nanya kok." jawab Diana.
"Gue tahu kok." dengan wajah datar Fanni berkata."Dia pacar gue, ah mantan pacar. Kayak yang kalian lihat gue berantem, jadi stop lihatin gue dengan mata kasian atau khawatir karena gue gak butuh."
"Maaf, kita gak bermaksud untuk kepo, tapi tanpa sadar kita malah bikin lo gak nyaman."
Aura ketegangan mulai menguap dalam mobil. Tak satupun dari mereka memulai pembicaraan, keadaan dalam mobil kembali hening.
Fanni menghela napas. "Sorry."
Dika menoleh kepada Panji yang terlihat sangat tegang, begitu juga dengan Diana. "Ah nyalain lagu kali, Ji. Diem bae lu, sepi nih biar gak ngantuk."
"Ah, Haha iya. Eh, di sini ada radio dahlia gak, ya?"
"Yakali, cari aja Ji. Pake nanya lo. Sambungin punya gue aja nih, lama lo!" sahut Diana.
Suasana mulai mencair sedikit demi sedikit, dan itu membuat Fanni merasa lebih nyaman dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilarang saling rindu! (Tamat)
Romance"LDR itu nyakitin Bro, kita di sini cape-cape nungguin, eh di sana dia disuapin cewek lain." Fannisa Dera Luthfina Welcome to LDR Tiap hari liat hp Nunggu dia kagak ngechat kagak nelpon Welcome to LDR Mau marah liat dia sama cewek malah kena sempro...